21 Agustus 2014

Bagaimana Menyikapi Musibah

BAGAIMANA MENYIKAPI MUSIBAH?


Musibah ada sebabnya

Kita semua yakin bahwa kejadian telah Allah Ta'ala tetapkan dengan takdir-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi melainkan Allah penentu dan penciptanya. Namun perlu dipahami bahwa takdir Allah terjadi dengan sebab-sebab yang DIA kehendaki. Seperti itu juga musibah yang menimpa. Banyak perkara yang menjadi sebab ditimpakannya musibah, seperti kezaliman para penguasa, kezaliman orang kaya, kezaliman para tokoh masyarakat, juga termasuk kezaliman seluruh masyarakatnya.
Terbukti, tidak sedikit musibah yang Allah timpakan kepada umat-umat terdahulu karena berbagai kezaliman mereka. Salah satunya sebagaimana yang Allah telah sebutkan dalam firman-Nya,

وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا

"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya."(al-Israa': 16)

Mereka durhaka kepada Allah dengan kekuasaan dan kekayaan mereka. Mereka sombong dengan kerendahan orang lain dan menolak nasihat kebenaran. Mereka merasa memiliki kekuatan, pengikut, harta yang banyak dan semisalnya. Sehingga mereka merasa aman dari petaka. Allah menyebutkan ungkapan kesombongan mereka di dalam firman-Nya,

وَقَالُوا نَحْنُ أَكْثَرُ أَمْوَالًا وَأَوْلَادًا وَمَا نَحْنُ بِمُعَذَّبِينَ

"Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diazab."(Saba': 35)

Mereka menyangka dan meyakini bahwa kenikmatan besar yang mereka dapat di dunia menunjukkan  bahwa mereka dikasihi Rabbul 'alamin dan tidak akan diazab di akhirat. Padahal Allah tidak menyukai kekufuran dan kazaliman, bagaimana DIA mengasihi mereka seperti yang mereka yakini? Sengguh, ini merupakan kesalahan yang nyata.

Berbuat zalim itu banyak sikap dan bentuknya, berupa mendustakan utusan Allah, menghina dan melecehkan mereka, berbuat dosa dan maksiat, dan termasuk merasa aman dari azab Allah pun merupakan kezaliman. Seluruhnya merupakan. Sebab-sebab ditimpakannya musibah sebagaimana yang telah disebutkan  di dalam beberapa ayat. (Seperti, al-A'raf: 98-99, Yunus: 13, Hud: 27, al-Ahqaf: 25 dll)

Kiat menangkal musibah

Tabiat manusia berusaha menjauhi musibah. Bahkan berbagai usaha dilakukan untuk menangkal musibah. Namun karena tidak semua orang mengetahui usaha yang tepat, akhirnya banyak yang berbuat salah sehingga tidak dimengerti bila sejatinya mereka justru telah mengundang musibah.

Sebenarnya Islam telah  menunjukkan usaha yang tepat untul menangkal musibah. Yaitu dengan bertaubat dan istighfar serta menghindar  dari seluruh sebab datangnya musibah. Itulah usaha yang tepat untuk menangkal musibah. Jadi, bukan dengan meminta perlindungan kepada para (tidak) normal, dukun, dan semisalnya. Atau meminta perlindungan kepada para Nabi, atau para Wali, para Syaikh, dan orang-orang shalih yang sudah mati dengan memanggil-manggil mereka, atau meminta perlindungan kepada setan dengan memberikan sesajian atau tumbal, atau meminta perlindungan dengan memakai jimat, rajah dan semisalnya.
Semua merupakan sebab pengundang musibah. Karena semuanya merupakan kezaliman yang nyata. Hal ini yang mestinya diketahui oleh kaum muslim ketahui. Caranya, dengan gencar mencari dan menuntut ilmu...wallahul muwaffiq

Hikmah dibalik musibah

Allah tidaklah melakukan sesuatu melainkan dengan hikmah ketuhanan yang tinggi.
Demikian juga dibalik musibah yang menimpa pun ada hikmah yang baik yang dikehendaki-Nya. Memang tidak semua orang mengetahuinya, lebih dari itu tidak semua orang mendapatinya.
Hal ini karena tingkatan keimanan seorang yang satu dengan yang lainnya berbeda. Ada orang yang kokoh imannya, ada yang lemah, ada pula yang kafir dan tidak lagi beriman.

Musibah bagi seorang yang beriman merupakan kejadian atas kehendak dan takdir Allah, diantaranya supaya hamba ini mengetahui bahwa Allah MahaKuasa atas seluruh makhluk-Nya. Lain lagi bagi orang kafir, musibah bagi mereka semata-mata bencana yang merusak alam dan merugikan kehidupan mereka.
Jelas sekali bahwa demikian itu bertentangan dengan iman dan menyelisihi nash-nash al-Qur'an.
Sehingga hikmah musibah bagi mereka hanya sebagai hukuman dan adzab yang disegerakan di dunia sebelum mereka diadzab kelak di akhirat dengan adzab neraka. Na'udzubillah minannar.

Kalau kita pelajari al-Qur'an, kita akan dapati berbagai hikmah di balik musibah, dianataranya:

1. Sebagai pelajaran dan nasihat

Musibah yang didapati di sekitar kehidupan sorang yang tidak beriman maupun yang beriman merupakan pelajaran dan nasihat agar mereka yang kafit kembali menuju iman dan khusus bagi yang beriman serta masih menggeluti dosa agar segera ingat dan bertaubat kepada Allah. Ini merupakan bukti bahwa musibah, meskipun pahit namun demi kebaikan manusia. Inilah hikmah mulia di balik musibah. (QS. Al-Ahqaf: 27)

2. Penghapus dosa-dosa

Hikmah ini khusus bagi orang yang beiman. Dan tidak ada seorang mukmin yang tidak pernah ditimpa musibah. Sekecil apapun wujudnya. Bahkan musibah itu sendiri memang baik bagi orang-orang yang beriman. Karena tidaklah Allah Ta'ala menimpakan musibah kepada hamba-Nya yang beriman melainkan untuk menghapuskan dosa-dosanya. Rasulullah shallahu 'laihi wa sallam bersabda,

ما يصيب المسلم من نصب ولا وصب ولاهم ولاحزن ولاأذى ولاغم حتى الشوكة يشا كها، إلا كفر الله بها من خطاياه

"Tidaklah menipa seorang muslim pun sebuah keletihan, tidak pula kesakitan, tidak pula kedukaan, kesedihan, kepedihan, atau kepiluan, sampai sebuah duri yang menusuk pun melainkan Allah akan hapuskan dengannya sebagian dosa-dosanya."1

3. Sarana memperbanyak pahala

Di saat seorang mukmin mengetahui bahwa musibah itu dari Allah sebagai ujian dan sebagai penghapus dosa maka ia dengan mudah tabah, Sabar dan bahkan bersyukur kepada Allah atas musibahnya. Dengan sikap baiknya tersebut sorang mukmin bisa memperbanyak pahala.
Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam, bersabda:

عجبت من قضاءالله عزوجل للمؤمن إن أصابه خير حندربه وشكر وإن أصابته مصيبة احتسب وصبرالمؤمن يؤجرفيزكل شيءحتى فى اللقمة ير فعها إلى فى امرأته

"Saya heran atas ketentuan Allah Ta'ala atas seorang mukmin, jika dia mendapatkan kebaikan dia memuji Rabbnya dan bersyukur, dan jika ditimpa kemalangan ia berharap pahala (kepada Rabbnya) dan bersabar. Seorang mukmin akan diberi pahala atas seluruh (urusan)nya, sampai sesuap makanan yang dia angkat kemulut istrinya (pun berpahala)."2

Karenanya, sebagian ulama salaf berkata, "Andaikan tidak ada musibah di dunia, tentu kita akan datang kelak pada hari kiamat dalam keadaan merugi tanpa membawa pahala."3

4. Sarana mendapat ampunan, kesejahteraan dan hidayah.

Bagi orang beriman yang sabar menghadapi musibah, tabah dan berharap pahala dari Allah maka akan diberikan baginya shalawat(ampunan atas dosa-dosa), rahmat dan hidayah hidup menuju dunia akhirat yang sejahtera.

Tentunya masih banyak lagi hikmah yang baik di balik musibah, namun sekiranya hanya empat hal tersebut saja sudah cukup bagi seorang beriman sebagai bekal meraup kebaikan di balik musibah yang menimpanya.

Bagaimana seorang mukmin menyikapi musibah?

Dengan mengetahui berbagai hikmah yang baik di balik musibah, seorang mukmin akan menyikapi musibah dengan sikap yang paling baik pula. Karena musibah juga sebagai ujian agar diketahui siapa yang benar imannya dan siapa yang dusta imannya. Maka sikap seorang mukmin menghadapi musibah pun terwujud dalam bentuk ketegaran di dalam menghadapi ujian.

1. Sorang mukmin akan mengembalikan musibah kepada Allah

Dengan prinsip inilah seorang mukmin mampu tegar dan tetap istiqomah di atas imannya. Oleh karena Allah Ta'ala telah menyebutkan:

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."(al-Hadid: 22)

2. Menuju muhasabah (introspeksi diri)

Tidak mudah bagi seorang untuk melihat kesalahannya sendiri. Namun bagi orang beriman, musibah merupakan salah satu perkara yang mengantarkannya menuju muhasabah(introspeksi diri). Sehingga ia akan tahu bahwa Allah mendatangkan musibah semata-mata karena kesalahan dan dosanya, bukan kazaliman-Nya, karena DIA Ta'ala tidak berbuat zalim sedikitpun. Allah Ta'ala berfirman tentang ucapan Nabi Adam 'alaihissalam dan istrinya, Hawa radhiyallahu'anha yang beriman:

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi."(al-A'raf: 23)

Dia Ta'ala berfirman tentang Diri-Nya:

هَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا أَن تَأْتِيَهُمُ الْمَلَائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ أَمْرُ رَبِّكَ كَذَٰلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَٰكِن كَانُوا أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

"Tidak ada yang ditunggu-tunggu orang kafir selain dari datangnya para malaikat kepada mereka atau datangnya perintah Tuhanmu. Demikianlah yang telah diperbuat oleh orang-orang (kafir) sebelum mereka. Dan Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri,"(an-Nahl: 33)

Inilah yang menjadikan seorang mukmin tidak menuduh atau menyalahkan Allah Rabbul 'alamin dengan musibah apapun yang menimpa mereka.

3. Bertaubat dan beristighfar kepada Allah

Dengan kerendahan dirinya di hadapan Allah, yang senantiasa didurhakai dengan berbagai maksiat dan dosa, seorang yang beriman akan segera bertaubat dan beristighfar kepada-Nya, memohon ampunan dan meminta dihapuskan kesalahannya. Karena hal itu merupakan solusi terbaik agar dihindarkan dari musibah dan dianugerahi kesejahteraan hidup. Allah menyebutkan seruan Nabi Nuh 'alaihissalam kepada kaumnya:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا () يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا () وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا

"maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai."(Nuh: 10-12)

4. Berlindung dan bertawakal kepada Allah

Musibah pasti akan menimpa, sehingga seseorang hanya bisa berlindung kepada Allah dari buruknya musibah baginya, dan ia berserah diri  kepada-Nya semata. Yang demikian sebagai bentuk pengamalan firman Allah dalam surat at -Taubah ayat 51

قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal".

Berlindung dan bertawakal dengan menyerahkan segala urusan kepada Allah semata, diiringi berharap kebaikan dari musibah yang menimpa dengan melakukan amal shalih kepada -Nya. Begitulah bukti benarnya iman dan takutnya mukmin kepada Allah.

Orang-orang kafir berharap pengampunan dari Allah, akan tetapi mereka tetap berbuat jahat dan tidak mau taat. Inilah penipuan setan agar manusia  hanya merasa takut tapi tidak mau berusaha untuk menyelamatkan dirinya dari siksa Allah. Berbeda dengan orang mukmin, mereka berupaya untuk mengamalkan amalan shalih karena cintanya kepada Allah, karena takut siksa-Nya. Di antaranya, berupa ditimpakannya musibah. Juga karena berharap ampunan dan Rahmat-Nya. Semoga Allah Ta'ala memberikan taufiq kepada kita semua sehingga kita tetap istiqomah di atas iman dan sunnah meski musibah apapun yang terjadi pada diri kita....
Aamiin



Oleh:
Abu Ammar al-Ghoyami


Catatan:
--------

1. HR. Al-Bukhari: 5318 dan Muslim: 2572, dan ini lafazh al-Bukhari
2. HR. Ahmad: 1575 dihasankan oleh Syaikh Syua'ib al-Arnauth)
3. Al-Iman bil Qadha' wal Qadar, Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamud, hal. 106

Sumber:
Majalah "al-Mawaddah-majalah keluarga muslim" - Vol. 69 - Shafar 1435 H

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Bagaimana Menyikapi Musibah

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter