17 Agustus 2014

Batalkah Puasanya Orang Yang Suka menggunjing

Batalkah Puasanya Orang Yang Suka menggunjing?

Alkisah

Dikisahkan bahwa pada zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam ada dua orang wanita yang berpuasa, lalu ada yang menceritakan perihal keduanya kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Dia berkata: "Wahai Rasulullah, disini ada dua orang wanita yang berpuasa, keduanya hampir mati karena kehausan." Ternyata Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berpaling dan tidak menggubrisnya. Orang itu pun datang lagi kepada beliau dan kembali menceritakan kejadian tersebut. Dia berkata: "Wahai Rasulullah keduanya hampir mati." Maka Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Panggil keduanya." Akhirnya kedua wanita itu pun datang. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam meminta untuk diambilkan sebuah ember, lalu beliau bersabda: "Muntahlah." Maka salah satu dari keduanya pun muntah, ternyata dia memuntahkan air nanah bercampur darah sehingga memenuhi setengah ember. Lalu Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada wanita yang satunya lagi untuk muntah, dan dia pun memuntahkan nanah bercampur darah sehingga ember itu penuh, lalu beliau bersabda: "Kedua wanita ini berpuasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah namun malah berbuka dengan apa yang diharamkan oleh-Nya, keduanya duduk-duduk untuk makan daging manusia."1

Kemasyhuran Kisah

Kisah ini cukup masyhur dan banyak disampaikan oleh sebagian penceramah terutama saat bulan Ramadhan untuk memperingatkan kaum muslimin yang sedang berpuasa agar tidak melakukan perbuatan haram semacam menggunjing.

Derajat Kisah ini

Kisah ini Lemah. Syaikh al-Albani rahimahullah (Dalam Silsilah Ahadits Dho'ifah 519) menyebutkan:

إنّ هاتيْن صامتا عمّا أحلّ الله وأفْطرتا على ماحرّم الله عزّوجلّ عليْهما جلستْ إحْداهما إلى الْأخْرى فجعلتا تأْكلان لحوم النّاس


"Sesungguhnya kedua orang wanita ini berpuasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah namun berbuka dengan apa yang diharamkan oleh Allah atas keduanya. Salah seorang dari keduanya duduk pada yang lainnya lalu keduanya memakan daging manusia."

Kemudian beliau (Syaikh al-Albani) berkata: "Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (5/431) dari seseorang dari Ubaid maula Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berkata: -lalu rowi hadits ini menceritakan kejadian di  tas-. Sanad hadits ini lemah karena ada seorang rowi yang tidak disebutkan namanya. Al-Hafizh al-Iraqi (1/211) berkata: 'Dia orang yang tidak dikenal.' Hadits ini juga diriwayatkan oleh ath-Thoyalisi (1/188), Beliau berkata telah menceritakan kepada kami Robi' dari Yazid dari Anas.' Sanad ini sangat lemah. Robi' (yang dimaksud) ini adalah Robi' bin Shobih, dia seorang yang lemah. Sedangkan Yazid (yang dimaksud disini) adalah Yazid bin Aban ar-Ruqosyi, dia seorang yang matruk (haditsnya ditinggalkan)."

Faedah

Pertama:

Kendati diketahui bahwa hadits ini lemah, janganlah seorangpun beranggapan bahwa ghibah (menggunjing orang lain) saat puasa diperbolehkan. Pembahasan tentang lemahnya hadits ini sama sekali tidak menunjukkan hal itu. Akan tetapi, perlunya di bahas tentang kelemahan kisah ini hanya untuk menunjukkan bahwa kisah ini tidak boleh dinisbahkan kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.

Mengenai masalah ghibah, tidak ada seorang pun yang meragukan bahwa ghibah adalah haram baik pada saat puasa maupun tidak.
Ketika menafsirkan Surat al-Hujurot ayat 12, Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
"Ghibah haram menurut kesepakatan para ulama dan tidak ada perkecualian sedikitpun selain yang lebih kuat maslahatnya seperti untuk jarh dan ta'dil atau untuk sebuah nasihat."

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: "Para Ulama sepakat bahwa ghibah merupakan dosa besar."

Terlalu banyak dalil yang menunjukkan atas hal itu, diantaranya adalah surat al-Hujurot: 12 dan sabda  Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits berikut:

عنْ أنس رضي الله عنه قال قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم لمّ عرج بيْ مررْت بقوْم لهمْ أظْفارمنْ نحاس يخمشوْن وجوْههمْ وصدوْرهمْ فقلت منْ هؤلاءيا جبْريْل قال هؤلاءالّذيْن يأْكلوْن لحوْم النّاس ويقعوْن في أعْراضهمْ

"Dari Anas radhiyallahu'anhu beliau berkata: Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Pada saat di mi'rojkan saya melewati satu kaum yang memiliki kuku dari tembaga, mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka. Maka saya bertanya: 'Wahai Jibril, siapakah mereka itu?, Jibril menjawab:'Mereka adalah orang-orang yang makan daging manusia (berbuat ghibah-pent) dan mencela kehormatan orang lain.'"2

Di samping itu, orang yang melakukan ghibah saat berpuasa dikhawatirkan puasanya tidak akan berpahala.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

عنْ أبي هريْرة رضي الله عنه قال قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم؛ (منْ لمْ يدعْقوْل الزّور والعمل به فليس لله حا جة فيْ أنْ يدع طعامه وشرابه)

"Dari Abu Hurairoh radhiyallahu'anhu, beliau berkata: "Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ' Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan haram dan malah mengerjakannya, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.'"(al-Bukhari)

عنْ أبي هريْرة رضي الله عنه..أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال(الصّيام جنّة، فلا يرْفثْ ولا يجهل، وإن امْرؤ قا تله أوْ شا تمه فليقلْ إنّى صائم)

"Dari Abu Hurairoh radhiyallahu'anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Puasa adalah perisai, maka jangan berkata kotor, dan jangan berbuat kebodohan. Jika ada seseorang yang memerangimu atau mencelamu maka katakanlah: 'saya sedang puasa.'"(Bukhari dan Muslim)

Kedua:

Apakah ghibah membatalkan puasa atau tidak?

Jawabannya, ghibah dan perbuatan haram lainnya tidak membatalkan hakikat puasa. Hanya, perbuatan haram tersebut bisa membatalkan atau mengurangi pahala puasa, sebagaimana keterangan di atas.

Sementara itu, Ibnu Hazm rahimahullah menganggap bahwa semua perbuatan haram tersebut bisa membatalkan puasa seseorang. Beliau berkata (al-Muhalla no. 734): "Puasa juga bisa batal dengan menyengaja berbuat maksiat, apa pun perbuatan maksiat tersebut tanpa ada satu pun yang terkecuali, jika dia melakukannya sengaja dan ingat kalau sedang puasa. Seperti menyentuh atau mencium selain istrinya, atau berdusta, ghibah, namimah (mengadu domba), sengaja meninggalkan shalat, berbuat dzalim (aniaya), atau perbuatan haram lainnya."

Namun, yang benar -Insyaa Allah- adalah pendapat mayoritas ulama yang mengatakan bahwa ghibah tidaklah membatalkan puasa.
Allahu A'lam



Oleh:
Ustadz. Ahmad Sabiq Bin Abdul Lathif Abu Yusuf حفظه الله


Catatan:

1. Maksud lafazh "berpuasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah " adalah keduanya menahan diri dari makan makanan yang halal, karena puasa keduanya saat itu adalah puasa sunnah, sedangkan makna "dan berbuka dengan yang di haramkan oleh Allah "adalah bahwa saat keduanya berpuasa, keduanya berbuat ghibah (menggunjing orang lain) sedangkan pelaku ghibah itu sama saja dengan memakan daging bangkai manusia. Sebagaimana tersebut dalam surat al-Hujurot ayat 12.
2. HR. Abu Dawud: 4878, lihat Shohih Targhib: 2839


Sumber:
Majalah "al-Furqon _ Menebar Dakwah Salafiyah Ahlussunnah Wal Jama'ah " Edisi 10 tahun kedelapan | Jumadal Ula 1430 H

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Batalkah Puasanya Orang Yang Suka menggunjing

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter