14 Juni 2014

Ridha Dan Yakin Pilihan Allah Ta'ala Yang Terbaik

Bismillah

RIDHA DAN YAKIN PILIHAN ALLAH TA'ALA YANG TERBAIK


Imam adz-Dzahabi dalam kitab Siyar A'lam an-Nubala' 3/262 dan Ibnu Katsir dalam kitab al-Bidayah wan Nihayah 8/39, menukil dalam biografi sahabat yang mulia dan cucu kesayangan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu, bahwa pernah disampaikan kepada beliau tentang ucapan sahabat Abu Dzar radhiyallahu'anhu, "kemiskinan lebih aku sukai daripada kekayaan dan (kondisi) sakit lebih aku sukai daripada (kondisi)sehat." Maka al-Hasan bin Ali berkata, "semoga Allah merahmati Abu Dzar, adapun yang aku katakan adalah,"Barangsiapa yang bersandar kepada baiknya pilihan Allah untuknya, maka dia tidak akan mengangan-angankan sesuatu (selain keadaan yang telah Allah Ta'ala pilihkan untuknya).
Inilah batasan(sikap) selalu ridha (menerima)segala ketentuan takdir (Allah Ta'ala) dalam semua keadaan(yang Allah) berlakukan (bagi hamba-Nya).'"

Atsar(Riwayat)sahabat al-Hasan di atas menggambarkan akan tingginya pemahaman Islam para sahabat dan keutamaan mereka dalam semua segi kebaikan dalam Agama(sebagaimana keterangan imam Ibnul Qayyim dalam kitab al-Fawa'id hal. 141).

Dalam atsar ini sahabat Abu Dzar radhiyallahu'anhu menjaskan bahwa kondisi susah(miskin dan sakit) lebih baik bagi seorang hamba daripada kondisi senang(kaya dan sehat).
Karena biasanya seorang hamba lebih mudah bersabar menghadapi kesusahan daripada bersabar untuk tidak melanggar perintah Allah Ta'ala dalam keadaan senang dan lapang, sebagaimana yang diisyaratkan dalam sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam,

"Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku takutkan (akan merusak agama) kalian, akan tetapi yang aku takutkan bagi kalian, adalah jika(perhiasan) dunia dibentangkan (dijadikan berlimpah) bagi kalian sebagaimana (perhiasan) dunia dibentangkan bagi umat (terdahulu) sebelum kalian, maka Kalian pun berambisi dan berlomba-lomba mengejar dunia sebagaimana mereka berambisi dan berlomba-lomba mengejarnya, sehingga(akibatnya) dunia itu membinasakan kalian sebagaimana dunia membinasakan mereka."(HR. Bukhari no.2988 dan Muslim no. 2961).

Akan tetapi, dalam Atsar ini, Cucu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, al-Hasan bin Ali mengomentari ucapan Abu Dzar di atas dengan pemahaman agama yang lebih tinggi dan merupakan konsekuensi suatu kedudukan yang sangat agung dalam Islam.
Yaitu ridha kepada Allah Ta'ala sebagai Rabb(pencipta, pengatur, pelindung, dan penguasa bagi alam semesta), yang berarti ridha juga kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan takdir dan pilihan-Nya, serta kepada apa saja yang diberikan dan yang tidak diberikan oleh-Nya.
(Kitab Fiqhul Asma'il Husna hal. 81)

Sikap ini merupakan ciri utama orang yang akan meraih manisnya dan sempurna nya iman, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam,
"Akan merasakan kelezatan (manisnya)iman, orang yang ridha dengan Allah Ta'ala sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta(Nabi) Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam sebagai Rasulnya."(HR. Muslim no.34)

Memetik Pelajaran Berharga Dari Atsar Di Atas

Beberapa pelajaran barharga yang dapat kita petik dari kisah di atas:

• Bersandar dan berserah diri kepada Allah Ta'ala adalah sebaik-baik usaha untuk mendapatkan kebaikan dan kecukupan dari-Nya.(Bada'i al-Fawa'id 2/766)
Allah Ta'ala sendiri telah menjanjikan hal itu dalam surat ath-Thalaq ayat 3. Allah akan mencukupi orang yang senantiasa bertawakal kepada-Nya.

• Ridha dengan segala ketentuan dan pilihan Allah Ta'ala bagi hamba-Nya adalah termasuk bersangka baik kepada-Nya, dan ini merupakan sebab utama Allah Ta'ala akan selalu melimpahkan kebaikan dan keutamaan bagi hamba-Nya.  Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Ta'ala berfirman,  "Aku(akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan perasangkaannya kepadaKu."(HR. Bukhari no. 7966 dan Muslim no. 2675)

Makna hadits ini, Allah akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan prasangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat terhadap hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut. Maka hendaknya hamba  tersebut selalu menjadikan baik perasangkaan dan harapannya kepada Allah Ta'ala.  (Dalam kitab Faidhul Qodi' 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi 7/53)

• Takdir yang Allah Ta'ala berikan bagi hamba-Nya, baik berupa kemiskinan atau kekayaan, sehat atau sakit, kegagalan dalam usaha atau keberhasilan, dan sebagainya , wajib diyakini bahwa itu semua adalah yang terbaik bagi hamba tersebut, karena Allah Ta'ala Maha Mengetahui bahwa di antara hamba-Nya ada yang aka  semakin baik agamanya jika dia diberikan kemiskinan, sementara yang lain semakin baik bila diuji dengan kekayaan, dan demikian seterusnya. (Sebagaimana keterangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab 'Uddatush Shabirin hal.149-150)

• Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi rahimahullah berkata, "Dunia(harta) tidaklah dilarang(dicela) pada zatnya(asalnya), tapi dicela karena(dikhawatirkan)harta itu akan menghalangi (manusia) untuk mencapai(ridha) Allah Ta'ala.
Sebagaimana kemiskina, tidaklah dituntut(dipuji) pada zatnya, tapi karena kemiskinan itu(umumnya) tidak menghalangi dan menyibukkan(manusia) dari(beribadah kepada) Allah.
Berapa banyak orang kaya yang kekayaannya tidak menyibukkan dari(beribadag kepada) Allah Ta'ala, sebagaimana Nabi Sulaiman 'alaihissalam, demikian pula sahabat  Utsman bin Affan dan Abdurrohman bin 'Auf radhiyallahu'anhuma...?!
Dan berapa banyak orang miskin yang kemiskinannya (justru) melalaikannya dari beribadah kepada Allah serta memalingkannya dari kecintaan serta kedekatan kepada-Nya. ..."(kitab al-Aadab asy-Syar'iyyah 3/469)

• Orang yang paling mulia di sisi Allah Ta'ala adalah orang yang mampu memanfaatkan keadaan apa pun yang telah Allah Ta'ala pilihkan baginya untuk meraih takwa dan kedekatan di sisi-Nya.
Maka jika diberi kekayaan dia bersyukur dan jika diberi kemiskinan dia bersabar.
Saudaraku, maka perhatikanlah sebagaimana Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda seperti beikut:

"Alangkah mengagumkannya keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya(membawa) kebaikan (untuk dirinya). Dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya."(HR. Muslim no.2999)

Wallahu Ta'ala A'lam



Oleh:
Ustadz. Abdullah Taslim al-Buthoni, MA.

Sumber: 
Majalah Al-Mawaddah vol. 72 - Jumadal Ula 1435 H,  hlm.33-34


Disalin oleh:
Radinal Maasy bin Abdullah

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ridha Dan Yakin Pilihan Allah Ta'ala Yang Terbaik

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter