26 Februari 2016

Jalan Keselamatan

JALAN KESELAMATAN

Segala puji hanyalah milik Allah yang telah mencukupi, dan semoga keselamatan 
senantiasa terlimpahkan kepada hamba-hamba-Nya yang terpilih. Amma Ba’d :


Saudaraku se-Islam, jika Anda menginginkan kemuliaan di dunia dan di akhirat, maka berpeganglah dengan kebenaran yang nyata, yang berasal dari Kitabullah al-Qur’an dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, serta jalannya orang-orang yang beriman. 

Allah Ta’ala berfirman :

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ المُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Barangsiapa yang menentang Rasulullah setelah jelas baginya petunjuk, dan dia lebih memilih bukan
 jalannya orang yang beriman, niscaya kami palingkan ia ke arah ia berpaling dan kami hempaskan ia ke dalam jahanam, sejelek-jelek tempat kembali


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

"خير الناس قرني ، ثم الذين يلونهم ، ثم الذين يلونهم ، ثم يفشو بعد ذلك الكذب..."

Sebaik-baik generasi adalah zamanku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya kemudian akan muncul setelahnya kedustaan
(Muttafaq ‘alaihi wa Sallam)

Maka untuk itulah, kami mengajak saudara-saudara kami kaum muslimin untuk melakukan hal berikut ini :

PERTAMA: Mengembalikan segala urusan baik agama dan akhirat kepada al-Qur’an dan as-Sunnah berlandaskan pemahaman as-Salaf ash-Shalih, berdasarkan ayat sebelumnya tadi yang menerangkan bahwa batasan kesuksesan hanya berasal dari segala hal yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan mengikuti jalannya orang-orang yang beriman, dan barangsiapa yang menyeleweng darinya, maka akan diselewengkan ke dalam neraka.

KEDUA: Mengikuti ayat-ayat yang “muhkam” (tegas dan pasti penunjukannya) dan hadits-hadits yang valid (terbukti) berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam serta menjauhi hadits-hadits yang palsu, lemah, mungkar dan dha’if, karena sesungguhnya yang demikian ini bukanlah bagian dari agama kita.

Barangsiapa yang meriwayatkan suatu hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sedangkan dia tahu bahwa hadits tersebut dusta, maka dia termasuk diantara dua pendusta. Di dalam hadits Nabi dikatakan :


"من كذب عليَّ متعمِّدًا ؛ فليتبوّأ مقعده من النار"

Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka persiapkan tempat duduknya di atas 
neraka
(Muttafaq ‘alaihi)

KETIGA: Menghormati dan mencintai para sahabat, semoga Allah meridhai mereka, serta memuji dan ridha terhadap mereka. Karena, merekalah yang menolong Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, memerangi orang yang beliau perangi, menyelamatkan orang yang beliau selamatkan dan berhijrah meninggalkan kampung halaman mereka untuk agama ini. 

Mereka sudi mengemban beban kesulitan di dalam menyampaikan dan menyebarkan Islam. Setiap orang yang mengetahui kebenaran setelah masa mereka, maka lantaran keberkahan upaya dan jihad para sahabat. Keutamaan mereka begitu berlimpahnya, dan kedudukan mereka betapa terkenalnya. Maka, mencintai mereka adalah termasuk tanda keimanan. 

Yang paling mulia dari para sahabat adalah para khalifah rasyidin yang empat, kemudian sepuluh orang yang diberi kabar gembira masuk ke dalam surga, dst. Karena itu, siapa saja yang mencerca, mendiskreditkan dan menyebutkan keburukan mereka dengan maksud untuk membangkitkan kebencian terhadap mereka, maka mereka tidaklah berada di atas manhaj yang benar, tidak pula termasuk orang-orang yang mengikuti para sahabat dengan lebih baik, dan tidak pula termasuk golongan yang Allâh puji mereka di dalam firman-Nya :


وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Dan orang-orang yang datang setelah mereka, mereka mengatakan : Wahai Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam keimanan. Janganlah Engkau jadikan adanya kebencian di dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

KEEMPAT: Menghormati dan mencintai orang-orang shalih dari kalangan ahli bait Nabi, serta memuji dan meridhai para sahabat dari kalangan mereka. Selain itu juga menyebarkan kedudukan mereka dan membela mereka. Tidaklah ada yang menyelisihi hal ini melainkan dari kalangan Nawashib (pembenci ahli bait Nabi) ahli bid’ah.
Ketahuilah, bahwa orang yang shalih dari kalangan ahli bait itu memiliki dua hak, yaitu 
1. Hak Islam, dan 
2. Hak kekerabatan (dengan Nabi). 

Karena itu, Anda tidak boleh meremehkan hak mereka apabila Anda memang mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Bukan artinya Anda harus berlebihan di dalam mencintainya, atau memposisikannya seperti Nabi yang terbebas (ma’shum) dari kesalahan, ataupun memposisikannya seperti tuhan yang mengetahui hal-hal tersembunyi dan tidak tampak.

Adapun jika dia (keturunan Ahli Bait) tersebut adalah orang yang memotong sholat, atau memotong jalan (ilmu), atau seorang penipu, atau orang yang melalaikan kewajiban-kewajiban agama dan gemar berbuat keharaman, maka kita tidak boleh mencintainya jika ia memang demikian. Namun, kita tetap mendoakan baginya agar diberi hidayah sebagaimana kita mendoakan setiap muslim mana saja yang berbuat maksiat. Adapun orang yang mengumpulkan antara amal Shalih dan nasab yang baik (yaitu keturunan ahli bait), maka dia adalah cahaya di cahaya.

Ketahuilah, bahwa sahabat dan kerabat (ahli bait) itu adalah dua golongan yang berada dalam satu parit di dalam melakukan pembelaan terhadap Islam. Mereka saling menikah dan saling memberikan nama satu dengan lainnya, lantaran besarnya rasa cinta diantara mereka. Darah-darah mereka pun sama-sama tertumpah di dalam peperangan di bawah bendera Islam.

Setiap individu dari mereka memiliki hak dan keutamaan, yang tidak boleh ada seorangpun yang merendahkannya. Begitu pula tidak boleh bersikap ghulû (berlebihan) terhadapnya.
Karena itu wahai hamba Allah, carilah keselamatan dan keuntungan dengan cara mencintai mereka semua dan meridhai mereka. Hendaknya generasi yang datang belakangan mendoakan rahmat atas mereka dan mendoakan ampunan (maghfirah) kepada yang bersalah diantara mereka. 

Ketahuilah, Allah telah menjaga tangan Anda dari turut serta di dalam fitnah, karena itu jagalah lisan Anda dari mencelupkan diri memperbincangkan mereka kecuali yang baik.


KELIMA: Menghormati para ulama dan mengapresiasi upaya mereka di dalam berkhidmah bagi agama dan menolong kebenaran. Serta tidak memperhatikan terhadap pencemaran nama baik para ulama yang dilakukan oleh musuh-musuh mereka, karena sejatinya mereka bermaksud untuk mematikan ilmu yang diemban oleh para ulama dan menjauhkan manusia dari mereka, sehingga manusia akan menjadi korban pemikiran berbahaya dan merusak.

KEENAM: Waspada dari sektarianisme (hizbiyah) yang sempit dan loyalitas yang terdistorsi. Jadikanlah rasa cinta dan benci Anda di jalan Allah dan senantiasalah Anda bersama dengan kebenaran di manapun ia berada. Terimalah kebenaran darimanapun datangnya, walaupun berasal dari seorang musuh sekalipun. Waspadalah dari kebatilan walaupun berasal dari sahabat dekatmu, karena kebenaran adalah lebih bernilai daripada dirinya.

Bantulah orang yang benar (shohibul haq) walaupun dia berada di kelompok yang tidak Anda senangi, dan sebaliknya, jangan membantu orang yang salah (shohibul bathil) walaupun dia berasal dari kelompok yang Anda ridhai, karena kebenaran itu lebih berhak untuk diikuti.


KETUJUH: Hendaknya Anda menjadi orang yang berupaya untuk mempersatukan ahlus Sunnah di atas kebenaran, dan tidak memecah belah mereka baik dengan label nama-nama, julukan dan slogan-slogan tertentu. Karena yang menjadi standar patokan adalah realita keadaannya.

Jadikanlah perkara agama yang sudah baku, prinsip-prinsip (ushul)-nya dan status hukumnya yang telah disepakati (ijma’) sebagai landasan loyalitas (wala’) Anda. Adapun permasalahan ijtihadiyah atau khilafiyah, maka janganlah Anda jadikan sebagai sebab perpecahan dengan saudara-saudara Anda. Akan tetapi hendaknya Anda nasehati mereka dengan ilmu, sikap santun, kelemahlembutan dan kedewasaan di dalam melihat keadaan dan dampaknya.


KEDELAPAN: Waspadalah dari perbuatan syirik besar, seperti berdoa kepada selain Allah (meminta hal) yang tidak mampu dipenuhi kecuali oleh Allah. Atau meyaini bahwa orang mati dapat memberikan manfaat dan madharat, sehingga menyebabkan Anda beribadah kepada mereka baik dengan nadzar maupun ibadah lainnya. Atau meyakini sihir dan cenayang bahwa mereka mengatahui hal yang ghaib. Atau mengolok-olok syariat Allah di dalam hukum terhadap sesama manusia, atau terhadap syiar-syiar agama apapun bentuknya.

Jauhilah bid’ah dan hawa nafsu yang menyesatkan, diantaranya adalah mencela para sahabat yang mulia. Barangsiapa mencela sahabat, maka sungguh ia telah merendahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang mencintai mereka, yang menjalin kedekatan dan memuji mereka, hingga beliau wafat sedangkan beliau tetap ridha dengan mereka. Bahkan, barangsiapa yang mencela sahabat, maka dia telah menolak hukum Allan yang mengatakan :

رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ


“Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah”

Bagaimana mungkin,Allah bisa ridha terhadap orang yang telah berlalu dengan ilmu-Nya (pengetahuan ketuhanan-Nya), bahwa mereka (para sahabat) ini akan meninggal dalam keadaan kafir dan berkhianat?! [seperti tuduhan kaum Syiah yang sejatinya mendustakan al-Qur’an dan ilmu Allah, pent].

KESEMBILAN: Berhati-hatilah terhadap sikap ghulu (ekstrim) dan sikap jafa (terlalu longgar), atau sikap ifrath (berlebih-lebihan) dan sikap tafrith (bermudah-mudahan). Berpeganglah dengan manhaj “al-Wasathiyah wal I’tidal” (pertengahan dan moderat).


KESEPULUH: Waspadalah dari fanatisme dan sentimen kesukuan (kabilah), serta dari berhukum dengan selain hukum Allah. Jadilah Anda orang yang melakukan perbaikan (ishlah) di dalam suku dan masyarakat Anda. Apabila mereka berada di atas kebaikan maka dukunglah mereka, dan apabila mereka berada di atas kejelekan maka nasehatilah mereka. Janganlah Anda meninggalkan mereka di dalam segala hal, dan jangan pula mengikuti mereka di dalam segala hal, kecuali yang bersesuaian dengan kebenaran.

KESEBELAS: Menghormati orang-orang berpengaruh (senior), tokoh-tokoh dan orang-orang tua (masyaikh) mereka. Karena sesungguhnya, menempatkan seseorang sesuai dengan kedudukannya adalah bagian dari keimanan. Berpeganglah dengan akhlak yang mulia, seperti murah hati, dermawan, pemberani, penolong, membantu orang yang teraniaya, berkata benar walau pahit,sabar terhadap gangguan, pemaaf, membalas kebaikan dengan kebaikan yang semisal atau lebih, dan akhlak-akhlak terpuji lainnya. Jadikanlah kesemua hal ini adalah untuk Allah Ta’ala, dan jauhi perbuatan riya' (ingin dilihat) dan sum’ah (ingin didengar).

KEDUA BELAS: Antusias di dalam menuntut ilmu yang bermanfaat, beramal shalih, berdzikir secara rutin, melaksanakan sholat jama’ah dan sholat Sunnah, serta membaca al-Qur’an. 
Jadilah Anda orang yang banyak mengingat (berdzikir) kepada Allah. Jagalah lisan Anda dari ghîbah (menggunjing) dan namimah (mengadu domba) dan peliharalah anggota tubuh Anda dari perbuatan yang diharamkan oleh Allah.


Semoga sholawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabat beliau.

وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين .


Ditulis oleh : Abul Hasan Musthofa bin Isma’il as-Sulaimani
[Pendiri Ma’had Darul Hadits di Ma’rib, Yaman, semoga Allah menjaganya]

Sumber : [https://www.facebook.com/abouelhassansulaymani]
Dialihbahasakan oleh Abu Salma Muhammad
Redaksi Arab dikirim oleh guru kami, al-Ustadz Mubarak Bamu’allim di grup Multaqo ad-Du’at ilallah.
Dishare ke Grup Al-Wasathiyah wal I'tidal 
[https://telegram.me/abusalmamuhammad

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Jalan Keselamatan

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter