20 Mei 2013

Kontrofersi Shalawat Nariyah

بســـــــــــــــم الله الرحمن الرحيـــــــــــــــم



SHALAWAT NARIYAH



Masyarakat kita dikenal dengan kekeratifannya dalam membuat shalawat, mulai dari bacaannya, aturan-aturan dalam membaca sampai melagukan bacaan tersebut, mereka juga kreatif dalam menentukan berbagai jenis shalawat tersebut, dari sisi jumlah bacaan, waktu pembacaan, hingga fadhilah (keutamaan) yang akan diraih oleh pembacanya. Seakan-akan itu semua ada landasannya dari syariat.

Di kalangan kaum Muslimin Indonesia, amat banyak teks shalawat yang tersebar. Seperti, shalawat Munjiyât, shalawat Thibbul Qulûb,shalawat Fâtih,  shalawat Wahidiyyah. Tidak hanya mencukupkan diri dengan teks shalawat yang dikarang kalangan klasik, mereka juga mengandalkan redaksi-redaksi yang diciptakan kalangan kontemporer. Contohnya, shalawat Wahidiyyah yang dibuat pada tahun 1963 oleh salah satu penduduk Kedunglo Bandar Lor Kediri, KH. Abdul Majid Ma'rûf.

Shalawat Nâriyyah merupakan salah satu shalawat yang paling masyhur di antara shalawat-shalawat bentukan manusia. Orang-orang berlomba untuk mengamalkannya, baik dengan mengetahui maknanya, maupun tidak memahami kandungannya. Bahkan justru barangkali orang jenis kedua ini yang lebih dominan. Banyak orang serta merta mengamalkannya hanya karena diperintah tokoh panutannya, kerabat dan teman, atau tergiur dengan "fadhilah" tanpa merasa perlu untuk meneliti keabsahan shalawat tersebut, juga kandungan makna yang terkandung di dalamnya.


Pengertian Syirik


Untuk menilai sesuatu amalan mengandung kesyirikan atau tidaknya, terlebih dahulu kami sampaikan pengertian syirik.

Secara bahasa syirik artinya menduakan atau menggolongkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Sedangkan secara istilah, ada beberapa pengertian yang disampaikan oleh para ulama. Definisi yang paling bagus adalah definisi yang dibawakan oleh syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim dalam catatan beliau untuk kitab tauhid, beliau memberi keterangan bahwa

تسوية غير الله بالله في شيء من خصائص الله

“Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang menjadi sifat khusus bagi Allah.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menceritakan teriakan orang musyrik ketika di akhirat:

تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ ( ) إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ

“Demi Allah, sesungguhnya kami dulu (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata. Karena kami mempersekutukan kalian (para sesembahan selain Allah) dengan Rab semesta alam.” (QS. As-Syu’ara: 97 – 98)

Ketika ada makhluk yang derajatnya diangkat tinggi-tinggi, sehingga berada pada derajat yang setara dengan Allah, itulah syirik.

Ketika ada makhluk yang dianggap mampu mengabulkan doa atau mampu menghilangkan bencana, atau mampu mewujudkan keinginan, atau memiliki kemampuan lainnya yang hanya dimiliki oleh Allah maka itulah syirik.

Karena yang memiliki kemampuan semua ini hanya Allah. Artinya sifat ini adalah sifat khusus bagi Allah yang tidak dimiliki oleh makhluk.

Barangsiapa yang memberikan sifat-sifat ini kepada selain Allah, siapa pun orangnya, maka dia berarti telah merampas hak khusus Allah. Itu sebabnya, syirik merupakan tindakan kezhaliman yang paling besar, karena syirik telah merampas hak Dzat Yang Maha Besar, yaitu Allah Ta’ala. Allah berfirman, menceritakan nasihat Luqman:

يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Wahai anakku, jangan menyekutukan Allah. Karena menyekutukan Allah (syirik) adalah kezaliman yang besar.” (QS. Al-Isra: 13)

Termasuk musibah besar yang menimpa kaum muslimin, Mereka melakukan perbuatan yang mendatangkan murka Allah namun Mereka merasa sedang mendapatkan pahala dari Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا , الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

“Katakanlah (wahai Muhammad): Apakah telah kami sampaikan kepada kalian tentang orang yang paling rugi perbuatannya? Mereka itulah orang-orang yang sesat amal perbuatan mereka di dunia sementara mereka bahwa diri mereka sedang berbuat kebaikan.” (QS. Al Kahfi: 103-104)


الشرك في هذه الأمة أخفى من دبيب النمل

“Sesungguhnya syirik pada umat ini (umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) lebih samar dari pada jejak semut.” (disebutkan oleh Syaikhul Islam dalam kitab Al-Iman dan dinilai shahih oleh Al-Albani).


Kontropersi Shalawat Nariyah


Shalawat ini diberi nama dengan nama yang sangat aneh yaitu shalawat naariyah (النارية). kata naariyah merupakan pecahan dari kata naar (النار) yang artinya api.

Shalawat jenis ini banyak tersebar dan diamalkan di kalangan kaum muslimin. Bahkan ada yang menuliskan lafadznya di sebagian dinding masjid. Mereka berkeyakinan, siapa yang membacanya 4444 kali, hajatnya akan terpenuhi atau akan dihilangkan kesulitan yang dialaminya.

Seperti yang di klaim oleh kaum sufi,Mereka kaum Sufi meyakini bahwa Shalawat Nariyah memiliki faedah yakni:

“…Jika mendapat kesusahan karena kehilangan barang, hendaknya membaca sholawat ini sebanyak 4444 kali. Insya Allah barang yang hilang akan cepat kembali. Jika barang tersebut dicuri orang dan tidak dikembalikan, maka pencuri tersebut akan mengalami musibah dengan kehendak Allah swt. Setelah membaca Sholawat ini hendaknya membaca do’a sebagai berikut (boleh dibaca dengan bahasa Indonesia): “ Ya Allah, dengan berkah Sholawat Nariyah ini, saya mohon Engkau kembalikan barang saya”. Doa ini dibaca 11 kali dengan hati yang penuh harap dan sungguh-sungguh..”


Berikut ini adalah bunyi shalawat tersebut:


اللهم صل صلاة كاملة وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذي تنحل به العقد وتنفرج به الكرب وتقضى به الحوائج وتنال به الرغائب وحسن الخواتيم ويستسقى الغمام بوجهه الكريم وعلى آله وصحبه عدد كل معلوم لك

Allahumma sholli sholaatan kaamilatan Wa sallim salaaman taaman ‘ala sayyidinaa Muhammadin Alladzi tanhallu bihil ‘uqadu, wa tanfariju bihil kurabu, wa tuqdhaa bihil hawaa’iju Wa tunaalu bihir raghaa’ibu wa husnul khawaatimi wa yustasqal ghomaamu bi wajhihil kariimi, wa ‘alaa aalihi, wa shahbihi ‘adada kulli ma’luumin laka

Artinya:

“Ya Allah, limpahkanlah pujian yang sempurna dan juga keselamatan sepenuhnya, Kepada pemimpin kami Muhammad, Yang dengan sebab beliau ikatan-ikatan (di dalam hati) menjadi terurai, Berkat beliau berbagai kesulitan menjadi lenyap, Berbagai kebutuhan menjadi terpenuhi, Dan dengan sebab pertolongan beliau pula segala harapan tercapai, Begitu pula akhir hidup yang baik didapatkan, Berbagai gundah gulana akan dimintakan pertolongan dan jalan keluar dengan perantara wajahnya yang mulia, Semoga keselamatan juga tercurah kepada keluarganya, dan semua sahabatnya sebanyak orang yang Engkau ketahui jumlahnya.”


Yang menjadi pokok permasalahan dari shalawat ini terletak pada kalimat berikut :

تـُــنْحَلُ بِهِ العُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الحَوَائِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ

Rincian:

(تنحل به العقد)

Segala ikatan dan kesulitan bisa lepas karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

(وتنفرج به الكرب)

Segala bencana bisa tersingkap dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

(وتقضى به الحوائج)

Segala kebutuhan bisa terkabulkan karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

(و تنال به الرغائب)

Segala keinginan bisa didapatkan dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

Empat kalimat di atas merupakan pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika kita perhatikan, empat kemampuan di atas merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh Allah dan tidak dimiliki oleh makhluk-Nya siapa pun orangnya,Seorang Nabi atau bahkan para malaikat tidak memiliki kemampuan dalam hal ini. . Karena yang bisa menghilangkan kesulitan, menghilangkan bencana, memenuhi kebutuhan, dan mengabulkan keinginan serta doa hanyalah Allah.

Oleh karena itu, ketika pujian-pujian ini ditujukan kepada selain Allah (termasuk kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) maka berarti telah menyamakan makhluk tersebut dengan Allah dalam perkara yang menjadi hak khusus bagi Allah.

Bagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bisa melakukan semua itu, yang keseluruhan perbuatan itu hanya menjadi kekhususan bagi Allah rabbul 'alamin.
Perhatikanlah pengakuan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam yang di perintahkan oleh perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.Artinya, beliau sama sekali tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan. Beliau sama sekali tidak memiliki kemampuan sebagaimana yang dimiliki Allah, seperti mengabulkan doa atau menghilangkan bencana.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا

“Katakanlah (wahai Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam): Aku tidak memiliki kemampuan untuk menghindarkan kalian dari bahaya dan tidak pula mampu memberi kebaikan pada kalian.” (QS. Al-Jin: 21)

Dalam ayat yang lain, Allah juga menegaskan:

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Katakanlah (wahai Muhammad), aku tidak mampu memberikan manfaat maupun menimpakan bahaya untuk diriku, selain apa yang dikehendaki Allah. Andaikan aku tahu hal yang gaib, tentu aku akan memperbanyak untuk mendapatkan kebaikan dan tidak mungkin ada bencana yang menimpaku. Aku hanyalah pemberi peringatan dan pemberi kabar gembira bagi kaum yang beriman.” (QS. Al-A’raf: 188)


Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim berdo’a kepada selain Allah untuk menghilangkan kesedihannya atau menyembuhkan penyakitnya, walaupun yang diminta itu seorang malaikat yang dekat ataukah nabi yang diutus, Karena sesungguhnya aqidah tauhid yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu laiahi wasallam, mengharuskan setiap muslim untuk berkeyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya yang melepaskan ikatan (kesusahan), membebaskan dari kesulitan, yang menunaikan hajat, dan memberikan manusia apa yang mereka minta.

Disebutkan dalam berbagai ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan haramnya meminta pertolongan, berdo’a, dan semacamnya dari berbagai jenis ibadah kepada selain Allah Azza wajalla. Firman Allah:

قُلِ ادْعُوا الَّذِيْنَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُوْنِهِ فَلاَ يَمْلِكُوْنَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلاَ تَحِْويْلاً

“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula memindahkannya.” (Al-Isra: 56)
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan segolongan kaum yang berdo’a kepada Al Masih ‘Isa, atau malaikat, ataukah sosok-sosok yang shalih dari kalangan jin. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/47-48)

Tidak kah kita perhatikan Al-Qur'an kalamullah,, Bahwa Allah telah mengingkari bagi mereka yang meminta dan berdoa kepada selain Allah.
Perhatikanlah Firman Allah subhanahu wa ta'ala berikut ini,


أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

Siapakah yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang melenyapkan kesusahan serta yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi? Adakah tuhan selain Allâh ? Amat sedikit kalian mengingat-Nya ! [an-Naml/27:62]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla mengingatkan bahwa hanya Dia-lah yang diseru saat terjadi kesusahan, dan Dia pula yang diharapkan pertolongan-Nya saat musibah melanda. Demikian keterangan yang disampaikan Imam Ibnu Katsir. [ Tafsîr Ibn Katsîr (6/203) ]

Firman Allâh Azza wa Jalla berikut :

قُلْ مَنْ يُنَجِّيكُمْ مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ أَنْجَانَا مِنْ هَٰذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ ﴿٦٣﴾ قُلِ اللَّهُ يُنَجِّيكُمْ مِنْهَا وَمِنْ كُلِّ كَرْبٍ ثُمَّ أَنْتُمْ تُشْرِكُونَ

Katakanlah, "Siapakah yang dapat menyelamatkan kalian dari bencana di darat dan di laut, yang kalian berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dan suara yang lembut (dengan mengatakan), 'Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami akan menjadi orang-orang yang bersyukur'. Katakan, "Allâhlah yang menyelamatkan kalian dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan. Lantas mengapa kalian kembali mempersekutukan-Nya?!". [al-An'âm/6: 63-64]

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ

Apapun nikmat yang ada dalam diri kalian, maka dari Allâh-lah (datangnya). Dan bila kalian ditimpa marabahaya, maka hanya kepada-Nya-lah (seharusnya) kalian meminta pertolongan [an-Nahl/16:53]


Firman Allâh Azza wa Jalla berikut :

قُلْ مَنْ يُنَجِّيكُمْ مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ أَنْجَانَا مِنْ هَٰذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ ﴿٦٣﴾ قُلِ اللَّهُ يُنَجِّيكُمْ مِنْهَا وَمِنْ كُلِّ كَرْبٍ ثُمَّ أَنْتُمْ تُشْرِكُونَ

Katakanlah, "Siapakah yang dapat menyelamatkan kalian dari bencana di darat dan di laut, yang kalian berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dan suara yang lembut (dengan mengatakan), 'Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami akan menjadi orang-orang yang bersyukur'. Katakan, "Allâhlah yang menyelamatkan kalian dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan. Lantas mengapa kalian kembali mempersekutukan-Nya?!". [al-An'âm/6: 63-64]

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ

Apapun nikmat yang ada dalam diri kalian, maka dari Allâh-lah (datangnya). Dan bila kalian ditimpa marabahaya, maka hanya kepada-Nya-lah (seharusnya) kalian meminta pertolongan [an-Nahl/16:53]


Bahkan Rasulullah pernah mengingatkan putri Beliau shalallahu alaihi wa sallam,
“Wahai Fatimah, lakukanlah apa yang kamu inginkan, (namun ingat) saya tidak mampu melindungimu dari (adzab) Allah sedikit pun.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Ini adalah bukti bahwa Beliau tidak mampu melakukan apa-apa yang menjadi kekhususan bagi Allah subhanahu wa ta'ala, jika semasa hidupnya belaiu tidak mampu melakukan hal tersebut, apa lagi setelah belau shalallahu alaihi wa sallam wafat.

Seperti yang telah kita ketahui,bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pernah terluka semasa perang dengan orang kafir, Beliau sendiri tidak bisa menyelamatkan diri beliau sendir tanpa pertolongan Allah rabbul 'izzati, lantas bagaimana mungkin beliau bisa menyelamatkan orang lain dari kesulitan, Beliau shalallahu alaihi wa sallam hanyalah manusia biasa yang tidak mampu berbuat sesuatu tanpa seizin Allah.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam sendiri menggantungkan segala urusan beliau kepada Allah Ta'ala, lantas kenapa ada sebagian orang menggantungkan urusannya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, perhatikanlah do'a Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam , berikut:

اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا، وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْآخِرَةِ

Ya Allâh, jadikanlah akhir dari seluruh urusan kami baik, dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksaan akhirat [HR. Ibnu Hibbân 3/230 no. 949]

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ

Wahai Yang Maha hidup dan Yang terus menerus mengurus makhluk-Nya, dengan rahmat-Mu-lah aku memohon pertolongan. Perbaikilah seluruh keadaanku, dan janganlah Engkau jadikanku bergantung kepada diriku sendiri, walaupun itu hanya sekejap mata [HR. al-Hâkim 1/739 no. 2051]

اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Ya Allâh, rahmat-Mu-lah yang kuharapkan. Maka janganlah Engkau jadikan aku bergantung kepada diriku sendiri, walaupun itu hanya sekejap mata. Dan perbaikilah seluruh keadaanku. Tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Engkau. [HR. Abu Dâwud, 5/204 no. 5090 dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu , dan dinilai sahîh oleh Ibn Hibbân (III/250 no. 970].


Dalam shalawat nariyah terdapat pangagungan yang berlebihan terhadap Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam


Mengagungkan beliau memang wajib bagi setiap umat islam, karena ini adalah salah satu cabang keimanan,sebagai mana firman Allah rabbul 'izzati berikut:


فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an); mereka itulah orang-orang yang beruntung. [al-A'râf/7:157]

Akan tetapi pengagungan yang di maksud bukanlah pengagungan yang melebihi batasan syari'at, pengagungan disini adalah mencintai Beliau melebihi cinta kita kepada seseorang selain Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

Sebagaiman firman Allah, berikut ini,


قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah: 24). Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,  “Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.”[ Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/164, Muassasah Al Qurthubah.]

Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari makhluk lainnya adalah wajib.

Allah Ta’ala berfirman,

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.” (QS. Al Ahzab: 6). Syihabuddin Al Alusi rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memerintahkan sesuatu dan tidak ridho pada umatnya kecuali jika ada maslahat dan mendatangkan keselamatan bagi mereka. Berbeda dengan jiwa mereka sendiri. Jiwa tersebut selalu mengajak pada keburukan.”[Ruhul Ma’ani, Syihabuddin Al Alusi, 16/42, Mawqi’ At Tafaasir.] Oleh karena itu, kecintaan pada beliau mesti didahulukan daripada kecintaan pada diri sendiri.

‘Abdullah bin Hisyam berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab radhiyallahu ’anhu. Lalu Umar berkata, ”Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali terhadap diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata,

لاَ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ

”Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya (imanmu belum sempurna). Tetapi aku harus lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian ’Umar berkata, ”Sekarang, demi Allah. Engkau (Rasulullah) lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata, ”Saat ini pula wahai Umar, (imanmu telah sempurna).”[HR. Bukhari no. 6632.]

Dalam kitab Ar-Radd 'alâ al-Akhnâ'iy karya Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah (hlm. 18) dan al-Ushûl ats-Tsalâtsah wa Adillatuhâ karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (hlm. 23). Disebutkan bahwa pengagungan terhadap Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,dalam hal ini yaitu tersimpulkan dalam empat kalimat yaitu mempercayai berita yang bersumber dari beliau, mentaati perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah dengan tata cara yang disyariatkannya.


Larangan Berlebihan Dalam Mengagungkan Beliau


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang  sikap berlebihan dalam memujinya.

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana kaum Nasrani berlebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka ucapkanlah, "(Muhammad adalah) hamba Allâh dan Rasul-Nya" [HR. Bukhâri (6/478 no. 3445 –al-Fath) dari Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia, hati-hatilah kalian (jangan sampai) melakukan ghuluw (bersikap berlebihan) dalam beragama. Karena sesungguhnya sikap ini telah menghancurkan umat-umat sebelum kalian.” (HR. Ibn Majah dan dishahihkan Syaikh Al Albani).

Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu bercerita,

أَنَّ رَجُلًا قَالَ: "يَا مُحَمَّدُ، يَا سَيِّدَنَا، وَابْنَ سَيِّدِنَا، وَخَيْرَنَا، وَابْنَ خَيْرِنَا!" فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِتَقْوَاكُمْ، وَلَا يَسْتَهْوِيَنَّكُمْ الشَّيْطَانُ، أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَبْدُاللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَاللَّهِ مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُونِي فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِي أَنْزَلَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ".

(Suatu hari) ada seseorang yang berkata, "Wahai Muhammad, wahai sayyiduna (pemimpin kami), putra sayyidina, wahai orang yang terbaik di antara kami, putra orang terbaik di antara kami!". Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, "Wahai para manusia, bertakwalah kalian! Jangan biarkan setan menyesatkan kalian. Aku adalah Muhammad bin Abdullah; hamba Allâh dan Rasul-Nya. Demi Allâh, aku tidak suka kalian mengangkatku melebihi kedudukan yang telah Allâh tentukan untukku". [HR. Ahmad (20/23 no. 12551) dan dinilai sahih oleh adh-Dhiyâ' al-Maqdisy (5/25 no. 1627) dan Ibn Hibbân (14/133 no. 6240].

Jika pujian semacam ini dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal di sana tidak mengandung ungkapan kesyirikan, maka bagaimana lagi dengan pujian yang mengandung kalimat-kalimat kesyirikan tentunya lebih di Larang oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

Alangkah indahnya nasehat Ibn Hajar al-Haitamy (909-974 H) dalam [Al-Jauhar al-Munazham fî Ziarah Qabr an-Nabi shallallahu'alaihiwasallam wa Karram (hlm. 64) dinukil dari Ârâ' Ibn Hajar al-Haitamy al-I'tiqâdiyyah 'Ardh wa Taqwîm fî Dhau'I ], manakala beliau menjelaskan bahwa pengagungan terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendaknya dengan sesuatu yang ada dalilnya dan yang diperbolehkan, jangan sampai melampaui batas tersebut.

Beliau berkata, "Wajib bagi setiap orang untuk tidak mengagungkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali dengan sesuatu yang Allâh izinkan bagi umatnya, yaitu sesuatu yang layak untuk jenis manusia. Sesungguhnya melampaui batas tersebut akan menjerumuskan kepada kekafiran, na'udzubillahi min dzalik. Bahkan melampaui batas sesuatu yang telah disyariatkan, pada asalnya akan mengakibatkan penyimpangan. Maka hendaknya kita mencukupkan diri dengan sesuatu yang ada dalilnya."

Sebagai penutup,perlu kami ingatkan kepada diri kami sendir dan kepada ikhwani wa akhwati fillah, Bahwa Rasulullah shalallahu alaihi tidak pernah mengajarkan shalawat seperti ini. Karena shalawat yang Beliau shalallahu alaihi wa sallam ajarakan adalah seperti yang telah kita hapal dan sering kita baca dalam Tasyahud ketika shalat.

Sebagaimana Hadits yang berasal dari sahabat Ka’ab bin ‘Ujrah radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Wahai Rasulullah, Allah telah mengajari kami bagaimana cara memberi salam kepadamu, tapi bagaimanakah cara memberikan shalawat kepadamu?” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ،

اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ


Wallahua'lam bissowab,,

Jika apa yang kami sampaikan ini adalah kebenaran,ini tidak lain berasal dari Allah, dan jika terdapat kesalaha itu barasal dari syaiton dan dari diri kami sendiri.


[Di kutip dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XIV/1431H/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Dan Referensy :http://www.konsultasisyariah.com/shalawat-nariyah/#

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Kontrofersi Shalawat Nariyah

1 komentar:

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter