25 Mei 2013

Prinsip-Prinsip Penting Dalam Jihad

بِسْـــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْــــــــــــــمِ

jihad,bukan tujuan,tapi sarana




Definisi Jihad


Secara etimologi, jihad adalah kepayahan, kesulitan, atau mencurahkan segala daya dan upaya, yaitu mencurahkan segala upaya dan kemampuan untuk meraih suatu perkara yang berat lagi sulit.

Ar-Raghib Al- Ashbahany rahimahullah ( w.502 H) bekata , “ ( Jihad ) adalah bersungguh-sungguh dan mengerahkan seluruh kemampuan dalam melawan musuh dengan tangan, lisan, atau apa saja yang  ia mampu. (Jihad ) itu ada 3 perkara; berjihad melawan musuh yang tampak,syaithan, dan diri sendiri. Ketiganya ( tercakup) dalam Firman Allah Ta’ala:

وجهدوا فى الله حقّجهاده

Dan berjihadlah kalian pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya”. ( Al-Hajj: 78 )

Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, berkata : “ Jihad  kadang dengan  hati, seperti dengan niat sungguh-sungguh untuk melakukannya, dengan berdakwah kepada islam dan syari’atnya. Dengan menegakkan hujjah ( argumen) terhadap penganut kebathilan, dengan ideologi dan strategi yang berguna bagi kaum muslimin, atau berperang dengan diri sendiri. Maka, jihad adalah wajib, sesuai dengan sesuatu yang memungkinkannya.[1]

Secar Terminologi, Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan “ Mencurahkan segala kemam[uan dan memerangi orang-orang kafir”. [2]

Dalam Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, disebutkan kesimpulan para ahli fiqih bahwa jihad secara istilah adalah” seorang muslim memerangi orang kafir yang tidak  berada dalam perjanjian damai, setelah orang kafir tersenut di dakwahi dan diajak kepada islam, guna meninggaikana kaelimat Allah”.

Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan. “ Awal pensyariatan jihad adalah setelah Nabi syalallahu alaiihi wasalllah hijrah ke Madinah menurut kesepakatan  para Ulama.”[3]

 Syariat Jihad


Tidak ada silang  pendapat di kalangan ulama tentang pnsyariaatan jihad fi sabilillah.


Allah Ta’ala berfirman:

إنّ الله اشْترى من المؤْمنيْن أنفسهمْ وأمْولهمْ بأنّ لهم الجنّة، يقتلوْن فى سبيْل الله فيقْتلون وعدا عليه حقا فى التوْرىة والإنجيْل والْقرْءان، ومنْ أوْفى بعهْده، من الله فاستبْشرواْببيْعكم الّذى با يعْتمْبه، وذلك هوالفوْزالعظيْم

Sesungguhnya Allah telah membeli, dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka denga memberi surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.( itu telah menjadi)janji yang benar dari Allah di dalam taurat,injil, dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janji daripada Allah? Maka, bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS.at-Taubah:111)

Dari Anas bin Malik,Rasulullah صلى الله عليه وسلم  ,bersabda

لغدْ وة فيْ سبيْل الله أوْروْحة خير من الدّ نيا وما فيْها

Sesungguhnya, keluar(berjihad) di jalan Allah pada pagi atau petang hari lebih baik daripada dunia dan seisinya.[4]

Ketentuan Seputar Jihad


Pertama, Jihad memerangi musuh hanyalah salah satu sarana dan dakwah untuk menegakkan agama Allah di muka bumi,bukan tujuan utama.

Allah Ta’ala berfirman;

وقتلو همْ حتّى لا تكون فتْنة ويكون الدّين لله، فإن انتهوْافلا عدوان إلا على الظّلمين

Dan perangilah mereka itu sehingga tiada lagi fitnah dan ( sehingga ) agama itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti ( memusuhi kalian , tidak ada permusuhan ( lagi), kecuali terhadap orang-orang dzalim.” ( Al-Baqarah : 193 )

وقنلو همْ حتّى لا تكون فتْنة ويكون الدّين كلّه، لله،فإن انتهوا فإنّ الله بما يعملون بصير

Dan perangilah mereka sehinga tiada lagi fitnah dan supaya agama itu seluruhnya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti ( dari kekafiran ), sesungguhnya Allah maha Melihat segala sesuatu yang mereka kerjakan”. (Al-Anfal :39)

Dalam menafsirkan ayat diatas, Syaikh Abdullah bin Nashir As- Si’dy  رحمه الله ,(w.1376 H) berkata: “Kemudian ( Allah ) ta’ala menyebutkan maksud dari berperang di jalan-Nya , ( yakni ) bukanlah maksud dari brperang itu adalah menumpahkan darah orang-orang kafir dan mengambil harta-harta mereka, melainkan maksudnya adalah supaya agama semata milik Allah sehinngga tampaklah Agama Allah ta’ala di atas segala Agama. Dan tersingkaplah segala hal yang menentangnya berupa kesyirikan dan selainnya, dan itulah fitnah yang diinginkan ( dalam ayat ini). Apabila maksud tersebut telah tercapai tidka ada pembunuhan dan tidak ada peperangan.”

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

منْ قا تل لتكوْن كالمة الله هي العليا فهوفي سبيل الله

Barangsiapa yang berperang supaya kalimat Allah yang peling tinggi, dialah yang berada di atas jalan Allah”[5]

Syaikhul islam ibnu Taimiyah   رحمه الله (w.728 H ) berkata; “ Maka (dijatuhkanya ) hukuman adalah trhadap orang yang meninggalkan kewajiban-kewajiban dan melakukan hal-hal yang diharamkan, dan itu adalah maksud dari jihad di jalan Allah.”[6]

Ibnu Qayyim رحمه الله (w.751 H) berkata;” Karena untuk ( menegakkan ) tauhid inilah, pedang-pedang terhunus.”[7]

Dari ketrangan di atas maka jelaslah bahwa jihad bukanlah maksud utama yang harus terlaksana pada segala keadaan, melainkan jhad itu hanyalah salah satu  sarana dan dakwah untuk mencapai suatu maksud yang agung.yaitu meniggikan agama Allah dan mengikhlaskan segala peribadahan murni hanya untuk Allah saja.

Andaikan jihad merupakan tujuan utama, tidaklah kewajiban jihad itu gugur dengan pembayaran jizyah dari orang –orang kafir kepada kaum muslimin, Namun Allah menggugurkan kewajiban jhad melawan orang kafir bila mereka telah membayar jizyah ( upeti ) kepada kaum muslimin sebagaimana dalam Firman Alla;

قتلواالّذين لا يؤْمنون بالله ولاباليوم الأخر ولا يحرّمون ما حرّم الله ورسوله، ولا يدينون دين الحقّ من الّذين أوتواالكتب حتّى يعطواالجزْية عن يد وهمْ صغرون

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah tidak pula kepada hari kemudian, tidak mengharamkan sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah dna Rasul-Nya, serta tidak beragama degnan  agama yang benar ( agama Allah ), ( yaitu orang-orang ) yang di berikan al-kitab kepada mereka ( yahudi dan nashoro ), sampai mereka membayar jizyah dangn patuh sedang mereka dalam keadan tunduk.” (At-Taubah : 29 )

Kedua, Tidak ada pereang terhadap orang kafir yang belum mendengar dakwah islam, kecuali seelah menawarkan keislaman kepada mereka atau membayar jizyah.

Hal ini berdasarkan hadits Buraidah رضي الله عنه Bahwa beliau berkata;

“Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم apabila mengangkat amir/ pemimpin pasukan, beliau berwasiat khusus ntuk amir tersebut supaya bertakwa kepada Allah dan ( berwasiat pula kepada ) orang-orang yang akan bersamanya dengan kebiakan. Kemudian beliau bersabda :” berperanglah kalian di jalan Allah dengan nama Allah. Bunuhlah siapa saja yang kafir terhadap Allah. Berperanglah kalian, (tetapi ) janganlah mencuri harta rampasan perang,  mengkhianati janji, melakukan tamtsil ‘ mencincang atau  merusak mayat’, dan membunuh anak keci.
Apabila engkau berjumpa  dengan musuhmu dari kalangan kaum musyrikin, dakwahilah mereka kepada tiga perkara. Apapun jawaban mereka terhadap tiga perkara itu, rerimalah dari mereka dan tahanlah ( diri kalian untuk berpereang ) terhadap mereka. ( tiga perkara itu yaitu ) : Serulah mereka kepada islam. Apabila mereka menerima ( seruan kalian ), terimalah dari mereka dan tahanlah ( diri kalian untuk berperang ) terhadap mereka. Apabila mereka menolak ( seran kalian ), mintlah jizyah  ( upeti ) dari mereka. Apabila mreka memberi ( jizyah , terimalah dari mereka dan tahanlah ( diri kalian untuk berperang ) terhadap mereka. Apabila mereka menolak ( untuk memberikan jizyah ), mintalah prtoloongan kepada Allah kemudian perngilah mereka..”[8]


Ketiga, Tidak ada perang terhadap mereka yang mengumandangkan Adzan dan menegakan shalat.

Dari Anas bin  Malik رضي الله عنه

أنّ النّبيّ صلى اللهعليه وسلم  كان إذا غزا بنا قوْما لمْ يكنْ يغزو بنا حتّى يصبح وينظر فإن سمع أذانا كفّ عنهمْ وإن لمْ يسمع أذانا أغارعليْهمْ

Sesungguhnya Nabi صلى اللهعليه وسلم  ,apabila bersama kami untik kemerangi suatu kaum, beliau tidak berperang bersam kami hingga pagi, kemudian beliau menunggu. Apabila mendengar adzan, beliau menahan diri dari ( memerangi ) mereka, dan apabila tidak mendengar adzan, beliau  menyerang mereka secara tib-tiba.” [9]

Cermatilah hadits diatas dan perhatikanlah keadaan sebagian orang yang melakukan aksi-aksi peledakan dan bom bunuh diri di tengah kaum muslimin, di tengah negeri yang adzan di kmandangkan dan shalat lima waktu di tegakkan padany.

Keempat, meminta izin kepada orang tua untuk berjihad

Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash رضي الله عنه bahwa beliau berkata;

جا ء رجل إلى النبّ صلى الله عليه وسلم فاستأذنه في الجهاد،: أحيّ والداك؟ قال :نعمْ قال: ففيْهما فجا هد

Telah datang seorang lelaki meminta izin kepada Rasululah صلى اللهعليه وسلم   untuk berangkat jihad maka beliau brtanya; ‘ apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ ia menjawab: ‘iya’ Beliau pun bersabda,’pada keduanyalah engkau berjihad’.” [10]

Pembagian Jihad


Jihad Fisabilillah dalam syari’at islam tidak hanya bermakna memerangi orang-orang kafir saja, tetapi jihad menurut kacamata syari’at dalam pengartian umum, meliputi empat perkara:

1. Jihadun Nafs ‘ jihad dalam memperbaiki diri ‘



Pentingnya jihadun nafs ini diterangkan dalam hadits Fudhalah bin ‘Ubaid رضي الله عنه  bahwa Rasulullah صلى اللهعليه وسلم   bersabda,

المجاهد منْ جا هد نفسه فى طا عة الله

Seorang mujahid adalah orang yang berjihad memperbaiki dirinya dalam ketaatan kepada Allah.” [11]

Jihadun Nafs memiliki empat tigkatan;

Pertama; jihad memperbaiki dri dengan mempelajari ilmu syari’at; Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaf.

 Hal ini karena Allah memrintahkan untuk mempelajari agama dan menyiapkan pahala yang sangat besar bagi para penuntut ilmu dan orang –orang yang berilmu. Allah jalla Jalaluhu berfirman;

فا علمْ أنّه لآ إله إلاّ الله واستغفر لذنبك

“Maka ilmuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sembahan ( yang haq ) , kecuali Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu,” (Muhammad :19 )

 Allah juga berfirman;

يرفع الله الّذين ءامنوا منكم والّذين أوتواالعلْم درجت

Niscaya Allah akan meninggikan, orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang –orang yang berilmu, beberapa derajat,” (Al-Mujadillah :11)

Rasulullahu صلى اللهعليه وسلم  bersabda,

طلب العلْم فريضة على كل مسلم
Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim,”[12]

Kedua, Berjihad dalam megamalka ilmi yang telah dopelajari

Allah Ta’ala berfirman

ولو أنّهم فعلواْ ما يوعظون به، لكان خيرا لّهم وأشدّتشبيا (٦٦) وإذا لأّ تينهمْ مّن لّدنّآ أجرا عظيما (٦٧) ولهد ينهمْ صرطامّسْتقيْما

Dan sesungguhnya, kalau mereka mengamalkan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu yang lebih baik bgi mereka dan lebih menguatkan ( Iman mereka ), dan kalau demikain, pasti Kami memberikan pahala yang besar dari sisi Kami kepada mereka, dan pasti Kami memberiakn petunujuk kepada mereka kepada jalan yang luurs.” (An-Nisa :66-68)

Siapa saja yang beramal dengan ilmunya, Allah Jalla Tsana’uhu akan menambahkan ilmu kepadanya yang ia tidak ketahui sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam Firman-Nya.

والّذيْن اهْتدوا زادهمْ هدى وءاتهمْ تقْوىهمْ

Dan orang-orang yang mendpat petunjuk, Allah menambahkan petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka ( balasan atas ) ketaqwaan mereka.” (Muhammmad: 17 )

Tidak mengamalkan ilmu merupakan sebab terlantar dan hilangnya imu tersebut sebagaimana dalam firman-Nya.

فبم نقْضهم مّيشثهمْ لعنّهمْ و جعلْنا قلوبهمْ قسية، يحرّفون الكلم عن مّواضعه، ونسواْ حظّا مّمّا ذكّرواْبه

(Tetapi ) karena mereka melanggar janjinya, Kami mengutuk mereka dan menjadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya,  dan mereka ( sengaja ) melupakan sebagian dari sesuatu yang mereka telah diperingatkan dengannya.” (Al-Ma’idah :13 )

Ketiga, Berjihad dalam mendakwahkan ilmu tersebut.

Allah befirman;

ولو شئْنا لبعشْنا فى كلّ قرْية نّذيرا (٥١) فلا تطع الكفرين وجهدْهمْ به، جهاداكبيرا

Dan andaikata Kami menghendaki, benar-benarlah Kami mengutus seorang pemberi peringatan, ( rasul ) pada tiap-tiap negeri. Maka, janganlah kamu mengikuti ornag-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan ( al-Qur’an) dengan jihad yang besar.” ( Al-Furqan: 51-52)

Allah berfirman;

وجهدوا فى الله حقّ جهاده

Dan berjihadlah kalian di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (Al-Hajj:78 )

Dua ayat di atas tertera dalam dua surah yang merupakan surah makkiyah, padahal kita ketahui brsama bahwa jihad melawan ornag kafir secara fisik disyari’atkan di madinah maka tentunya perintah jihad disisni adalah perintah jihad dengan hujjah, dakwah, penjelasan dan penyampaiyan al-Qur’an.[13]

Keempat, Jihad dalam bersabar terhadap diri ketiaka mendapat cobaan dalam menjalani ketiga tingkatan di atas.

ولقدْ فتنّا الّذين من قبْلهمْ فليعلمنّ الله الّذين صدقواْوليعْلمنّ الكذبين

“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang –orang yang bedusta,” (Al-‘Ankabut:3)

2. Jihadusy Syaithan ‘ jihad melawan syaithan’


Sebagaiman firman Allah ;

إنّ الشّيْطن لكمْ عدوّ فاتّجذوه عدوّا إنّما يد عواْحزْبه، ليكونواْ من أصحب السّعير

Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh bagi kalian maka jadikanlah ia musuh ( kalian ) karena sesungguhnya syaithan-syaithan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni nereka yang menyala-nyala.” ( Fathir : 6)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah رحمه الله  berkata; ‘Perintah (Allah ) untuk menjadikan syaithan sebagai musuh merupakan peringatan ( akan keharusan ) untuk mencurahkan segala kemampuan dalam berperang dalam  dan berjihad melawan ( syaithan ) karena ia laksana musuh yang tidak kenal letih dan tidka pernah kurang memerangi seorang hamba dalam selang bebrapa ( tarikan ) nafas.” [14]

Kemudia syaitha memerangi manusia untuk merusak agama dan ibadahnya kepada Allah dengan dua cara;

Pertama, melemparkan berbagai keraguan dan syubhat yang membahayakan keimanan seorang hamba.
Keraguan yang dilemparkan oleh syaithan ini kadang berbentuk keraguan dalam dzat Allah Ta’ala sebagaimana dalam hadits Rasulullh
 صلى الله عليه وسلم  ,

يأْ تي الشّيطان أحدكمْ فيقوْل: من خلق كذا وكذا؟ حتّى يقول له : من خلق ربّك؟ فإذا بلغ ذلك قليستعذْ بالله ولْينته

“Syaithan datang kepada salah seorang dari kalian lalu berkata, ‘ siapa yang menciptakan ini dan itu?’ sampai ia berkata, ‘ siapa yang menciptakan Rabb-mu?’ Maka apabila seseorang telah menjumpai hal tersebut, hendaklah ia berlindung kepada Allah dan berhenti ( memikirkan hal tersebut ).” [15]

Target syaithan adalah menanamkan keraguan dalam hal aqidah , juga terkadang dalam perkara ibadah, muamalah, dan lainnya.

Kedua, memberikan berbagi keinginan syahwat kepada menusia sehingga ia mengikuti hawa nafsunya, walaupun dalam bermaksiat kapada Allah.

Allah Ta’ala berfirman;

فخلف من بعدهمْ خلف أضا عواْ الصّلوة واتّبعواْ الشّهوت فسوف يلقون غيّا

Maka datanglah pengganti ( yang jelek) sesudah mereka yang melalaikan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya maka mereka kelak kan menemui keesatan.” (Maryam : 59 )

Oleh karena itu, menghadapi syaithan dengan dua serangan mereka di atas merupakan dua tingkatan jihad dalam hal ini, Untuk itu, manusia perlu mempersiapkan dua senjata jihad trsebut una mengobarkan peperangan menghadapi syaithan yang durjana.
Dua senjata tersebut kita ambil dari pirman-Nya,

وجعلنا منهمْ أئمّة يهدون بأمر نا لمّا صبروا وكا نواْ بئايتنا يوقنون

Dan Kami menjadikan pemimpin-pemimpin di antara mereka itu yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka brsabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As- Sajadah : 24 )

Dalam ayat di atas , Allah Ta’ala mengabarkan bahwa kepemimpinan dakam agama bisa di capai dengan dua perkara;
1. Dengan kesabaran, yang kesabaran ini merupakan senjata ampuh untuk menangkis berbagai macam keinginan syahwat yang dilontarkan oeleh syaithan
2. Dengan keyakinan, yang keyakinan ini adalah senjata yang paling kuat guna menghancurkan berbagai macam keraguan dan syubahat yang disusupkan oleh syaithan. Tidak lah seorang mencapai derajat keyakinan kepada ayat-ayat Allah, kecuali setelah ia berilmu, mempelajari, dan menelaah ilmu tersebut.

Jihadul Kuffar wal Munafiqin ‘ jihad melawan orang-orang kafir dan kaum munafik’


Jihad melawan ornag kafir  termasuk jihad yang paling banyak disebutkan dalam nash-nash Al-Qur’an dan sunnah. Adapun jihad terhadap kaum munafikin adalah memerangi orang –orang yang menampakan keislaman dan menyembunyikan kekufuran di dalam hatinya.

Allah Ta’ala berfirman;

يآيّها النّبىّ جهدالكفّار والمنفقين واغلظ عليهمْ ومأْوىهمْ جهنّم وبئس المصير

Wahai Nabi, berjiihadlah (melawan ) orang-orang kafir dn orang-orang munafik itu, serta bersikap keraslah terhadap mereka, Tempat mereka ialah nereka jahannam, dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (At-Taubah:73, At-Tahrim :9)


Berjihad menghadapi kaum munafikin ditempuh dengan empat tingkatan:

1. Memerangi mereka dengan menanamkan kebencian di dalam hati terhadap perilaku, kesewenang-wenangan, dan sikap mereka yang menodai kemuliaan syari’iat Allah.
2. Memerangi mereka dengan lisan dalam bentuk menjelaskan kesesatan mereka dan menjauhkan mereka dari kaum muslimin.
3. Memerangi mereka dengan menginfakkan harta dalam mendukung  berbagai kegiatan untuk mematahkan segala mekar jahat dan permusuhan mereka terhadap islam dan kaum muslimin.
4. Memerangi mereka dalam arti yang sebenarnya, yaitu dengan membunuh mereka kalau terpenuhi syarat-syarat yang desebutkan oleh para ulama dalam perkara tersebut,

Jihad Arbabuzh Zhalmi wal Bida’ wal Munkarat ‘jihad menghadapi orang-orang zhalim,ahli bid’ah, dan pelaku kemunkaran’


Ibnu Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa jenis jihad ini mempunyai tiga tingkatan;

1. Berjihad dengan tangan, Hal inibagi siapa saja yang mempunyai kemampuan untuk mengubah dengan tangannya, sesuai dengan batas kemampuan yang Allah berikan kepada mereka.
2. Berjihad dengan lisan ( nasehat ). Hal ini juga bagi siapa saja yang mempunyai kemampuan untuk mengubah dengan lisannya.
3. Berjihad dengan hati, yaitu mengingkari di dalam hati setiap kezhaliman,bid’ah,dan kemungkaran yang ia lihat bila ia tidak mampu mengubah kemungkaran tersebut dengan tangan dan lisannya.

Diantara dalil untuk tiga tingkatan diatas adalah hadits Abu Sa’id Al-Khudry رضي الله عنه  bahwa beliau berkata; “ saya mendengar Rasulullah  صلىالله عليه وسلم  bersabda;

من رأى منكم منْكرا فلْيغيّرْه بيده فإن لم يسْتطعْ فبلسانه فإنْ لمْ يسْتطعْ فبقلْبه وذلك أضعف اْلإيْمان

“Barangsiapa diantara kalian yang melihat suatu kemungkaran, hendaklah dia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, (dia mengubah ) dengan lisannya. Jika tidak mampu, ( dia mengubah ) dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah keimanan.” [16]

Demikian rincian jenis-jenis jihad dalam makna yang umum beserta tingkatan-tingkatannya.

Ibnu Taimiyyah رحيمه الله  berkata; “Siapa saja dari kaum mukminin berada pada sebuah negeri yang ia lemah pada negeri itu, atau pada suatu waktu yang ia lemah pada waktu-waktu itu, hendaklah ia beramal dengan ayat yang  menerangkan ) tenteng sikap sabar dan memaafkan orang-orang yang   mengganggu Allah dan RasulNya dari kalangan Ahlul kitab dan kaum musyrikin. Adapun bagi orang –orang yang kuat, hendaknya ia beramal dengan ayat ( yang menerangkan ) tentang  ( kewajiban ) memerangi Ahlul kitab sampai ahlul kitab itu membayar jizyah dengan patuh sedang ahlul kitab itu dalam keadaan tunduk.”[17]

Adapun hadits yang laris ‘ dijajakan’ oleh kalangan penceramah khatib jum’at, dan masyarakat umum bahwa, ketika kembali dari perang tabuk, Nabi صلى الله عليه وسلم  berucap dengan konteks.

رجعنا من الجهادالأصغر إلى الجهاد الأكبر جهادالنفس

kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad besar, ( yaitu ) jihad melawan diri sendiri,”

Dikmentari oleh Syaikhul islam ibnu Taimiyyah رحيمه الله   “ La ashla lahu( hadits tidak memiliki asal ), serta tidak seorangpun  ahlul Ma’rifah ‘ Kaum cendikiawan’ yang meriwayatkannya dari ucapan-ucapan Nabi صلى الله عليه وسلم dan perbuatan beliau, Selain itu, Jihad ( melawan ) orang kafir adalah termasuk amalan yang paling agung, bahkan hal itu seutama-utama ( amalan ) yang seorang insan ber-tathawwu’ ( beribadah sunnah ) dengannya...[18]

Hal serupa di kemukakan oleh Syaikh Muhammad ‘Amr in Abdul Lathif hafizhahullah,” Asal hadits di atas adalah ucapan Ibrahim bin Abi ‘Ublah ( w.152 H) sebagaiman dalam biografi beliau pada tahdzibul Kamal karya Al-Hafizh Al-Mizzy ( W.742 H ) dan Siyar A’lam An-Nubala’ karya Al-hafizh Adz-Dzahaby ( w.748 H).Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata. “hadits tersebut masyur pada lisan-lisan manusia dan ( berasal ) dari ucapan Ibrahim bin Abi ‘Ublah dalam Al-Kuna karya An-Nasa’iy (w.303 H) [19]
Selain itu, Syaikh Muhammad ‘Amr bin Abdul Lathif menyebutkan bahwa perkataan Ibnrahim bin Abi ‘Ublah tersebut diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dari jalan An-Nasa’iy. Syaikh Muhammad ‘Amr menghasankan sanadnya.

Adapun yang termaktub dalam buku-buku hadits adalah dengan konteks lain. Ibnu Rajab رحيمه الله (w.795H) berkata; ‘( Hadits ) ini diriwayatkan secara marfu’ dari hadits Jabir dengan Sanad yang lemah, dan lafazhnya,

قدمْتمْ من الجهادالأصغر إلى الجهاد اْلأكْبرقالوْاوما الجهادالأكبر قال مجا هدة العبْد لهواه

“Kalian datang dari jihad kecil menuju jihad besar. ( Mereka ) berkata, Apakah jihad besar itu?’ Rasulullah menjawab,’ jihad seorang hamba melawan hawa nafsunya..”[20]
Syaikh Al-albany rahimahullah ( w.1420 H ) MEMVONIS hadits tersebut sebagai hadits munkar[21]


Bersambung.............


Sumber: Kitab Antara Jihad dan Terorisme, karya Dzulqarnain M. Sunusi hafizhahullah

Penulis: Ahmad Ibnu ( Ahmad Al- Faqir )
Kota Tapis Berseri : Kotaagung, Lampung


FOOTNOTE

1. Dengan perantara al-mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwitiyah pada pembahasan جهاد
2. Lihat Fathul Bary 5/6, Hasyiyah Ar-Raudh Al-Murbi’ 4/253, dan Nailul Authar 7/246
3. Lihat Fathul Bari 6/4-5 dan Nailul Authar 7/246-247
4. Al-Bukhari no. 2797,2796,6568, Muslim no.1880, At-Tirmidzy no.1655, dan Abu Majah no.2757
5. Hadits musa Al-ASY’ARY رضي الله عنه ,Riwayat Al-Bukhary no.123, 2810, 3126, 7458. Muslim no.1904, Ab Dawud no. 2517,-2518, At-Tirmidzy no.1650, An-Nasa’iy 6/23, dan Ibnu Majah no.2783
6. Majmu’ Al-Fatawa 28/304
7. Zadul Ma’ad 1/34 dan I’lamul Muwaqqi’in ¼
8. Dikeluarkan oleh imam muslim no.1731, Abu Dawud no. 2613, At-Tirmidzy no.1412, 1621, An-Nas’iy dalam As- Sunan Al-Kubra no.8586, 8680, 8765, 8782, dan Ibnu Majah no. 2857, 2858
9. Al-Bukhary no. 610, 2943, Muslim no.382, Abu Dawud, no. 2634, dan At- Tirmidzy no.1622
10. Al-Bukhary no.3004, 5972, Muslim no.2549, Abu Dawud no.2529, At-Tirmidzy no.1675, dan An-Nasa’iy  6/10
11. Ibnul Mubarak dalam musnadnya no.29, dalam Al-Jihad no. 175, dan dalam Az-Zuhd no. 141, 826, Ahmad 6/20, 21, 22, At-Tirmidzy no. 1621, Ibnu Abi ‘Ashim dalam Al-Jihad no. 14 . Dan selainnya
12. Al-Hafizh al-Mizzy menghasankannya, demikian juga syaikh albani dalam ta’liq beliau terhadap Hidayatur Ruwah Ila Takhrij Ahadits Al-Mashabih Wa Al-Misykah 1/153 -154.
13. Lihat Zadul Ma’ad 3/5
14. Lihat Zadul Ma’ad 3/6
15. Al-Bukhry no.3276, Muslim no. 134, Abu Dawud no.4721 dan An-Nasa’iy dalam Amalul Yaum wal Lailah no.663 dari Hadits Abu Hurairah رضي الله عنه
16. Muslim no.49, Abu Dawud no.1140, 4340, At-Tirmidzy no.2177, An-Nasa’iy 8/111-112, dan Ibnu Majah no.1275, 4013
17. Baca Ash-Sharim Al-Maslul 2/413-414
18. Majmu’ Al-Fatawa 11/197
19. Dalam Tasdidul Qaus sebagaimana dalam Kasyful Khafa 1/434-435/1362 karya Al-‘Ajluny  (w.1162 H)
20. Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam hal.369 ( tahqiq Thariq bin ‘Iwadhullah )
21. Silsilah Ahadits Adh-Dhaifah no.2460

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Prinsip-Prinsip Penting Dalam Jihad

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter