26 Februari 2014

Maulid Nabi Sunnah Atau Bid'ah.?!

بسم الله الرحمن الرحيم

Studi kritis buku "Maulid Nabi Sunnah Atau Bid'ah"

Penulis Dan Penerbit Buku Ini

Buku ini ditulis oleh Novel bin Muhammad Alaydrus dan diterbitkan oleh Penerbit Taman Ilmu, Surakarta, cetakan ketiga, September 2006 M.

Hadits Puasa 'Asyura'

Penulis berkata di dalam hlm. 21 setelah membawakan hadits tentang puasa 'Asyura':

"Hadits di atas merupakan satu dalil penyelenggaraan peringatan Maulid Nabi. Jika hari selamatnya Nabi musa dari kejaran Fir'aun disyukuri dan diperingati dengan puasa, lalu bagaimna kiranya dengan  hari selamatnya seluruh alam dengan dimunculkan nya Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam ke dunia ini?

Kami katakan:

Sesungguhnya seluruh umat islam mengetahui sunnahnya puasa 'Asyura' sebagai realisasi perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan ungkapan syukur atas kemenangannya kebenaran dan dihancurkannya kebathilan.

Namun, bukan berarti hadits ini dapat dijadikan sebagai kaidah yang membenarkan perayaan maulid Nabi atau perayaan-perayaan yang lain.

Jadi, anjuran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berpuasa 'Asyura' bukan berarti anjuran untuk menjadikannya sebagai perayaan maulid,melainkan anjuran untuk bersyukur kepada Allah dengan berpuasa pada hari tersebut seperti yang di contohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Asy-Syaikh  'Abdullah ibnu Sulaiman al-Mani' berkata:

" Maka sesungguhnya perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya agar berpuasa hari 'Asyura' adalah sebagai wujud rasa syukur kepada Allah atas diselamatkannya NabiNya Musa 'Qlaihissalam bukan berarti  menjadikannya suatu perayaan, dan tidak berarti dalil atas perayaan maulid.
Akan tetapi, maksudnya adalah bersyukur kepada Allah Ta'ala sesuai yang disyariatkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan:

من أحدث من أمر نا ما ليس منه فهو رد
"Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan kami ini yang bukan darinya maka dia tertolak."(HR. Muttafaq 'Alaihi)
(Hiwar Ma'a al-Maliki hlm.56)

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Tidak Pernah Melarang Maulid?!

Penulis berkata di dalam hlm. 32:

"Oleh karena itu, sungguh aneh jika ada orang yang berani melarang umat islam untuk menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi, sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri tidak pernah melarang umatnya untuk melakukan hal itu.

Kami katakan:

Hukum asal dalam beribadah adalah haram, maka tidak boleh bagi siapa pun untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dengan suatu ibadah kecuali ada dalil dari Al-Qur'an dan sunnah yang mensyariatkan ibadah terus, dan tidak boleh bagi kita untuk membuat suatu bentuk ibadah-ibadah yang baru dan kita beribadah kepada Allah dengannya.
Baik dalam bentuk Ibadah yang baru yang kita ada-adakan dan tidak ada syariatnya, atau menambah bentuk ibadah yang ada dengan sifat dan tata cara yang tidak ada contohnya dalam syariat, atau kita mengkhususkan suatu ibadah pada waktu tertentu dan tempat tertentu yang tidak ada dalilnya dari al-Qur'an dan sunnah.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

من أحدث من أمر نا ما ليس منه فهو رد

"Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan kami ini yang bukan darinya maka dia tertolak."(HR. Muttafaq 'Alaihi)

Hadits ini menunjukan bahwa segala amalan yang tidak berdasar kepada urusan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam maka dia akan tertolak, dan maksud "urusan" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah agama dan syariatnya, maka barangsiapa yang melakukan amalan tanpa ada tuntutan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka amalannya akan tertolak kembali kepada pelakunya tanpa memdapatkan pahala sedikit pun dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Berdasarkan hadits inilah datang kaidah yang masyur:

الأصل في العبادات المنع فلا يشرع منها إلا ما ثبت به الدليل الشر عي الصحيح من القرآن أو من السنة

"Hukum asal ibadah dilarang maka tidaklah disyariatkan darinya kecuali yang sabit dengan dalil syar'i yang sahih dari al-Qur'an atau sunnah."
(Lihat Risalah fi Usul Fiqh karya al-Syaikh al-Sa'adi hlm. 7 dan Usul Fiqh 'ala Manhaj Ahl al-Hadits 1/137)

Al-Imam ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata:
"Tidak ada agama kecuali yang disyariatkan oleh Alloh, maka asal ibadah adalah batil hingga datang dalil yang menunjukan atas perintah padany."
(I'lam al-Muwaqqi'in 1/344)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
"Karena inilah, Ahmad dan fukaha ahli hadits berkata,'sesungguhnya(prinsip) dalam ibadah adalah Tauqif, tidaklah disyariatkan kecuali yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala" (Majmu' Al-Fatawa 29/16)

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah melarang semua perkara ibadah seperti perayaan maulid dan yang lainnya di dalam sabdanya:

وإيا كم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بد عة وكل بد عة ضلالة

"Dan awaslah kalian dari perkara-perkara yang baru, Karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan. "
(HR.  Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam zilal al-Jannah: 26,34)

Nabi Berpuasa di Hari Senin

Penulis berkata didalam hlm. 41:

"Saya pun merasa heran ketika mereka Berkata dan menulis panjang lebar sejarah peringatan maulid  dan menyatakan itu baru ada pada abad ketiga, sedangkan hadits shahih menyatakan bahwa setiap hari senin beliau shalallahu 'alaihi wa sallam berpuasa Sunah untuk hari kelahirannya. Artinya, setiap Senin Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam memperingati maulidnya.

Kami katakan:

Al-Syaikh Abu Bakr Ibnu al-Jaza'iri menjawab syubhat ini dengan mengatakan:

"Pertama: jika yang dimaksud dari maulid di sini adalah mensyukuri atas nikmat kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka secara dalil dan akal hendaknya syukur tersebut  diwujudkan sebagaimana syukurnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, yaitu dengan berpuasa;

Artinya, bahwa hendaknya kita berpuasa sebagaimana Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam berpuasa sehingga apabila kita ditanya maka kita menjawab bahwa 'hari senin adalah hari kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kami berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah Ta'ala dan mengikuti Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, inilah yang disyariatkan. ..'

Kedua: Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam tidak berpuasa pada hari kelahirannya yaitu tgl 12 Rabi'ul Awwal(jika benar itu adalah hari kelahirannya).
Beliau hanya berpuasa pada hari senin yang berulang-ulang datangnya tiap bulan empat kali atau lebih. Dan berdasarkan atas ini maka mengkhususkan tanggal 12 Rabi'ul Awwal dengan amalan tertentu bukan pada hari senin pada tiap pekan adalah tambahan pada penbuat syariat dan koreksi atas amalannya. Alangkah buruknya jika demikian  Wal-'Iyazu billah!!

Ketiga: Adakah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala puasa hari senin dalam rangka menyukuri diwuudkannya dan ditolongnya beliau (yaitu pemuliaabln beliau dengan diutusnya kepada manusia secara keseluruhan sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan), apakah beliau di samping berpuasa juga menambahkan perayaan seperti maulid berupa berkumpul, puji-pujian, lagu-lagu, makanan, dan minuman?

Jawabnya: Tidak, beliu hanya berpuasa saja. Kalau begitu maka bagaimana umat i ini tidak merasa cukup dengan apa yang mencukupi Nabinya dan merasa cukup dengan apa yang melapangkannya? Dan adakah orang yang berakal mengatakan 'tidak'? Jadi, mengapa berpaling dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dan lancang dengan menambah atasny,Padahal Allah berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُواِ

Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS.  Al-Hasyr: 7)

Dan FirmanNya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."(QS. Al-Hujurat: 1)

Dan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إياكم ومحدثات الأمرو فإن كل محدثة بدعة، وكل بد عة ضلالة

"Dan awaslah kalian dari perkara-perkara yang baru, Karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan. "(HR Ahmad, ad-Darimi, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)

Maulid Bukti Kecintaan Kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam?!

Penulis berkata pada hlm.  61:

"Dan sungguh aneh jika ada orang yang menentang peringatan maulid Nabi yang merupakan salah satu wujud syukur dan senang dengan kehadiran Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam di alam semesta ini.
Padahal Allah Ta'ala berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

"Katakanlah: 'Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan'".(QS. Yunus: 58)

Kami katakan:

Sesungguhnya wujud syukur dan senang dengan kehadiran Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam di alam semesta ini adalah dengan  "ittiba'" dan ketaatan kepadanya bukan dengan bid'ah dan kemaksiatan seperti perayaan maulid.
Dan sesungguhnya para sahabat adalah orang yang lebih mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam daripada kita, lebih berilmu, dan lebih bersemangat di dalam kebaikan. Namun demikian, ternyata mereka tidak merayakan maulid. "(Fatawa al-Syaikh Muhammad Ibnu Ibrahim alusy-Syaikh 3/51)

Berdalil Dengan Nas-Nas Umum Tanpa Mengikuti Petunjuk Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam Dan Pemahaman Para Salaf

Penulis didalam bukunya ini banyak berdalil dengan dalil-dalil umum dengan menyelisihi pemahaman para salaf, serta mengajak mengamalkan dengan cara yang tidak diamalkan oleh salaf, padahal setiap mukmin wajib memahami kitabullaah dan sunna dengan pemahaman as-Salaf as-Salih karena mereka memiliki Keistimewaan - keistimewaan yang tidak pernah dimiliki oleh manusia-manusia yang datang sesudah mereka, seperti bertemu dengan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, menyaksikan turunnya al-Qur'an, mereka bertanya langsung kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam tentang hal-hal yang belum jelas dan mendapat penjelasan dan jawaban yang sempurna dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Karena itu, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan seluruh kaum muslim mengikuti jalan yang ditempuh oleh para sahabat Radhiyallahu 'anhum, menjadikan jalan mereka sebagai jalan keselamatan bagi setiap muslim di dunia dan akhiratnya.

Demikian juga para imam kaum muslimin dari kalangan sahabat dan tabi'in selalu menyuruh umat untuk mengikuti manhaj para sahabat Radhiyallah'anhum,dan manhaj orang-orang yang mengikuti jalan mereka(salaf).

Al-Imam al-Auza'i rahimahullah berkata:

"Bersabarlah di atas sunnah, berhentilah dimana kaum(para shahabat)berhenti, katakanlah apa yang mereka katakan dan diamlah terhadap yang telah mereka diamkan serta berjalanlah di jalan as-Salaf as-Salih, karena akan mencukupi apa yang telah mencukupi mereka. "
(Al-Ajurri dalam al-Syari'ah hlm.58)

Di antara contoh dalil-dalil umum yang dijadikan penulis untuk melegalkan bid'ah perayaan maulid Nabi ini adalah:

1. Firman Allah Ta'ala:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

"Katakanlah: 'Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan'". (QS. Yunus: 58)

Kemudian dia menafsirkan"rahmat" di dalam ayat di atas dengan "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam".

Kami katakan:

Tidak ada satupun salaf dari kalangan sahabat dan yang datang setela mereka yang menjadikan ayat ini sebagai dalil atas perayaan maulid Nabi.

Kemudian telah datang tafsir ayat dari para pembesar ahli tafsir seperti Ibnu Jarir at-Tabari, Ibnu Kasir, al-Baghawi, al-Qurtubi, Ibnu al-'Arabi, dan yang lainnya.
Tidak ada satupun dari mereka yang menafsirkan bqhwa maksud dengan "Rahmat" dalam ayat ini adalah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, yang dimaksud degan"Rahmat" dalam ayat ini adalah "Karunia dan Rahmat yang di maksud didalam ayat yang datang sebelumnya yaitu :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta Rahmat bagi orang-orang yang beriman."(QS. Yunus: 57)

Maksudnya adalah al-Qur'an al-Karim.  (Lihat al-Radd 'ala Syubhat Man Ajaz al-Ihtifal Bi al-Maulid hlm.15)

2. Penulis berkata di dalam hlm. 80:

Dalam peringatan maulid Nabi, pembacaan Syair pujian kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam adalah hal hiasa.... dalam hal ini kita akan mempelajari berbagai bentuk pujian kepada Nabi yang berada di dalam al-Qur'an, hadits maupun Buku - buku salaf.

Kemudian penulis menyebutkan ayat-ayat yang mengandung pujian kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam seperti:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung."(QS. Al-Qalam: 4)

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

"Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin."(QS. At-Taubah: 128)

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."(QS. Al-ahzab: 56)

Kami katakan:

Seandainya dibenarkan berdalil dengan keumumam ayat diatas,maka akan dibenarkan beribadah kepada Allah dengan cara berselawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berdiri dalam shalat, rukuk dalam shalat, dan sujud dalam shalat, dan posisi-pisisi lainnya yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam; padahal Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

صلو كما رأيتمو ني أصلى

"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat" (HR. Bukhari 1/162)

Berargumen Dengan Hadits Lemah Dan Palsu

Penulis banyak berargumen dengan riwayat-riwayat yang lemah dan palsu diantaranya:

1. Di dalam hlm  73 dia berkata:

Dalam Sahih Bukhori disebutkan bahwa Urwah bin Zubair berkata:

"Tsuwaibah adalah bekas budak Abu Lahab. Waktu itu, Abu Lahab membebaskannya, lalu Tsuwaibah pun menyusui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.  Dan ketika Abu Lahab meninggal, ia pun diperlihatkan kepada sebagian kekuarganya di alam mimpi dengan keadaan yang memprihatinkan.  Sang kerabat berkata paranya." Apa yang telah kamu dapatkan?" Abu Lahab berkata. "setelah kalian, aku belum pernah mendapati sesuatu nikmat pun, kecuali aku di beri minum lantaran memerdekakan Tsuwaibah. "

Kami katakan:

Ini adalah riwayat yang sebagaimana di katakan oleh al-hafizh Ibnu Hajar di dalam fath al-Bāri 9/49:

"Sesungguhnya kabar (Riwayat kisah) tersebut adalah Mursal, dimursalkan oleh 'Urwah dan dia tidak menyebutkan orang yang menceritakan kepadanya. "

2. Di dalam hlm.  27 penulis membawakan hadits yang  menyebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam salat di tempat kelahiran nabi Isa 'alaihi wasallam.

Kami katakan:

Ini adalah hadits yang palsu sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam tafsir surah al-Ikhas hlm. 169, Ibnu Qayyim di dalam Zad al-Ma'ad, ibnu Kasir di dalam al-Fusul min sirah al-Rasul hlm. 122, Ibnu Al-Jauzi di dalam al-Maudu'at 1/113, al-Subki di dalam Syifa' al-Siqam hlm.  133, al-Zahabi di adalam Mizan al-I'tidal 1/345, dan Al-Syaukani di dalam al-Fawa'id Al-Majmu'ah hlm. 144.



Oleh:
Ustadz. Abu Ahmad Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah hafidhahullah
(Majalah Al-Furqan edisi 5 tahun ketigabelas)

Disalin oleh:
Radinal Maasy


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Maulid Nabi Sunnah Atau Bid'ah.?!

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter