01 Juni 2013

PERNIKAHAN YANG ISLAMI

بسْـــــــــــــــم الله الرّحْمن الرّخيْـــــــــــــــم


Pernikahan yang islami


          Anjuran untuk menikah bagi yang telah mampu.
Allah Ta’ala berfirman: “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam Alaihis Salam) dan dari padanya Dia menciptakan isterinya (Hawa), agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung . . . . .” (QS. Al-A’raaf: 189)
.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian (bujangan laki-laki atau perempuan) diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari budak-budak lelaki dan budak-budak perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 32)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Wahai sekalian pemuda! Siapa yang telah mampu untuk menikah diantara kalian maka hendaklah menikah, karena (pernikahan itu) lebih menjaga pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa (shaum), karena hal itu bisa mengurangi sahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim dll)

 Tujuan pernikahan dalam Islam.


Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebanyakan manusia pada hari ini. Namun hendaknya ia menikah karena tujuan-tujuan berikut ini:

1. Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ‏‎ ‎اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ‏‎ ‎فَلْيَتَزَوَّجْ…
“Wahai sekalian para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah….”

2. Memperbanyak keturunan umat ini, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ‏‎ ‎الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ‏‎ ‎بِكُمُ الْأُمَمَ
“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena (pada hari kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain.”

3. Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan pandangannya dan pandangan istrinya dari yang haram. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا‎ ‎مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا‎ ‎فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ‏‎ ‎إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا‎ ‎يَصْنَعُونَ. وَقُلْ‏‎ ‎لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ‏‎ ‎أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ‏‎ ‎فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…’.” (An-Nur: 30-31)

Dalam surah yang lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang beriman yang salah satu sifat mereka adalah menjaga kemaluan mereka kecuali kepada apa yang dihalalkan:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ‏‎ ‎حَافِظُونَ. إِلاَّ عَلَى‎ ‎أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ‏‎ ‎أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ‏‎ ‎مَلُومِينَ
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak perempuan yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (Al-Mu`minun: 5-6)

Dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ‏‎ ‎وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
“Karena dengan nikah akan lebih menundukkan pandangan (dari melihat yang haram) dan lebih menjaga kemaluan (dari melakukan zina),” juga terkandung tujuan nikah.

Hal-hal yang dilakukan sebelum pernikahan

          Islam tidak mengenal istilah berpacaran, penjajakan atau mencoba-coba dahulu. Apabila seseorang hendak menikah maka dianjurkan untuk memilih calon pendampingnya yang shalih atau shalihah agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jadi menikah dahulu kemudian menjalin cinta dan kasih sayang setelah ada ikatan pernikahan yang sah menurut syariat.

Kriteria suami yang shalih, antara lain:

  • Bertakwa kepada Allah Ta’ala.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13).
  • Bertanggung jawab dalam segala hal, baik dalam urusan dunia ataupun urusan akhirat.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …..(QS. At-Tahrim: 6).
  • Pengertian.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Berbuat baiklah kepada wanita (isteri), karena ia diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok). Apabila kamu hendak meluruskanya maka ia akan patah dan apabila kamu biarkan saja maka ia akan terus bengkok, karena itu nasehatilah wanita (isteri) dengan baik.” (HR. Bukhari dan muslim) .

Kriteria isteri yang shalihah, antara lain:

  • Taat kepada Allah Ta’ala dan kepada suami.
  • Menjaga dirinya dan harta suami apabila suami bepergian
  • Menyenangkan apabila dipandang suami
Allah Ta’ala berfirman: “Wanita yang shalihah adalah yang taat kepada Allah dan kepada suaminya lagi memelihara diri ketika suami tidak ada . . . . . “ (QS. An-Nisaa’: 34)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Isteri terbaik adalah apabila dipandang suami ia menyenangkan, apabila diperintah ia taat dan apabila ditinggal bepergian ia menjaga dirinya dan harta suaminya.” (HR. Imam Ahmad dll dengan sanad sahih).
Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda pula: “Dunia adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah isteri yang shalihah.” (HR. Muslim).

Adab meminang dalam Islam:


    Tidak semua wanita boleh dipinang. Agar tidak salah meminang wanita yang dilarang, hendaknya setiap laki-laki mengetahui mana wanita yang boleh dipinang dan mana yang tidak.

    Pada dasarnya,wanita boleh dipinang setelah terbebas dari sua penghalang di bawah ini:

1.    Penghalang syar’i.
Contoh; adanya hubungan mahrom, dan wanita yang sedang menjalani iddah.
2.    Tidak adaya laki-laki lain yang lebih dahulu meminangnya dengan pinangan yang sah.


          Apabila tidak ada pengahalang dan apabila telah ada kecocokan antara pihak lelaki dengan pihak perempuan maka disunnahkan untuk nadhar atau saling melihat, namun hendaklah pihak perempuan disertai mahramnya sehingga tidak terjadi khalwat (berduaan).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ”Apabila seorang diantara kalian hendak meminang seorang perempuan, jika bisa melihat kepada apa yang menjadi daya tarik untuk menikahinya, maka hendaklah ia lakukan.” (HR. Imam Ahmad dll dengan sanad hasan)

          Disunnahkan pula untuk melaksanakan shalat istikharah yaitu meminta petunjuk Allah Ta’ala dengan shalat dua rakaat dan berdoa dengan doa yang telah diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam .(HR. Bukhari dll)

          Dianjurkan pula untuk bermusyawarah dengan orang-orang yang bisa dipertanggung jawabkan dan telah berpengalaman serta berilmu.

  • Tahapan Menuju Pernikahan Yang Sesuai Syari’at.
  • Melalui perantara.
  • Tukar menukar bio data.
  • Pelajari lebih dalam tentang calon.
  • Shalat istikharah dan bermusyawah.
Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah,berkata; “ Tidak menyesal orang yang bermusyawarah dan tidak akan sia-sia orang yang beristikharah”. Dikatakan,” Tidak akan sia-sia orang yang beristikharah kepada penciptanya dan bermusyawarah dengan makhluk-Nya.” (kitab; Hatta La Yamutul Hubb, Batsinah Sayyid Al-Iraq, hal.95)
  • Nadhor atau saling melihat dan bertemu, tapi tidak berdua-duaan dan pihak perempuan disertai mahramnya.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,bersabda: “Jika diantara kalian melamar wanita, maka bila mampu melihat suatu yang menarik untuk menikahinya, maka hendaknya ia lakukan.” ( Shahih. HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya( 2082), imam Ahmad dalam Musnad-nya (14059), dan imam Al-Hakim dalam Mustadrak-nya (2696))

Anggota tubuh yang boleh dilihat:


Dalam hal ini terjadi selisih pendapat diantara para ulama, akan tetapi pendapat yang lebih logis dan realistis adalah pendapat jumhur ulama bahwa  angota tubuh wanita yang boleh dilihat dalam proses nadhor hanya wajah dan kedua telapak tangan. Karena  pada wajah tergambar kecantikan dan pancaran keindahan badan, sedangkan dari kedua telapak tangan dapat diketahui subur atau tidaknya seorang wanita. Keduanya boleh berbicara akan tetapi tidak boleh berjabat tangan karena dia masih berstatus orang lain dan tidak halal baginya hingga proses akad nikah berlangsung.
  • Khitbah atau dipinang.
  • Lamaran.
  • Pernikahan.
          Ta’aruf harus sepengetahuan wali. Karena sering terjadi ta’aruf tanpa sepengetahuan wali ternyata setelah keduanya sama-sama cocok dan mantap walinya tidak menyetujui. Ini sangat berdampak buruk.
Hal-hal yang dilarang sebelum akad nikah

          Karena kurangnya pemahaman terhadap syari’at, banyakmasyarakat yang salah persepsi tentang makna Khitbah. Pada masa antara Khitbah hingga akad nikah, sering terjadi pelanggaran-pelanggaran syari’at yang seharusnya tidak diperkenankan.

          Ada hal-hal yang tetap dilarang  dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum terikat dalam pernikahan, walaupun mereka sudah terikat dalam Khitbah. Diantaranya adalah:
  • Berduaan
  • Memandang diluar Nadhor
  • Bergandeng tangan
  • Berjabat tangan
  • Dan Pacaran.
          Semua itu haram hukumnya, baik itu dilakukan sebelum mauoun sesudah Khitbah. Berdasarkan  Hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,bersabda;
“ Tiadak boleh seorang diantara kalian menyendiri dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari-Muslim)

Persiapan menjelang pernikahan


Tanda keberkahan seorang wanita adalah maharnya yang  murah, berhati qona’ah dan bersikap sederhana dalam pesta walimah. Islam sangat membenci segala sesuatu yang  berlebih-lebihan.

‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu’anhu  mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرُهَا
“Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan.” (HR. Abu Dawud no. 2117 dan selainnya. Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullah dalam Al-Irwa’ no. 1924)

          ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu’anhu menasihatkan, “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam menetapkan mahar para wanita, karena kalau mahar itu dianggap sebagai pemuliaan di dunia atau tanda takwa kepada Allah Ta’ala, tentunya Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam lebih dahulu daripada kalian untuk berbuat demikian.” (HR. Abu Dawud no. 2106 dan selainnya. Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Abi Dawud mengatakan hadits ini hasan shahih)

          Tidak ada ketentuan mahar harus berupa barang/benda tertentu. Bahkan mengajarkan surah-surah Al-Qur`an dapat dijadikan mahar, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Sahl bin Sa’d  yang telah disebutkan. Demikian pula memerdekakan istri yang semula berstatus budak dapat dijadikan mahar sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menjadikan kemerdekaan Shafiyyah bintu Huyai radhiyallahu’anha dari perbudakan sebagai maharnya. Seorang wanita dapat pula menerima keislaman calon suaminya yang semula kafir sebagai mahar, sebagaimana mahar Ummu Sulaim radiyallahu’anha ketika menikah dengan Abu Thalhah radhiyallahu’anhu.

          Tidak ada pula ketentuan jumlah minimal dan maksimal dari sebuah mahar. Hanya saja tidaklah disukai bila mahar itu berlebih-lebihan sehingga memberatkan pihak laki-laki dan menghambat pernikahan. Karena mematok mahar yang tinggi, menjadikan banyak wanita memasuki usia tua tanpa sempat menikah. Bagaimana tidak, setiap lelaki yang datang ditolak dengan alasan tidak mampu memberikan mahar yang tinggi, atau lelaki itu yang mundur teratur karena tidak bisa memenuhi tuntutan yang ada. Wallahul musta’an.

Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi pada resepsi pernikahan:

  • Ikhtilat atau percampuran para undangan lelaki dengan perempuan yang bukan mahram.
  • Kedua mempelai duduk di pelaminan dengan disaksikan oleh para undangan.
  • Memakai pakaian yang menampakkan aurat.
  • Saling bersalaman antara lelaki dengan perempuan yang bukan mahram.
  • Kaum perempuan memakai parfum yang dicium wanginya oleh lelaki yang bukan mahram.
  • Diadakannya acara-acara yang memperdengarkan musik.
  • Mengambil gambar makhluk bernyawa (berfoto).
  • Berlebih-lebihan dalam segala hal termasuk makanan sehingga terjadi kemubadziran.
  • Mengadakan acara-acara yang tidak ada tuntunannya, yang mengarah pada kesyirikan dan bid’ah
  • Dll.

Nasehat & anjuran dimalam pertaman


          Malam pertama adalah malam dimana kedua mempelai melakukan hubungan kelamin pertama kali. Jadi seandainya kedua mempelai baru melaksanakan hubungan kelamin pada malam kedua atau malam ketiga atau malam kesepuluh, maka itulah yang disebut malam pertama. Mengapa demikian? Karena malam pertama selalu dihubungkan dengan peristiwa pemecahan bakarahatau selaput dara.

          Menahan nafsu birahi pada malam pertama pernikahan adalah langkah yang bijaksana. Sebaiknya pada malam itu dilakukan perkenalan dan tidur bersama atau melakukan cumbu rayu sebagai pelepas kerinduan. Diperlukan pula kebijaksanaan suami untuk memberikan ketenangan agar isteri tidak merasa takut.

Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam ketika menikah dengan Aisyah radliallahu anha satu-satunya isteri Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam yang gadis- dengan memberikan kepada Aisyah radliallahu anha segelas susu dan duduk disampingnya untuk menenangkannya. (HR. Imam Ahmad dll dengan sanad hasan)

Yang dianjurkan saat malam pertama,diantaranya;

  •  Dianjurkan mandi dan mengenakan wewangian
  • Sebaliknya malam pertama tidak jatuh pada hari-hari haidh
  • Apabila seorang suami bertemu dengan istrinya pertama kali. Hendaklahh melakukan shalat dua rakaat bersama istrinya.

          Dianjurkan shalat dua rakaat kemudian meletakkan tangan di ubun-ubun kepala istri sambil membaca basmalah dan mendo’akan berkah lalu  berdo’a sesuai dengan sunnah, sebagaimana  sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam.

“ apabila diantara kalian menikahi wanita atau membeli budak hendaklah memegang ubun-ubunnya, membaca bismillah dan berdo’a dengan keberkahan dan mengucapkan do’a. ‘Ya Allah saya memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan tai’atnya. Dan  saya berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan eburukan tbi’atnya” ( HR. Bukhari, Abu Dawud, Ibn Majah dan Al-Hakim)


Etika  atau adab dalam berjima’ (bersenggama).


Suami yang bijaksana adalah suami yang tidak hanya mementingkan kepuasan diri sendiri, akan tetapi ia juga berupaya memberikan kepuasan kepada isterinya. Karena itu cumbu rayu sangat diperlukan sebelum dimulainya hubungan badan (jima’).

Para ulama dalam kitab-kitab mereka menerangkan secara mendetail dan terperinci tentang masalah ini dan upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan suami untuk memberikan kepuasan kepada isterinya. Seorang isteri akan merasa sangat tersiksa apabila suami meninggalkannya sebelum mencapai puncak kepuasan (orgasme).

Sunnah Sebelum Berjima’(bersenggama) dimalam pertama
  • Suami memegang bagian depan kepala isteri lalu membaca do’a sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ.

(Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan apa yang telah Engkau ciptakan dalam wataknya, dan aku memohon perlindungan kepadaMu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang telah Engkau ciptakan dalam wataknya). (HR. Bukhari, Abu Dawud dll)
 
  • Shalat dua raka’at berjamaah suami-isteri kemudian berdoa memohon keberkahan kepada Allah Ta’ala , sebagaimana dicontohkan sahabat Ibn         Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu dan Salafus Saleh Rahimahumullah. (Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Abdur Razzaq dan Ath-Thabrani dengan sanad sahih)

  • Berdoa ketika hendak melakukan jima’:

بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا.

(Dengan nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari syaitan, dan jauhkan syaitan dari mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami.)(HR. Bukhari dan Muslim)

Hal-hal yang diharamkan dalam senggama (jima’):
 
  • Senggama (jima’) melalui anus atau lubang dubur [anal sex].

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Terkutuklah suami yang menggauli isterinya di lubang duburnya (anus).” (HR. Imam Ahmad, Ibn Adiy dll dengan sanad hasan)
 
  • Senggama di farji (vagina) ketika isteri dalam keadaan haid.

Allah Ta’ala berfirman: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 222).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda tentang wanita haid: “Lakukanlah segala sesuatu selain nikah (jima’ di farji). (HR. Muslim dll)

Jadi yang diharamkan hanyalah senggama di lubang dubur / anus [anal sex] dan senggama pada waktu haid di farji saja, selain itu tidaklah diharamkan.

Rumah tangga yang sakinah


          Rumah tangga sakinah adalah rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta dan takwa kepada Allah Ta’ala, saling menghormati, menghargai dan pengertian dari semua pihak. Apabila ada problem atau masalah maka diselesaikan dengan sabar dan tanpa emosi serta tidak mudah mengeluarkan kata-kata cerai.

          Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa salah satu jalan menuju kebahagiaan adalah paham dalam liku-liku seksuil. Akan tetapi kepahaman itu belumlah sempurna kalau tidak disertai dengan iman dan takwa.

         Apalah artinya harta bagi seorang isteri jika ternyata kebutuhan bathiniahnya tidak terpenuhi? Demikian pula apalah artinya kecantikan, keayuan dan kemolekan isteri jika ia dingin saja dalam berhubungan badan (jima’) dengan suaminya? Suami isteri harus menyadari akan hal ini.

         Seorang isteri harus selalu siap melayani suaminya untuk mencapai kepuasan, demikian pula seorang suami harus selalu berusaha memberi kepuasan kepada isterinya. Akhirnya berbahagialah keduanya dalam jalinan cinta yang harmonis dan diridlai oleh Allah Ta’ala.

Semoga Allah Ta’ala memberikan kepada kita semua rumah tangga sakinah, yang penuh dengan mawaddah dan rahmah, rumah tangga yang “Baitiy jannatiy” Rumahku adalah sorgaku. Amien ya Robbal ‘alamin.



(Disarikan dari kitab:  Cerdas Memilih Jodoh, karya ustdz. Zaenal Abidin bin Syamsudin. Penerbit; al-manar)



Ditulis oleh : Ibnu Abdillah

Kota Tapis Berseri: Pringsewu, Lampung



Artikel: Belajar Islam

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : PERNIKAHAN YANG ISLAMI

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter