07 Juni 2014

Nekad Nikahkan Anak

Bismillah


NEKAD NIKAHKAN ANAK


Dalam judul di atas, nekat yang dimaksud ialah, ngotot, kuat dalam kemauan untuk melaksanakan sesuatu, terkadang jelek dan terkadang baik. Jika maksudnya baik dan membawa maslahat tentu termasuk azam(tekad) yang kuat dan tawakal.

Sedangkan nekat dalam hal yang baik hukumnya wajib. Karena tawakal berserah diri kepada Allah Ta'ala dalam segala urusan dengan cara ikhtiar yang diridhai oleh Allah Ta'ala.

Kejahatan Ramaja Akibat Pergaulan

Orang tua harus memaklumi bahwa hidup putra dan putri kita pada zaman sekarang diliputi dengan kesenangan dunia yang umumnya merusak kehormatan diri, keluarga dan agamanya jika mereka tidak memiliki iman yang kuat. Sangat berbeda dengan pola hidup pada zaman dulu.
Terlebih lagi banyak media yang menjadi fasilitator menuju kerusakan bila salah dalam penggunaan.

Pacaran Pintu Kejahatan

Pacaran, sebagaimana yang kita maklumi, adalah berhubungan dengan lawan jenis yang bukan mahram, karena dorongan hawa nafsu setan, dengan niat ingin menikahi atau sekedar bersenang-senang.
Biasanya diawali dengan berbicara, bertatap muka, berjabat tangan, selanjutnya bepergian bersama, bersentuhan badan, atau berhubungan dengan HP dan lainnya. Bahkan bersepi-sepi. Ini semua haram, karena sangat berbahaya. Bahkan, bisa jadi akan terjatuh kepada puncaknya zina. Padahal Allah Ta'ala telah mengharamkan sarana menuju kepada perbuatan tersebut. (Qs. Al-Isra': 32)

Syaikh Abdurrahman as-Sa'di rahimahullah berkata,"Larangan mendekati zina lebih ditekankan dan lebih keras daripada jatuh kepada perbuatan zina itu sendiri.  Karena larangan ini mencakup semua pemicunya, seperti halnya orang yang memelihara ternak di dekat pekarangan orang, dikhawatirkan hewan itu masuk di dalamnya, apalagi manusia punya syahwat yang cukup membahayakan. "(Tafsir al-Karim ar-Rahman 1/457)

Nekat Karena Anaknya Terlanjur Berdosa Dan Malu.

Sering kita jumpai orang tua malu, terutama orang tua yang punya anak perempuan tatkala putrinya bergandengan dengan pemuda. Pada awalnya, dikira tidak ada masalah, ternyata tiba-tiba putrinya sudah hamil dua bulan atau tiga bulan. Tentu orang tua sangat sedih dan malu.
Mau digugurkan salah, tidak digugurkan juga salah. Akhirnya orang tua pihak putri nekat mencari orang tua si pria yang menggandeng putrinya sehingga hamil itu.
Akhirnya pula, ia nekat memanggil kepala KUA agar menikahkan putrinya dengan paksa. Padahal semestinya harus menunggu lahir, agar tidak tercampur air dari bibit halal dan air haram.

Allah Ta'ala berfirman:

ۚ وَأُولَتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."(QS. Ath-Thalaq: 4)

Tetapi karena perasaan malu dengan tetangga dan orang tua wanita, maka harus dinikahkan dengan paksa walaupun hanya diwalimahi secara sederhana. Kembali lagi,  karena malu diketahui oleh orang. Padahal tetangga dekat juga sudah tahu.

Begitulah musibah yang dapat menimpa kita apabila orang tua tidak memperhatikan pergaulan putra putrinya di sekolah, yang tidak peduli akhlak anak-anaknya, seperti bebas bergaul dengan lawan jenis.  Jika peristiwa ini sering terjadi antara siswa dan siswi, mahasiswa dan mahasiswi, pekerja yang bercampur aduk, apa kita tidak merasa takut apabila peristiwa ini terulang juga pada keluarga kita,? Padahal kita harus bertanggung jawab di sisi Allah Ta'ala.

Oleh karena itu, bagi yang punya anak perempuan hendaknya lebih perhatian tentang fitnah pergaulan, agar anak menjadi shalihah dunia dan akhiratnya.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang mendidik dua atau tiga putrinya, atau dua saudarinya atau tiga, sehingga meninggal dunia, atau sampai ia mati, maka aku dan dia yang telah mendidik seperti dua ini, (di surga)." Beliau bersyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.  (HR. Ahmad 25/87, dishohihkan oleh al-albani dalam Ash-shahihah: 296)

Nekat Yang Terpuji

Nekat yang terpuji bila orang tua segera menikahkan putrinya, walaupun umurnya masih muda. Misalnya, ketika ada pemuda yang baik agama dan akhlaknya ingin mengkhitbah (melamar) putrinya. Ia pun menawarkan kepada putrinya. Saat putrinya itu diam, ia pun melangsungkan pernikahan keduanya. Karena diamnya tanda dia setuju.
Demikian pula untuk putranya, maka ini nekat yang terpuji.  Mereka segera dinikahkan meski belum selesai kuliahnya, atau membantu keinginan anaknya untuk menikah, insya Allah dia akan ditolong oleh Allah Ta'ala dan dimudahkan urusannya.

 وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."(QS. An-Nur: 32)

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ولله في عون العبد ما كان العبدفي عون أخيه
"Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya apabila hamba itu juga senantiasa menolong saudaranya. "(HR.  Muslim 13/212)

Contoh lain tentang nekat yang benar dan terpuji:
Ketika orang tua melihat putrinya sedang berteman dengan pria. Sebelum terjadi perbuatan yang hina, orang tua berniat segera menikahkannya, jika memang pria itu orang yang baik agamnya orang tua bersedia membimbingnya ke arah pemahaman yang baik dan benar.
Orang tua bersedia membatu kelancaran pekerjaan menantunya.  Tentu hal ini sangat menggembirakan semua pihak, dan termasuk saling menolong dalam hal kebaikan dan takwa.

Termasuk nekat yang baik pula, bila orang tua tahu saat putranya sudah sangat kuat keinginannya untuk menikah . Bahkan sudah punya pandangan, dan orang tua tahu bahwa wanita yang disenangi oleh anaknya juga wanita yang Baik-baik, bagus agamanya, dari keluarga yang baik pula,  sekalipun anak belum terampil kerja, namun orang tua hendaknya bersedia mambantu nafkahnya, atau mengarahkannya kepada pekerjaan yang bisa dikerjakannya.
Bila hal ini dilakukan oleh orang tua, tentu termasuk amal baik orang tua kepada anak, sedangkan orang yang paling baik adalah yang paling baik perlakuannya kepada keluarganya.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خيركم خيركم لأهله وأنا خيركم لأهلى

"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah yang paling berbuat baik kepada keluargaku"(HR.  At-Tirmidzi 14/53)

Nekat Menawarkan Putrinya Dan Putranya

Termasuk membantu anak, ialah bila orang tua nekat menawarkan putrinya kepada pria yang shalih agar dia segera mendapat jodoh.
Karena fitrah anak perempuan yang masih murni dan pemalu(berbeda dengan anak perempuan zaman sekarang yang sudah hilang rasa malunya-pen),
Tentu akan menunggu orang tua yang menawarkan putrinya untuk mendapatkan pasangan yang cocok.

Bukankah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menawarkan Fatimah radhiyallahu'anha, putrinya kepada sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu? Demikian juga sahabat Umar radhiyallahu'anhu, menawarkan putriny yang bernama Hafshah radhiyallahu'anha kepada Utsman radhiyallahu'anhu? Walaupun ditolak, tetapi sahabat Umar radhiyallahu'anhu tidak malu, bahkan menawarkannya kepada sahabat Abu Bakar radhiyallahu'anhu.
Sehingga Hafshah binti Umar akhirnya dinikahi olah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.

Jika sahabat tidak malu menawarkan putrinya kepada sahabat lainnya(karena termasuk amalan yang mulia dan membantu kebahagiaan putra dan putrinya), mengapa kita sebagai orang tua malu menawarkan putra putri kita? Perlu dimaklumi,  ini bukan termasuk jual beli, tapi termasuk tolong menolong dalam kebaikan dan amar ma'ruf nahi mungkar.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

لا تنكح الأيم حتى تستأ مر، ولا تنكح البكر حتى تستأ ذن قالا : يا ريول لله ، وكيف إذنها   قال: أن تسكت

"seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diajak berenbuk, sedang seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah a dimintai izinnya." Para sahabat bertanya: 'wahai Rasulullah, bagaimana izinnya?' Beliau bersabda,'ia diam.'"(HR. Bukhari 6/2556)

Hadits ini dapat dipahami, bahwa orang tua hendaknya peka dan bertanggung jawab atas apa yang menjadi kebutuhan putra dan putrinya.  Bahkan ada ulama yang berfatwa, bahwa belumlah orang itu sempurna berbuat baik kepada anaknya sehingga dia menikahkannya.

Wallahu Ta'ala A'lam.



Oleh.  Ustadz. Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc



Selesai dikutif 23.30. 9 Sha'ban 1435H, di kontrakan jl. Buaya Barat II, Karet-Tanah abang-Jakarta Pusat.

Sumber: 
Majalah Al-Mawaddah vol. 72 - Jumadal Ula 1435 H,  hlm.30-32


 Dikutif oleh:
Radinal Maasy ibnu Abbdullah

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Nekad Nikahkan Anak

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter