18 Februari 2014

Aqidah Imam Asy-Syafii bag. 4

Aqidah Imam Asy-Syafii [bag. 4]

Seputar Kenabian dan Kematian 

1. Iman Kepada Para Nabi 

Maksudnya adalah tashdiq (pembenaran) terhadap kenabian semua Nabi yang diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan membenarkan apa yang mereka sampaikan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, iman terhadap nama-nama mereka, sifat-sifat mereka, dan pembenaran secara umum tanpa mengingkarinya.

Imam Asy-Syafi'i berkata," Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan Nabi sebagai makhluk pilihan di antara makhluk-makhluk-Nya, dan menitipkan amanah wahyu untuk disampaikan dan menegakkan hujjah kepada manusia.
( Al-Umm, 4/159 )

2. Kematian

Diriwayatkan dari AL-Baihaqi dari Imam Asy-Syafi'i beliau berkata," Adzab kubur itu benar adanya dan pertanyaan yang diajukan kepada penghuni kubur juga benar adanya".( Manaqib Asy-Syafi’i, 1/415-416 )

3. Menghadiahkan Pahala Amal Kepada Mayit 

Kalangan Ahlussunnah wal Jamaah sepakat bahwa orang yang telah mati dapat menerima manfaat dari usaha orang yang hidup dalam dua hal:
  • 1. Hasil usaha mayit ketika hidup yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain.  
  • 2. Amal shalih orang yang masih hidup apabila dilakukan sebagai taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kemudian diberikan kepada mayit, akan sampai namun terjadi perbedaan pada sebagian ibadah.( Syarah Aqidah Al-Thahawiyah, hal. 452 )
Imam Asy-Syafi'i dan Imam Malik berpendapat bahwa tidak sampai kepada mayit kecuali apa yang diterangkan oleh dalil tentang pengesahan untuk memberikan hadiah kepada mayit yaitu berbentuk doa, shadaqah, haji dan umrah. Adapun diluar itu tidak sampai kepadanya dan tidak pula disyariatkan perbuatannya dengan niat memberikan hadiah.

Itulah pendapat yang masyhur (populer) dari mazhab Imam Asy-Syafi'i dan Imam Malik.
( Syarah Aqidah Al-Thahawiyah, hal. 452 dan Al-Majmu’ , Imam AnNawawi, 15/521 )

Adapun dalilnya adalah:  
  • 1. Sabda Rasulullah,"Apabila mati anak Adam, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga hal; shadaqah jariyah, anak shaleh yang mendo'akannya dan ilmu yang bermanfaat baginya sepeninggalnya", (HR. Muslim dari Abu Hurairah).  
  • 2. Hadits 'Aisyah tentang seorang pria yang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam dan berkata,"Wahai Rasulullah! Sesungguhnya ibuku telah meniggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat, saya kira seandainya ia sempat berbicara niscaya akan bershadaqah, adakah baginya pahala jika saya bershadaqah untuknya?. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam menjawab,"Ya". (HR.Bukhari dan Muslim).  
  • 3. Hadits Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa seorang wanita dari Juhainah telah datang menghadap Nabi dan berkata, " Ibuku telah bernadzar untuk melaksanka ibadah haji tetapi belum sempat melaksanakan ia telah meninggal dunia, bolehkah aku melaksanakan haji untuknya?. Nabi bersabda," Berhajilah untuknya! bagaimana menurutmu kalau ibumu memiliki hutang, haruskah engkau melunasinya?. Hutang kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih berhak untuk dilunasi (HR.Bukhari).  
  • 4. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda,"Barangsiapa yang meninggal dunia masih memiliki kewajiban puasa, maka hendaklah walinya berpuasa untuknya". (HR.Bukhari dan Muslim dari Aisyah).  
Imam Asy-Syafi'i berkata,

" Disampaikan pahala kepada si mayit dari tiga amalan orang lain; haji yang dilaksanakan untuknya, harta yang dishadaqahkan atau dilunasi untuknya, dan doa. Adapun shalat dan puasa, itu hanya milik pelaku dan tidak sampai kepada mayit.

Berbeda dengan harta, sesungguhnya seorang mempunyai kewajiban untuk memenuhi apa –apa yang pada harta itu terdapat hak Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berupa zakat dan lainnya, karena itu memadai bila dilaksanakan oleh orang lain atas perintahnya.

Adapun doa, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk melakukannya dan meminta Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam untuk melaksanakannya.

Maka, apabila dibolehkan berdoa untuk saudara yang masih hidup, berarti boleh pula berdoa untuk yang telah mati. Dan Insya' Allah Subhanahu wa Ta'ala keberkahan akan sampai kepadanya, di samping Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Luas rahmat-Nya untuk memenuhi pahala orang hidup dan menyertakan si mayit dalam kemanfaatannya.

Demikian pula setiap kali seseorang bertathawwu' (shadaqah sunnah) untuk orang lain melalui sedekah tathawwu'".
( Al-Umm, 4/120, Manaaqib Asy-Syafi’i, 1/431 )

Adapun aqidah beliau dalam masalah-masalah di hari kiamat, sebagaimana aqidah salaf yang lain. Beriman kepada kebangkitan, pembalasan, pemeriksaan, hisab, pembacaan tulisan, pahala, siksaan, titian, neraka dan surga, yang merupakan dua makhluk yang tidak akan musnah selamanya.( Syarah Al-Thahawiyah, hal. 404-405 )

Aqidah Imam Asy-Syafi’i Seputar Sahabat 


Imam Asy-Syafi'i berkata,

" Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuji para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam di dalam Al-Qur’an51, taurat dan injil.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak” menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min).Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. al-Fath: 29)

Keutamaan mereka telah disampaikan oleh Rasulullah, sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang selain mereka. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menyayangi mereka dan menempatkan mereka setinggi-tinggi derajat, yaitu derajat orang yang jujur, syuhada' dan orang-orang yang shalih.

Merekalah yang menyampaikan kepada kita sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan menyaksikan wahyu diturunkan kepada Rasulullah.

Mereka mengerti apa yang dikehendaki oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam baik secara umum dan khusus.

Mereka mengetahui semuanya yang tidak kita ketahui. Mereka berada di atas kita dalam bidang ijtihad, pengetahuan, wara', dan lainnya.

 Pemikiran mereka lebih terpuji dan lebih utama untuk kita dari pemikiran yang datang berikutnya. Jika seorang di antara mereka menyatakan pendapatnya dan tidak ada seorangpun yang menyalahkannya, maka kitapun harus mengambil pendapat tersebut".
( Manaaqib Imam Asy-Syafi’i, oleh AL-Baihaqi, 1/442-443 )

Setiap sahabat memiliki kelebihan tersendiri, tapi yang paling utama secara berurutan adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali Radiyallahu 'Anhum.

Imam Asy-Syafi'i menyebutkan,

"Semua ulama sepakat tentang ini, yang diperselisihkan hanya mana yang lebih utama Utsman atau Ali". Beliau juga berkata," Kita tidak menyalahkan salah seorang di antara kalangan sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam pada apa yang mereka kerjakan".( Ibid , 1/434 )

Sumber:
Maktabah Abu Salma al-Atsari
(Diringkas dari Aqidah dan Manhaj Imam Asy-Syafi'i, oleh:  Al-Ustadz Nurul Mukhlishin. M.Ag) 

Di salin oleh:
Radinal Maasy



Aqidah Imam Asy-Syafi'i 
Aqidah Imam Asy-Syafi'i bag. 2
Aqidah Imam Asy-Syafi'i bag. 03

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Aqidah Imam Asy-Syafii bag. 4

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter