13 Februari 2014

Aqidah Imam Asy-Syafii bag.2

Aqidah Imam Asy-Syafii [bag.2]

Hukum Pelaku Dosa Besar dan Pengaruhnya Pada Imam

Ahlussunnah wal jama'ah memiliki sikap pertengahan antara sikap Khawarij dan Mu’tazilah yang berlebih-lebihan dan sikap Khawarij yang longgar.

Khawarij berpendapat bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar (al-kabirah) menjadi kafir jika tidak bertaubat dan akan kekal di neraka.

Mu'tazilah mengatakan mereka akan kekal di neraka dan didunia berada di antara dua posisi yaitu tidak kafir dan tidak mukmin (manzilah bainal manzilatain).

Sementara Khawarij mengatakan bahwa orang yang mengucapkan syahadat telah sempurna imannya dan setiap mukmin masuk surga. Dosa tidak berpengaruh terhadap iman sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat bersama kekufuran.
( Lihat Al-Tafsil fi Al-Fashl, Ibnu Hazm, III/ 229-247 )

Adapun Ahlussunnah mereka berpendapat bahwa dosa besar yang dilakukan seorang mukmin tidak mengeluarkannya dari iman. Bila mereka meninggal sebelum bertaubat, maka ia akan disiksa di neraka namun tidak kekal, bahkan urusan mereka diserahkan kepada Allah, apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyiksanya atau berkenan mengampuninya.
( Lihat Syarhu As-Sunnah, Imam Al-Bagawi, I/103)

Mereka berdalil dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.(QS. An-Nisa: 48).

Mafhumnya, setiap dosa yang selain dosa syirik berada dalam masyi'ah (kehendak) Allah. jika Allah Subhanahu wa Ta'ala menghendaki untuk mengampuninya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengampuninya sekalipun pelakunya tidak bertaubat.

Sebaliknya bila Allah Subhanahu wa Ta'ala menghendaki untuk menghukumnya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menyiksanya.

Ucapan Imam Asy-Syafi'i tentang dosa-dosa besar selain syirik

Imam Asy-Syafi'i berpendapat bahwa ahlul qiblat (kaum mukminin) yang berbuat dosa besar berada di bawah masi'ah Allah.

Beliau berkata,

"Orang yang lari pada saat pertempuran bukan karena ingin bersiasat dalam menghadapi musuh atau bukan karena ingin bergabung dengan pasukan lain, maka saya khawatir ia mendapat murka Allah, kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala memaafkannya.( Al-Umm, 4/169, Manaaqib Asy-Syafi'i oleh AL-Baihaqi, 1/328)

 Beliau juga berkata,

"Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan akherat sebagai tempat tinggal abadi dan balasan atas amal-amal kebaikan dan kejahatan di dunia jika Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mengampuninya.(Al-Umm, 4/122)

Pendapat Imam Asy-Syafi'i di atas didasarkan pada nash-nash al-Qur'an dan sunnah di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

 وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَىٰ فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّىٰ تَفِيءَ إِلَىٰ أَمْرِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا ۖ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

"Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Hujraat:9).

Imam Asy-Syafi'i berkata,

"Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan peperangan antara dua golongan, namun tetap dinamakan mukminin dan menyuruh untuk didamaikan dst”.(Al-Umm, 4/214)

Hukum Meninggalkan Shalat

Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas harus disuruh taubat, bila tidak mau dia boleh dibunuh karena had (hukuman) bukan karena ia murtad dan sudah menjadi kafir.( Al-Umm, 1/208 )

Pendapat beliau ini bertentangan dengan pendapat Mayoritas ulama baik salaf maupun khalaf yang mengatakan mereka dibunuh karena ia kafir.(Nailul Authar, Al-Syaukani, 1/376)

Hukum Sihir dan Penyihir

Mengenai masalah sihir dan tukang sihir, Imam Syafi’i memberikan perincian, beliau berkata,

"Jika seorang belajar sihir, maka tanyalah ia apakah sihirnya itu?”. Bila sihirnya berisi hal-hal yang menjadikannya kafir seperti meminta bantuan kepada jin dan binatang, maka ia kafir. Bila ia hanya menggunakan bau-bauan (kemenyan) maka tidak kafir tapi sangat diharamkan. Dan bila ia mengakui sihir itu dibolehkan, maka ia juga kafir. Jika tidak menyakini itu boleh maka ia tidak kafir.
( Al-Umm, 1/256-257 )

Tauhid Uluhiyah

Tauhid uluhiyah menurut Imam Asy-Syafi'i adalah,

" Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ibadah, dan ini merupakan hakekat Tauhid. Dan untuk itulah manusia diciptakan,

sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku".(QS. Adz-Dzaariyat: 56).

Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى

"Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?"(QS. Al-Qiama: 36).

Imam Asy-Syafi'i berkata,

"Para ulama tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan "suda" dalam ayat ini adalah tidak diperintah dan tidak dilarang”.
( Kitab Al-Risalah, hal. 25 )

Beberapa Masalah Tentang Kubur

  • Talqin
Tidak ada keterangan dari Imam Asy-Syafi'i tentang masalah talqin. yang menganjurkan talqin adalah ulama-ulama Syafi'iyah seperti al-Qadhi Husain, Al-Mutawalli, Al-Rafi'i dan lainnya.

Mereka berdalil dengan hadits-Hadits Umamah yang diriwayatkan oleh Al-Thabrani. Namun hadits tersebut dhaif.( Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, 5/304 )

Syaikh Al-Albani menyebutkan di antara sebab lemahnya adalah karena dalam sanadnya ada Al-Azdi atau Al-Audi yang tidak tsiqah dan dia majhul.( Irwa’ Al-Ghalil, 3/203-204 )

  • Meratakan Kuburan
Imam Asy-Syafi’'i berkata,

"Aku menyukai kalau tanah kuburan itu sama (diratakan) dari yang lain, dan tidak mengapa jika ditambah sedikit saja sekitar satu jengkal”.( Syarah Shahih Muslim, An-Nawawi, 2/666 )

  • Membangun kuburan dan duduk di atasnya
Imam Asy-Syafi’i berkata,

"Aku suka jika kuburan itu tidak dibangun dan disemen, karena hal itu merupakan bentuk perhiasan dan kebanggaan. Saya juga tidak suka kuburan itu diinjak, diduduki atau dijadikan sandaran."

Beliau berdalil dengan Sabda Nabi,

" Seseorang duduk di atas bara api sehingga pakaian dan kulitnya terbakar, lebih baik baginya daripada duduk di atas kuburan seorang muslim”.(HR.Muslim)
( Al-Umm, 1/277 )

  • Ziarah kubur
Imam Asy-Syafi’i berkata,

"Dan boleh melakukan ziarah kubur. Dalam ziarah kubur, janganlah mengucapkan kata-kata kotor yaitu mendoakan jelek kepada mayit dan meratapinya. Tetapi beristigfarlah untuk si mayit”.( Al-Umm, 1/278 )

 Ziarah kubur khusus untuk laki-laki dan Wanita tidak boleh melakukannya berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat wanita –wanita yang menziarahi kubur”.
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/337-356),
Imam At-Tirmidzi no. 1056, Ibnu Majah, no.1576. Tirmidzi mengatakan,”Hadits ini hasan shahih dan memiliki syawahid (penguat) di antaranya adalah:
  • 1. Sanad dari Hassan pada riwayata Ahmad (3/442-443), Ibnu Majah (1574).
  • 2. Dari Ibnu Abbas pada Ahmad (1/229), Abu Daud (3236), At-Tirmidzi (320), AN-Nasa’i (4/94-95) dan Ibnu Majah (1575)
  • 3. Karena banyak jalurnya, maka hadits ini shahih. Imam An-Nawawi berkata," Adapun jika tujuannya (ziarah kubur) untuk mendo'akan si mayit atau mengambil ibrah (pelajaran) darinya, maka itu bisa dilakukannya di rumahnya".
( Al-Majmu', Imam An-Nawawi, 5/309-311 )

  • Syafaat
Syafaat artinya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar Dia mengampuni dosa dan kesalahan orang lain yang diberi syafaat.

Syafaat di bagi dua yaitu:

A.Syafaat yang diakui oleh agama dan bermanfaat bagi pelakunya, yaitu syafaat yang memiliki dua syarat yaitu:
  • 1. Si pemberi syafaat mendapat izin dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memberi syafaat, lihat al-Qur’an surat Al-Baqarah: 255, Yunus:3.
  • 2. Orang yang diberi syafaat mendapat ridha dari Allah Subhanahu wa Ta’ala  lihat al-Qur’an surat An-Najm: 26, Al-Anbiya’: 28.
B. Syafaat yang tidak diakui oleh agama dan tidak bermanfaat bagi pelakunya karena tidak memenuhi syarat di atas.

  • Ruqyah
Imam Asy-Syafi’i membolehkan ruqyah dengan syarat diambil dari kitabullaah atau zikrullah.(Al-Umm, 7/228)


Sumber:
Maktabah Abu Salma al-Atsari
(Diringkas dari Aqidah dan Manhaj Imam Asy-Syafi'i, oleh:  Al-Ustadz Nurul Mukhlishin. M.Ag)

Disalin oleh:
Radinal Maasy

Aqidah Imam Asy-Syafi'i 1
Aqidah Imam Asy-Syafi'i 03
Aqidah Imam Asy-Syafi'i 04



Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Aqidah Imam Asy-Syafii bag.2

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter