09 Maret 2014

Melihat Allah Ta'ala Di Akhirat Anugerah Teristimewa

Bismillahirrahmanirrahim


Melihat Allah Ta'ala Di Akhirat Anugerah Teristimewa


Muqaddimah

Masalah ini merupakan salah satu pembahasan aqidah yang sangat penting. Bagaimana tidak, sedangkan hal itu merupakan kenikmatan yang teramat agung.
Inilah salah satu pokok aqidah yang telah mapan dalam Islam, perkara aqidah yang di dukung oleh banyak sekali dalil-dalil al-Qur'an dan as-sunnah, di sepakati oleh seluruh nabi dan Rasul serta para sahabat dqn imam-imam Islam sepanjang masa.
Pembahasannya menyejukkan pandangan Ahli Sunnah dan membuat geram para ahli Bid'ah, dan menyembulkan semangat hamba untuk berlomba-lomba meningkatkan amal shalih dalam menggapainya.(1)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,  "ia merupakan kenikmatan surga yang paling tinggi dan puncak harapan para hamba yang beribadah kepada Allah dengan penuh keikhlasan.  Menurut mayoritas ulama salaf, seorang yang mengingkarinya telah jatuh dalam kubang kekufuran."( Majmu' Fatawa 6/486)

Aneh tapi nyata, kendati pun masalah ini begitu gamblang dan jelas, ternyata ia diingkari oleh sebagian ahli Bid'ah dan pengekor hawa nafsu yang dibutakan mata hatinya. Mereka berasal dari kalangan Jahmiyyah yang hina, Bathiniyyah yang nista,  dan Rafidhah yang dimurkai. Mereka tidak mempercayainya , menolaknya, atau minimal meragukannya.

Argumentasi Aqidah

Sesungguhnya keyakinan "melihat Allah di akhirat kelak" merupakan aqidah yang mapan dalam al-Qur'an, hadits, dan ijma'. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang-orang yang menyimpang dari kebenaran.

1. Al-Qur'an

a. Firman Allah Ta'ala:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَة
إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌٌ

"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat."(QS. Al-Qiamah: 22-23)

Ketahuilah wahai saudaraku-semoga Allah merahmatimu- bahwa ayat yang mulia ini termasuk dalil yang sangat kuat dan jelas yang menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman akan melihat wajah Allah Ta'ala dengan mata mereka di akhirat nanti.(2)
Hal itu bisa dilihat dari tiga segi:
  • Dalam ayat ini Allah Ta'ala menggandengkan kata "melihat"dengan kata depan ila (kepada) yang ini berarti mereka melihat wajah Allah Ta'ala dengan indra penglihatan mereka.
  • Dalam ayat ini juga disandarkan kepada wajah yang merupakan anggota untuk melihat.
  • Dalam ayat ini dinyatakan bahwa "wajah-wajah mereka berseri-seri" karena kenikmatan di surga yang mereka rasakan sesuai dengan tingkatan surga yang mereka tempati. Dan keceriaan wajah seperti itu diraih dengan melihat.(3)
Oleh karenanya, as-Suyuthi rahimahullah mengatakan tentang ayat diatas, "Dalam ayat ini terdapat bantahan terhadap kaum Mu'tazilah yang mengingkari ru'yah(melihat Allah di akhirat)"
(Al-Iklil fi Istinbath Tanzil 3/1290)

b. Firman Allah Ta'ala:

كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ

"Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (melihat) Tuhan mereka."(QS. Al-Muthoffifin: 15)

Imam AL-Baihaqi meriwayatkan sanad dari Ibnu Harm al-Qurasyi berkata, "Saya mendengar Asy-Syafi'i berkata tentang firman Allah Ta'ala di atas: "Tatkala Allah menghalangi mereka dengan kemurkaan, maka hal ini menunjukkan bahwa kaum mukminin akan melihat - Nya dengan keridhaan. '"(Manaqib Syafi'i 1/420)

Al-Hafidz ibnu Katsir rahimahullah berkomentar, 'Apa yang diucapkan oleh Imam Syafi'i diatas bagus sekali. Beliau berdalil dengan Mafhum Mukhalafah(pemahaman keterbalikan) dari ayat ini, yang jelasnya ditegaskan dalam firman-Nya:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَة
إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌٌ

"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat."(QS. Al-Qiamah: 22-23)

Dan sebagaimana ditegaskan dalam hadits-hadits yang shahih, bahkan mutawatir, kaum mukminin akan melihat Rabb mereka di kampung akhirat dengan mata kepala."(Tafsir Al-Qur'anin Azhim 8/351)

Dan masih banyak dalil dari Al-Qur'an tentang penetapan aqidah ini, diantaranya surat Yunus: 26, Qaf: 35, dan ayat-ayat yang menceritakan tentang perjumpaan dengan Allah seperti Al-Baqarah: 223, al-kahfi: 110, ar-Ra'du: 3, dan lain-lain.

2. Hadits

Lihatlah pembahasan ini yang di bahas secara terperinci dalam kitab-kitab seperti ar-Ru'yah, oleh ad ' Daruquthni(tahqiq Dr. Al-Faqihi), Ru'yatullah Tabaraka wa Ta'ala, oleh ibnu Nahhas(tahqiq Dr. Mahfuzhurrahman), dll

Banyak sekali dalil-dalil tentang ini, bahkan menurut timbangan para ahli hadits telah mencapai derajat mutawatir sehingga tidak perlu diragukan keabsahannya. Kalau memang demikian keadaannya maka kita pilih salah satu diantaranya:

Dari Jarir radhiyallahu'anhu berkata, "Ketika kami duduk-duduk bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau melihat ke arah bulan di malam purnama seraya berkata, 'Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak samar dalam melihat-Nya. Jika kalian mampu untuk tidak meninggalkan shalat sebelum terbitnya matahari(Subuh) dan shalat sebelum terbenamnya matahari(Asar) maka lakukanlah.'"(HR. Al-Bukhari: 7434, Muslim: 1432)

Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya tentang "melihat Allah di akhirat" hingga menurut para pakar ilmu hadits mencapai derajat mutawatir sehingga tidak perlu diragukan lagi keabsahannya.
Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan, "Adapun hadits-hadits dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya tentang melihat Allah di akhirat derajatnya mutawatir.  Diriwayatkan oleh banyak sahabat: Abu Bakar ash-Shiddiq, Abu Hurairah, Abu Sa'id al-Khudri, Jarir bin Abdullah al-Bajali, Shuhaib bin Sinan ar-Rumi, Abdullah bin Mas'ud al-Hudzali, Ali bin Abu Thalib, Abu Musa al-Asy'ari dan lain-lainnya yang tidak disebutkan namanya"(4)

Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, "Adapun melihat Allah dengan mata kepala di akhirat merupakan hal pasti dan yakin. Telah mutawatir nash-nash tentangnya. Hadits-Hadits tentangnya telah di kumpulkan oleh ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan selainnya."(Siyar A'lam Nubala' 2/167)

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "ad-Daruquthni telah mengumpulkan hadits-hadits tentang melihat Allah di akhirat hingga mencapai dua puluh hadits. Ibnul Qayyim menelitinya hingga mampu mencapai tiga puluh hadits yang kebanyakan sanadnya bagus. Ad-Daruquthni menukil dari Yahya bin Ma'in bahwa dia mengatakan, 'Saya memiliki tujuh belas hadits tentang melihat Allah di akhirat, semuanya shahih.'"(Fathul Bari 13/434)

Dan masih banyak lagi ulama lainnya seperti Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 3/18, Ibnu Abi Izzi al-Hanafi dalam kitab Syarh Aqiqah Ath-Thahawiyah 1/215, 217, dan lainnya.

3. Ijma'

Banyak para ulama menukil ijma' tentang melihat Allah di akhirat kelak:

a.  Imam Abul Hasan al-Asy'ari. 

Beliau berkata: "Dan mereka(Ahlussunnah)bersepakat bahwa kaum mukminin akan melihat Allah Ta'ala pada hari kiamat dengan mata kepala mereka. "(Risalah ila Ahli al-Saghar hlm.237)

b. Imam AL-Baihaqi

Beliau berkata: "kami meriwayatkan dalam kitab Itsbat Ru'yah dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Hudzaifah bin Yaman, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abbas, Abu Musa, dan lain-lain, tidak di nukil dari seorangpun dari mereka yang meniadakannya. Sekiranya mereka berselisih, tentu perselisihan mereka akan dinukil kepada kita.
Nah, tatkala telah dinukil kepada kita bahwa mereka menetapkan melihat Allah di akhirat dengan mata kepala dan tidak dinukil adanya perselisihan diantara mereka, maka kita mengetahui bahwasanya mereka semua telah bersepakat satu kata tentang melihat Allah di akhirat dengan mata kepala. "
(Hadi Arwah hlm. 301)

c. Imam Ad-Darimi

Beliau berkata,  "Sungguh telah shahih atsar-atsar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ahli ilmu setelahnya, demikian pula al-Qur'an telah menegaskannya. Apabila berkumpul al-Qur'an,  Hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan ijma', maka tidak ada peluang bagi seseorang pun untuk menakwilkannya, kecuali seorang yang sombong atau pengingkar." (Ar-Radd ala Jahmiyyah hlm. 122-123)

d. Imam ibnu Khuzaimah

Beliau berkata, "Ahli islam dari kalangan sahabat, Tabi'in, dan orang-orang setelah mereka hingga para ulama yang kita saksikan pada zaman kita, tidak berselisih dan tidak meragukan bahwa seluruh kaum mukminin akan melihat Pencipta mereka kelak di akhirat dengan mata kepala. "(Kitab al-Tauhid 1/467)

e. Imam an-Nawawi

Beliau berkata, "ketahuilah, madzhab seluruh Ahlussunnah menetapkan Ru'yatullah(melihat Allah) di akhirat bagi kaum mukminin,bukan kaum kafirin.
Hal itu bukanlah Mustahil.
Sebagian kelompok ahli bid’ah dari Mu'tazilah,  Khawarij, dan sebagian Murji'ah beranggapan,  tidak ada seorang pun yang dapat melihat-Nya dan merupakan suatu hal yang mustahil secara logika.
Anggapan mereka ini jelas keliru, banyak sekali dalil-dalil dari al-Qur'an, Hadits, dan ijma' sahabat serta para ulama salaf setelah mereka yang menetapkan melihat Allah di akhirat bagi kaum mukminin,  diriwayatkan oleh dua puluh sahabat dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.   Ayat-ayat al-Qur'an juga masyhur.  Adapun syubhat-syubhat ahli Bid'ah telah dijawab secara tuntas di dalam kitab-kitab Ahlus Sunnah. "(Syarh Shahih Muslim 3/18)

f. Al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. 

Beliau berkata setelah memaparkan beberapa dalil berupa ayat, hadits, ucapan para salaf tentang masalah ini.  "Al-Qur'an,  Hadits mutawatir, Ijma' sahabat, Imam Islam, dan ahli hadits menunjukkan bahwa Allah akan dilihat kelak di akhirat dengan mata kepala secara terang, sebagaimana rembulan di malam bulan purnama dapat terlihat secara jelas dan sebagaimana matahari dapat dilihat secara terang di siang bolong. "(Hadi Arwah hlm. 319)

g. Imam al-Ajurri

Beliau berkata,"apabila ada yang menentang masalah ini dari seorang jahil yang tidak berilmu atau sebagian Jahmiyyah yang tidak diberi petunjuk dan dipermainkan setan, seraya mengatakan, 'Benarkah orang-orang yang beriman akan melihat Allah kelak di akhirat?'
Jawablah, 'Ya, benar. Segala puji bagi Allah atas hal itu.' Kalau orang Jahmi berkata, 'Saya tidak mempercayainya.'
Katakan kepadanya, 'Engkau telah kufur kepada Allah, Dzat Yang Maha Agung. '
Kalau dia mengatakan,'Apa alasannya?' Katakan kepadanya, 'karena kamu telah menolak al-Qur'an, Hadits, ucapan para sahabat, dan ucapan seluruh ulama kaum muslimin, serta kamu tidak mengikuti jalan orang-orang yang beriman.  Sehingga engkau termasuk dalam ayat:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali."(QS. An-Nisa: 115)

Selanjutnya, al-Ajurri mengatakan,"Barangsiapa membenci aqidah yang dianut oleh para imam tersebut dan menyelisihi al-Qur'an dan as-sunnah, serta Ridha dengan ucapan Jahm, Bisyr al-Mirrisi, dan sejenisnya maka dia kafir." (5)

Dengan penjelasan diatas ,tidak kita ragukan lagi bahwa melihat Allah Ta'ala Di Akhirat merupakan masalah ijma' dan tidak ada perselisihan di kalangan sahabat Radhiyallahu ' anhum sedikutpun selama-lamanya.
Inilah pendapat seluruh Ahlus Sunnah Wal Jamaah dari kalangan tabi'in dan para imam.
Bahkan, kata imam Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah rahimahullah, "Sesungguhnya kaum mukminin tidak berselisih pendapat bahwa mereka akan melihat Pencipta mereka kelak di Hari Akhir.  Barangsiapa mengingkarinya, dia tidak termasuk orang yang beriman. "(Hadi Arwah hlm.  317)

4. Akal

Adapun dalil akal yang menunjukkan masalah ini adalah bahwa Allah Ta'ala melihat Hamba-Nya sehingga tidak ada yang mustahil dalam akal jika hamba juga bisa melihat-Nya, sebab segala sesuatu yang ada maka bisa dilihat, sedangkan yang tidak dilihat itu adalah sesuatu yang tidak ada. Maka tatkala Allah Ta'ala adalah Dzat yang adw maka bukanlah mustahil jika Dia memperlihatkan diri-Nya kepada kita semua(kaum mukminin).(6)

Mungkinkah Melihat Allah Di Dunia?

Melihat Allah di dunia ini dengan mata kepala adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi selama-lamanya,berdasarkan hadits:

وإنكم لم تروا ربكم حتى تموتوا

"Dan sesungguhnya kalian tidak akan melihat Rabb kalian(di dunia) sampai kalian mati."(7)

Hal itu karena manusia tidak akan kuat jika melihat Allah Ta'ala di dunia. Karenanya, tatkala Nabi Musa 'Alaihis wasallam meminta kepada Allah Ta'ala agar memperlihatkan diri-Nya kepadanya, maka Allah Ta'ala berfirman kepadanya:

لَنْ تَرَانِي

"Kamu sekali-kali tidak bisa melihat-Ku."(QS. Al-A'rof: 143)

Maksudnya, kamu tidak bisa melihat-Ku sekarang di dunia karena kamu tidak akan kuat.

Para ulama telah bersepakat tentang hal ini. Tidak ada yang menyelisihinya kecuali orang yang jahil tidak mengetahui tentang agama atau membangun agamanya dengan dasar yang batil atau orang yang terjerumus dalam kubang tasawuf yang berlebihan. Kita berlindung kepada Allah dari hawa nafsu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, "Setiap orang yang mengaku melihat Allah dengan mata kepalanya sebelum mati maka pengakuannya adalah batil dengan kesepakatan Ahlus Sunnah Wal Jamaah karena mereka telah bersepakat bahwa seorang mukmin tidak bisa melihat Allah dengan mata kepalanya hingga dia meninggal dunia. "(Majmu' Fatawa 3/389-390)

Pernahkah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam Melihat Allah?

Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama menjadi dua pendapat.(8)
  • Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Allah Ta'ala yaitu ketika peristiwa Istra' Mi'raj. Hal ini dikuatkan oleh Sahabat Ibnu Abbas radhiallahuma; beliau berkata,"Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Allah Ta'ala dengan matanya." Dalam riwayat lain dengan lafal: "melihat dengan hatinya."(HR. al-Bukhari: 4716, Muslim: 176)
  • Sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melihat Allah Ta'ala.  Hal ini dikuatkan oleh Aisyah radhiyallahu'anha; Masruq pernah bertanya kepadanya, "wahai ibunda, apakah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam melihat Rabbnya?" Beliau (Aisyah Radhiyallahu'anha)menjawab, "sungguh berdiri bulu kudukku tatkala mendengar ucapanmu. Di manakah dirimu dari tiga perkara yang apabila seorang bercerita tentangnya maka dia telah berdusta?! Barangsiapa bercerita kepadamu bahwa Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam melihat Rabbnya maka dia berdusta," lalu Aisyah radhiyallahu'anha membaca:

لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ۖ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui."(QS. Al-An'am:103)

Dan ini juga dikuatkan oleh hadits dari Abu Dzar radhiyallahu'anhu berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam,'Aapakah engkau melihat Rabbmu?' Beliau menjawab, 'Cahaya, bagaimana mungkin saya melihat-Nya. '"

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,"Saya mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata tentang maksudnya: 'Saat itu ada cahaya, saya terhalangi oleh cahaya , lantas bagaimana mungkin saya melihatNya?"(9)

 Namun, perselisihan antara Aisyah radhiyallahu'anha dan Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma di atas telah di kompromikan oleh para ulama. Yang diingkari Aisyah radhiyallahu'anha adalah penglihatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan mata kepala. Adapun yang ditetapkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu ' anhuma adalah penglihatan dengan hati. (Majmu' Fatawa 6/507-508)

Al-Hafidz ibnu Hajar menyebutkan bahwa riwayat-riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhuma ada yang bersifat muthlaq dan ada yang bersifat muqayyad. Maka ucapan yang muthlaq dibawa kepada yang muqayyad(melihat dengan hati).....lalu beliau melanjutkan," Riwayat yang paling jelas tentang hal ini adalah riwayat ibnu Mardawaih dari ibnu Abbas radhiallahu'anhuma bahwasanya beliau mengatakan,'Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam tidak melihat Allah dengan mata kepalanya,namun dengan hatinya.'"(Fathul Bari 8/608)

Satu hal yang perlu diingat pula, bahwa perselisihan dalam masalah ini hanya khusus pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.  Adapun selain beliau maka tidak ada perselisihan.  Oleh karenanya, kita harus membedakan antara tiga permasalahan sebagai berikut;
  • Masalah melihat Allah Ta'ala Di Akhirat
  • Masalah melihat Allah Ta'ala di dunia. 
  • Masalah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Rabbnya di dinia.
Kesimpulan dari tiga permasalahan ini adalah ungkapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:" Salaf dan Imam umat ini telah bersepakat kaum mukminin akan melihat Allah dengan mata kepala mereka di akhirat kelak.  Dan mereka juga bersepakat kaum manusia tidak mungkin melihat Allah di dunia dengan mata kepala, mereka tidak berselisih pendapat kecuali pada diri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. "(10)

Ketahuilah dan camkanlah kesimpulan ini Baik-baik agar engkau tidak tertipu dengan kerancuan sebagian kalangan yang sengaja mencampuradukkan antara permasalahan di atas untuk membuat asumsi bahwa  masalah "melihat Allah di akhirat" adalah masalah khilafiyyah di kalangan sahabat Radhiyallahu'anhum,lantas, untuk apa kita ribut membahasnya??!! (11)

Wallahu Ta'ala A'lam

♡♡♡~♡♡♡~♡♡♡~♡♡♡~♡♡♡

1. Lihat Hadi Arwah ila Biladil Afrah kar. Ibnul Qayyim hlm. 402, Lawa'ih  Anwar as-Saniyyah kar. As-Saffarini 1/282

2. 'Izhamul Minnah fi Ru'yatul Mukminin Rabbahum fil Jannah,oleh Abdurrahman al-Ahdal hlm.6)

3. Lihat at-Taudhihat al-Atsariyyah 'ala Syarhil Aqidah Ath-Thahawiyah, oleh Dr. Abdurrohman al-Khumais 1/427 dan Syarh Aqidah Al-Thahawiyah, oleh Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh 1/238

4. Hadi Arwah hlm. 416. Lihat pula al-Kafiyah Asy-Syafiyah fil Intishar lil Firqah Najiyah, oleh Ibnul Qayyim hlm. 321, 324.

5. At-Tashdiq bi  Nazhari ila Allah fi Akhirah hlm. 28-29, 34

6. Lihat al-Ibanah 'an Ushul Diyanah hlm.296, tahqiq Dr. Shahih bin Muqbil al-'Ushoimi. Ucapan ini juga dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Bayanu Talbis Jahmiyyah 2/349 seraya mengomentarinya bahwa perdalilan al-Asy'ari di atas sebenarnya diambil dari ucapan para imam salaf.

7. HR.  Ahmad 5/334, AN-Nasa’i dalam Sunan Kubra: 7764, Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah: 438. Dan di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah.

8. Lihat Asy-Syifa bi ta'rifi Huquqil Musthafa kar. Al-Qadhi 'Iyadh 1/125-129

9. Dilalatul Qur'an wal Atsar 'ala Ru'yatullah Ta'ala bil Bashar hlm.40, Majmu' Fatawa 6/507-508

10. Al-Masail wal Ajwibah 1/122-123

11. Seperti dilakukan oleh Syaikh Muhammad al-Ghazali dalam kitabnya Aqidah Muslim hlm.195-196. Lihat bantahan terhadapnya dalam Jinayah Syaikh Muhammad al-Ghazali 'ala Haditsi wa Ahlihi hlm. 424-428 oleh Syaikh Asyraf Abdul Maqshud.


Oleh:
Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi Hafizhahullah
(Sumber: Majalah al-Furqon edisi 4 tahun ketigabelas, hlm.15-19)

Disalin oleh:
Radinal Maasy(Ibnu Abdillah)




Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Melihat Allah Ta'ala Di Akhirat Anugerah Teristimewa

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter