13 Mei 2014

Kisah Seorang Pembunuh 99 Jiwa Yang Ingin Bertaubat

Bismillah


KISAH SEORANG PEMBUNUH 99 JIWA YANG INGIN BERTAUBAT

Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Dahulu di kalangan Bani Israil, ada seorang pria yang sangat kejam, yang telah
membunuh 99 orang.
Suatu ketika dia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Dia pun berpikir tentang
hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada
Allah untuk mempertanggungjawabkan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada
yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang
membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah Ta'ala.

Selanjutnya, ia berpikir untuk kembali dan bertaubat kepadaNya agar Dia
membebaskannya dari neraka.

"Para raja, jikalau budak-budaknya telah menua, mereka pasti akan
memerdekakannya dengan pembebasan yang baik. Dan Engkau, wahai penciptaku,
jauh lebih mudah daripada itu. Sekarang sungguh aku telah menua dalam
penghambaan diri, maka bebaskanlah diriku dari neraka"
Maka keluarlah ia dengan pakaian yang masih berlumuran darah, sedang
pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari-jarinya berlumuran darah. Ia
datang bagaikan seorang yang panik sambil bertanya-tanya kepada semua orang:
"Apakah aku masih bisa diampuni?"

Orang - orang berkata : "Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang
tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya
apakah dirimu masih bisa diampuni."
Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali
hanya orang - orang yang ahli dalam hukum Allah. Ia pun pergi ke sana, ke tempat
rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil.

Ia pun pergi dengan langkah yang cepat dengan penuh penyesalan karena dosa-
dosa yang telah dilakukannya, lalu ia mengetuk pintu kuil si rahib tersebut.
Rahib tersebut keluar menyambutnya.
Lelaki pembunuh ini masuk dan ternyata pakaiannya masih berlumuran darah
segar, membuat si rahib kaget dan terkejut bukan kepalang.

Si rahib berkata: "Aku
berlindung kepada Allah dari kejahatanmu."
Si pembunuh bertanya: "Wahai rahib ahli ibadah, aku telah membunuh 99 orang,
maka masih adakah jalan bagiku untuk bertaubat?"
Rahib itu spontan menjawab: "Tiada taubat bagimu!"

Rupanya Rahib tersebut telah memutus harapan lelaki pembunuh itu, padahal yang
berhak menerima atau menolak taubat seseorang hanyalah Allah Ta'ala.
Akhirnya, si penjahat ini putus asa memandang kehidupan ini. Di matanya dunia
ini terasa gelap; kehendak dan tekadnya melemah; dan keindahan yang terlihat di
wajahnya menjadi buruk. Ia pun mengangkat pedangnya dan membunuh rahib ini
sebagai balasan yang setimpal untuknya guna menggenapkan 100 orang manusia
yang telah dibunuhnya.

Selanjutnya, ia keluar menemui orang-orang guna menanyakan kembali kepada
mereka, bukan karena alasan apa pun, melainkan karena jiwanya sangat
menginginkan untuk taubat dan kembali ke jalan Tuhannya serta menghadap
kepada-Nya.

Ia bertanya kepada mereka: "Masih adakah jalan untuk bertaubat bagiku?'

Mereka menjawab: "Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang
alim, tapi bukan seorang rahib."

Si pembunuh itu pergi menemui orang alim itu yang saat itu berada di majelisnya
sedang mengajar.
Orang alim itu pun tersenyum menyambut kedatangannya.

Begitu melihatnya, ia langsung menyambutnya dengan hangat dan
mendudukkannya di sebelahnya setelah memeluk dan menghormatinya. Ia
bertanya: "Apakah keperluanmu datang kemari?"

Ia menjawab: "Aku telah membunuh 100 orang, maka masih adakah jalan taubat
bagiku?"

Orang alim itu balik bertanya: "Lalu siapakah yang menghalang-halangi antara
kamu dengan taubat dan siapakah yang mencegahmu dari melakukan taubat?
Pintu Allah terbuka lebar bagimu, maka bergembiralah dengan ampunan;
bergembiralah dengan perkenan dari-Nya; dan bergembiralah dengan taubat yang mulus."

Ia berkata: "Aku mau bertaubat dan memohon ampun kepada Allah."

Orang alim berkata: "Aku memohon kepada Allah semoga Dia menerima taubatmu."

Selanjutnya, orang alim itu berkata kepadanya: "Sesungguhnya engkau tinggal di
kampung yang jahat, di mana sebagian kampung itu memberikan pengaruh untuk
berbuat durhaka dan kejahatan bagi para penghuninya. Barang siapa yang lemah
imannya di tempat seperti itu, maka ia akan mudah berbuat durhaka dan akan
terasa ringanlah baginya semua dosa, serta memudahkannya untuk melakukan
tindakan menentang Tuhannya, sehingga akhirnya ia terjerumus ke dalam
kegelapan lembah dan jurang kesesatan. Akan tetapi, apabila suatu masyarakat
yang di dalamnya menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka akan
tertutuplah semua pintu kejahatan bagi para penghuninya."
"Oleh karena itu, keluarlah kamu dari kampung yang jahat itu menuju ke kampung
yang baik. Gantikanlah tempat tinggalmu yang lalu dengan kampung yang baik dan
bergaulah kamu dengan para pemuda yang shalih yang akan menolong dan
membantumu untuk bertaubat."

Si pembunuh itu pun pergi dengan langkah yang cepat dan hati yang gembira
dengan berita dan pengharapan ini. Ketika ia telah berada di tengah jalan, tiba-tiba
ia jatuh sakit dan sekaratul maut datang menjemputnya.

Sebelum meninggal, dia sempat mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah. Dia
memang belum pernah shalat, belum pernah puasa, belum pernah bershadaqah,
belum pernah zakat, dan belum pernah mengerjakan kebaikan sama sekali, namun
dia kembali kepada Allah dengan bertaubat, menyesal, berharap, dan takut kepada-Nya.

Maka datanglah malaikat rahmat dan malaikat adzab untuk mengambil dan
menerima nyawanya dari malaikat maut yang mencabutnya. Mereka terlibat
perselisihan yang sengit dalam memperebutkannya.

Malaikat rahmat berkata:
"Sesungguhnya dia datang untuk bertaubat dan menghadap kepada Allah menuju
kepada kehidupan yang taat, kembali kepada Allah, dan dilahirkan kembali melalui
taubatnya itu. Oleh karena itu, dia adalah bagian kami."

Malaikat adzab berkata: "Sesungguhnya dia belum pernah melakukan suatu
kebaikan pun. Dia tidak pernah sujud, Tidak pernah shalat, tidak pernah zakat, dan
tidak pernah bershadaqah, maka dengan alasan apakah dia berhak mendapatkan
rahmat? Bahkan dia termasuk bagian kami."

Allah pun mengirimkan malaikat lain dari langit untuk melerai persengketaan
mereka. Selanjutnya, malaikat yang baru diutus itu pun datang kepada mereka
yang telah menjadi dua golongan yang bertengkar.
Malaikat yang baru berkata kepada mereka: "Tahanlah oleh kalian. Sesungguhnya
solusinya menurutku ialah hendaklah kalian sama-sama mengukur jarak antara
lelaki ini dan tanah yang ia tinggalkan, yaitu kampung yang jahat, dan jarak antara
dia dan kampung yang ditujunya, yaitu kampung yang baik."
Ketika mereka sedang sama-sama mengukur, ternyata Allah telah memerintahkan
kepada kampung yang jahat untuk menjauh dan kepada kampung yang baik untuk
mendekat.
Riwayat lain menyebutkan bahwa sesungguhnya lelaki pembunuh 100 orang ini
menonjolkan dadanya ke arah kampung yang baik. Akhirnya, mereka menjumpai
mayat lelaki jahat ini lebih dekat kepada penduduk kampung yang baik dan mereka
memutuskan bahwa lelaki ini adalah bagian untuk malaikat rahmat. Malaikat
rahmat pun mengambilnya untuk dimasukkan ke dalam surga.

Pesan yang Terkandung Dalam Kisah di Atas...

Pembunuhpun masih memiliki kesempatan untuk bertaubat. Dalilnya adalah firman
Allah yang artinya, "Sesungguhnya Allah tidak akan muengampuni dosa syirik,
namun Dia mengampuni dosa-dosa di b bawah syirik, bagi siapa yang Dia
kehendaki." (An Nisaa’: 48).

Yaitu Allah mengampuni dosa-dosa di bawah syirik,
apabila Dia menghendaki. Ini merupakan pendapat mayoritas para ulama. Ayat ini
juga menunjukkan tentang keutamaan ikhlas dan ikhlas merupakan sebab dosa terampuni.

Orang yang bertaubat hendaknya berpindah dari lingkungan yang jelek ke
lingkungan yang baik. Karena bergaul dengan orang-orang sholeh merupakan
penyebab iman menjadi kuat dan tipu daya setan makin lemah.....

Semoga kita semua di matikan dalam keadaan khusnul khotimah....amin.....
Semoga bermanfaat....


Oleh:
Muhammad Magfur


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Kisah Seorang Pembunuh 99 Jiwa Yang Ingin Bertaubat

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter