09 Agustus 2014

Hukum Wanita Shalat di Masjid

Hukum Wanita Shalat di Masjid

Masjid adalah tempat yang paling baik yang ada di muka bumi. Dibandingkan tempat-tempat yang lainnya yang ada di permukaan bumi, ia merupakan tempat yang paling dicintai Allah Ta'ala.

Sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau:

أحب البلادإلى الله مساجدها وأبغض البلاد إلى الله أسواقها

"Belahan bumi yang paling dicintai Allah ialah masjid-masjidnya, sedangkan belahan bumi yang paling dibnnci ialah pasar-pasarnya."(Muslim: 671)

Berikut ini serba-serbi hukum wanita muslimah terkait masjid. 

1. Meminta izin bila hendak ke masjid

Kaum muslimah apabila ingin ke masjid, hendaknya meminta izin kepada suami bila ia sudah bersuami. Hal ini sebagaimana disebutkan, bahwa para wanita dimasa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam meminta izin bila mereka hendak ke masjid. Sehingga Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam melarang para suami mencegah istrinya tatkala meminta izin untuk pergi shalat berjamaah di masjid. Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam, bersabda:

إذا استأذنت أحدكم امرأته إلى المسجد فلا يمنعها

"Apabila seorang wanita(istri atau anak putrinya) meminta izin kepada salah seorang di antara kalian untuk ke masjid, maka janganlah ia mencegahnya." (Muslim: 442)

2. Bila muslimah meminta izin shalat berjamaah ke masjid hendaknya diizinkan

Sebagaimana di dalam hadits di atas. Dan disebutkan di dalam hadits lainnya secara lebih tegas larangan tersebut. Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam, bersabda:

لا تمنعوا إماءالله مساجدالله

"Janganlah kalian mencegah hamba-hamba perempuan Allah dari (shalat di)  masjid-Nya."1

3. Muslimah menunggu shalat berjamaah hingga tertidur di masjid

'Aisyah radhiyallahu'anha berkata, "Suatu saat Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Isya' hingga Umar berseru memanggil beliau shalallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, 'Para wanita dan anak-anak telah tertidur.' Maka keluarlah Nabi,  lalu beliau bersabda kepada orang-orang yang hadir di masjid.

"Tidak ada seorang pun dari penduduk bumi yang menanti shalat ini selain kalian."2

4. Muslimah shalat di masjid saat gelap dengan berhijab.

Berhijab secara sederhana ialah menutup diri dari pandangan kaum laki-laki lain.
'Aisyah radhiyallahu'anha berkata, "Dahulu para wanita mukminah pernah menghadiri shalat shubuh bersama Rasululullah shalallahu 'alaihi wa sallam (di masjid). (Mereka) berselimut dengan kain-kain mereka. Kemudian mereka kembali ke rumah-rumah mereka begitu selesai shalat sehingga tanpa ada seorang pun yang mengenali mereka karena masih gelap."3

Ini menunjukkan jika shalat di masjid di waktu hari terang, maka harus lebih memperhatikan hijabnya. Sebagaimana keterangan yang akan datang berikutnya, insyaa Allah.

5. Muslimah segera bangkit meninggalkan masjid bila imam telah salam.

Ummu Salamah radhiyallahu'anha mengisahkan, "Di masa Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam, para wanita yang ikut hadir dalam shalat berjamaah, bila (imam) selesai salam (mereka)  segera bangkit meninggalkan masjid untuk pulang kembali ke rumah mereka. Sementara Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan jamaah laki-laki tetap diam di tempat sekadar waktu yang dikehendaki Allah. Apabila Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam bangkit, bangkit pula kaum laki-laki tersebut."4

Hal ini apabila tidak ada hajat setelah shalat. Namun apabila ada hajat seperti mendengarkan nasihat dari imam masjid, pengajian al-Qur'an, hadits dan pelajaran syar'i lainnya, maka tidak mengapa wanita muslimah tetap di masjid.

6. Muslimah ke masjid dengan menggendong bayinya.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam,bersabda:

إني لأقوم إلى إلصلاة وأنا إريدأن أطول فيها، فأسمع بكاءالصبي فأتجوزفي صلاتي كراهة أن أشق على أمه

"Sungguh aku telah tegak berdiri untuk menunaikan shalat dan aku berkeinginan untuk memanjangkannya. Namun kemuadian aku mendengar tangisan bayi, maka aku pun memendekkan shalatku karena aku tidak suka memberatkan ibunya."5

7. Shalat muslimah di rumahnya lebih afdhal daripada di masjid.

Ummu Humaid, istri Abu Humaid as-Sa'idi radhiyallahu'anhum pernah datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Ya Rasulullah, sungguh aku senang shalag berjamaah bersama Anda." Beliau bersabda:

"Sungguh aku telah tahu bahwa kamu senang shalat bersamaku, namun shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu diruangan (luar rumah)mu. Dan shalatmu di ruangan (luar rumah)mu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik dari shalatmu di masjidku."

Perawi hadits ini berkata, "Maka dia (Ummu Humaid) memerintahkan, kemudian dibangunkan tempat shalat di sudut rumahnya yang paling sembunyi. Ia pun (demi Allah) shalat di situ sampai bertemu dengan Allah(wafat)."6

Hadits tersebut dan yang semakna dengannya menunjukkan bahwa shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di masjid manapun juga.

Ibnu Khuzaimah rahimahullah membuat bab khusus terkait dengan hadits tersebut dalam kitab Shahihnya dengan mengatakan, "Bab: bahwa wanita lebih memilih shalat di kamarnya daripada di rumahnya, dan di masjid kaumnya daripada di masjid Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam meski shalat di masjid Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam sebanding dengan seribu shalat yang dilakukan di selainnya dari masjid manapun. Dan (ini sebagai) dalil bahwa sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya), "Shalat di masjidku ini lebih utama dibanding seribu shalat yang dilakukan di selainnya", yang dikehendaki hanyalah shalatnya kaum laki-laki, bukan shalatny kaum wanita."

8. Tidak kemasjid kecuali berhijab yang sempurna.

Yaitu menutupi diri dari pandangan laki-laki lain yang bukan mahram dengan berhijab yang sempurna. Seperti disebutkan di dalam hadits riwayat 'Aisyah radhiyallahu'anha di atas, bahwa para wanita zaman sahabat apabila keluar kemasjid  dengan berhijab, bahkan di tambah dengan berselimut kain-kain. Lebih dari itu, mereka menutup diri dengan suasana gelapnya malam, seperti saat shalat Isya' dan Shubuh. Ini yang dimaksudkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, bahwa saat malam pun para wanita hendaknya diizinkan bila hendak ke masjid. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ائذنوا اللنساءبالليل إلى المساجد

"Izinkan kaum wanita pergi ke masjid pada waktu malam hari." (Muslim: 327)

Yang demikian itu diantara sebabnya, lantaran malam dengan gelapnya menjadikan wanita lebih tertutup dari pandangan laki-laki. Wallahu a'lam

9. Tidak ke masjid kecuali bebas dari parfum.

Seorang wanita tidak diperkenankan menghadiri shalat berjamaah di masjid dengan memakai wangi-wangian. Dan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan khusus bagi wanita muslimah agar tidak menyentuh wewangian saat hendak hadir shalat ke masjid.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إذاشهدت إحداكن المسجد فلا تمس طيبا

"Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) hendak menghadiri masjid (untuk shalat berjamaah), maka janganlah ia menyentuh minyak wangi."(Muslim: 443)

Di dalam riwayat lain Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أيما امرأة أصابت بخورافلا تشهد معنا العشاءالآخرة

"Wanita manapun yang terkena bakhul (asap wewangian) maka janganlah menghadiri shalat Isya' yang akhir bersama kami."(Muslim: 444)

10. Tidak ke masjid bila terlanjur berparfur di badan, menampakkan perhiasan dan dandanan.

Karenanya, 'Aisyah radhiyallahu'anha pernah mengatakan, "Seandainya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam melihat apa yang diperbuat oleh para wanita itu, niscaya beliau akan melarang mereka mendatangi masjid sebagaimana dilarangnya para wanita bani Isra'il."7

Imam an-Nawawi (Syarah Shahih Muslim, 4/164) berkata, "Yang diperbuat oleh para wanita tersebut adalah (keluar ke masjid dengan) mengenakan perhiasan, wangi-wangian, dan pakaian yang indah."

11. Bila ke masjid harus menjauhi berbaur dengan kaum laki-laki.

Hal ini nampak dari yang dilakukan oleh para sohabiyah seusai shalat berjamaah. Dimana mereka bersegera meninggalkan masjid sebelum jamaah laki-laki bubar. Ini karena mereka menghindar dari berbaur bersama kaum laki-laki lantaran dilarang.
Adapun Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat laki-laki yang shalat bersama beliau, setelah selesai shalat tidak langsung beranjak dari tempat shalat, namun berhenti sejenak dengan berdzikir hingga kaum wanita bubar dan keluar dari masjid terlebih dahulu.

Berbaurnya laki-laki dengan kaum wanita dilarang karena dapat membangkitkan syahwat, sehingga akan menyia-nyiakan inti shalat, yaitu khusyu'. Karena itu, syariat menetapkan untuk memisahkan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan saat shalat berjamaah dimasjid, bahkan dimanapun mereka berada.
Salah satunya ialah diaturnya shaf kaum wanita dalam shalat berjamaah di masjid. Yaitu paling utama ialah yang berada paling jauh di belakang jamaah laki-laki. Dan makin jauh shafnya dari laki-laki, maka semakin lebih utama dan lebih baik baginya.8

Demikianlah diantara serba-serbi hukum wanita muslimah dan masjid. Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Wabillahi at-Taufiq


Oleh: 
Ustadz. Abu Ammar al-Ghoyami

Sumber:
Majalah "al-Mawaddah - majalah keluarga muslim" - vol.69 - Safar 1435 H



Catatan:
-------------

1. Bukhari: 900, Muslim: 442
2. Bukhari: 556, Muslim: 638
3. Bukhari: 578, Muslim: 645, an-Nasa'i: 545, 546, abu Dawud: 423, at-Tirmidzi: 153, dan Ibnu Majah: 669
4. Bukhari: 866, 870
5. Bukhari: 868
6. Ahmad: 27135, ibnu Khuzaimah: 1689, dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih at-Targhib: 340, dan Jilbab al-Mar'ah al-Muslimah, hal. 155
7. Atsar shahih diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari no. 869, dan al-Imam Muslim no. 445
8. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), "Sebaik-baik shaf kaum laki-laki adalah yang paling depan dan yang terjelek adalah yang paling belang, dan sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling belakang dan yang terjelek adalah yang paling depan."(Muslim:440)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Hukum Wanita Shalat di Masjid

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter