16 Maret 2014

Istiqomah Dalam Menetapi Kebenaran Dan Ketaatan Kepada Allah Ta'ala

Istiqomah Dalam Menetapi Kebenaran Dan Ketaatan Kepada Allah Ta'ala


Teks Hadits

عن أبي هريرة رضي لله عنه، قال: قال رسول لله صلى لله عليه وسلم : قاربوا وسددوا ، واعلموا أنه لن ينجوأحد منكم بعمله. قالوا : ولا أنت يارسول لله؟ قال: ولا أنا، إلاأن يتغمدني لله برحمة منه وفضل.

Dari  Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, ia berkata:
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,  "Bersikaplah yang lurus dan tetaplah dalam kebenaran.  Dan ketahuilah, bahwasanya tidak ada seorang pun dari kalian yang selamat karena amal perbuatannya. " Para sahabat bertanya,  "Termasuk engkau, wahai Rasulullah?" Beliau shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,  "Termasuk aku, hanya saja Allah Ta'ala meliputi diriku dengan rahmat dan karunia-Nya. "
(HR. Muslim no. 2816, Ahmad, II/495, dll)


Syarah Hadits

Hadits ini dimasukkan oleh Imam an-Nawawi rahimahullah dalam kitabnya, Riyadhus Shalihin, Bab Al-Istiqomah,  Bab ke-8 (no. 86).
Hadits ini menunjukan bahwa bersikap istiqamah sesuai dengan kemampuan, Yaitu dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,"Bersikaplah yang lurus dan tetaplah dalam kebenaran,"yakni bersikaplah pertengahan dalam perkara-perkara yang diperintahkan Allah dan RasulNya kepada kalian dan berusahalah untuk mendekatinya(melaksanakannya) semampu kalian.

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, (سددوا) "tetaplah dalam kebenaran," yaitu berusahalah kalian dengan sungguh-sungguh agar amalan-amalan kalian mencapai kebenaran sesuai dengan kemampuan kalian. Yang demikian itu karena walaupun seseorang sudah mencapai ketakwaan,  tetap saja sebagai manusia ada kesalahan, sebagaimana yang disandakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits:

كل بني آدم خطاء، وخيرالخطائين التوابون

"Setiap anak adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang bertaubat(dari kesalahannya itu)"
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

لولم تذنبوا لذهب لله بكم، قم لجاء بقوم يذنبون فيستغفرو ن لله، فيغفر لهم

"Jika kalian tidak berbuat salah, maka Allah Ta'ala akan menghilangkan kalian dan menggantikan kalian dengan suatu kaum yang mereka berbuat salah, kemudian mereka meminta ampun kepada Allah Ta'ala.  Lalu Allah Ta'ala mengampuni mereka.
(HR.  Muslim no.2749)

Maka manusia diperintahkan untuk berbuat yang lurus dan menetapi kebenaran sesuai dengan kemampuannya.
(Syarah Riyadhus Shalihin  I/573-574, karya Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah dengan sedikit tambahan)

Sesungguhnya amalan yang dicintai oleh Allah Ta'ala adalah:

Pertama: Amalan shalih yang dilakukan secara kontinyu meskipun sedikit.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

" Wahai sekalian manusia. Kerjakanlah amalan-amalan sesuai dengan kemampuan kalian.  Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak bosan sampai kalian bosan. Dan sungguh, amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta'ala yaitu yang dikerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit."
(HR. Bukhari no. 5861, Muslim no. 782)

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tetaplah dalam kebenaran dan bersikaplah yang lurus. ketahuilah, bahwasanya amalan seseorang tidak dapat memasukkannya ke dalam surga. Dan bahwasanya amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta'ala yaitu yang dikerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit. "(HR. Bukhari no. 6464)

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أحب الأعمال إلى لله أدومها وإنقل

"Amalan yang paling dicintai oleh Allah yaitu yang dikerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit. "(HR.  Ahmad,Muslim)

Kedua: Amalan-amalan yang menyesuai Sunnah, Sederhana, Mudah, dan tidak Takalluf(memberatkan diri)dalam mengerjakannya.

Sesungguhnya Allah Ta'ala menginginkan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya.

Allah Ta'ala berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

"... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu."(QS. Al-Baqarah: 185)

Yang penting lagi, seluruh amal shalih wajib dikerjakan dengan ikhlas semata-mata karena Allah Ta'ala dan sesuai dengan contoh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
Kedua hal ini, IKHLAS dan ittiba', merupakan syarat diterimanya amal.

Islam memerintahkan kaum Muslim untuk melaksanakan amal-amal ketaatan secara terus menerus,  seperti shalat berjamaah bagi laki-laki di madjid, shalat malam, membaca al-Qur'an, dzikir; semuanya harus dilakukan secara kontinyu, bukan hanya saat bulan Ramadhan saja.
Begitu pula sedekah, infaq, shalat-shalat sunnah rawatib, harus dilakukan secara kontinyu meskipun sedikit.

Kita wajib istiqamah dalam mentauhidkan Allah Ta'ala dan menjauhkan syirik, istiqamah dalam melakukan Sunnah dan menjauhkan dari bid'ah, istiqamah dalam ketaatan dan menjauhi maksiat, istiqamah dalam berpegang teguh kepada al-Qur'an dan as-sunnah menurut pemahaman Salafush Sholih, serta istiqamah dalam menuntut ilmu syar’i dan mengamalkannya. Kita wajib menjauhkan diri dari larangan-larangan Allah Ta'ala dan RasulNya shalallahu 'alaihi wa sallam seumur hidup kita.

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

واعلموا أنه لن ينجو أحدمنكم بعمله
"(Dan ketahuilah, bahwasanya tidak ada seorang pun dari kalian yang selamat karena amal perbuatannya)", yaitu tidak ada seseorang yang selamat dari neraka karena amal perbuatannya. Yang demikian itu karena amalan tidak memenuhi apa-apa yang semestinya dilakukan kepada Allah Ta'ala dari rasa syukur, dan juga apa-apa yang wajib dilakukan oleh hamba-Nya terhadap hak-hak Allah Ta'ala, tetapi Allah Ta'ala meliputi hamba-Nya dengan rahmat-Nya, maka Allah Ta'ala mengampuninya.

Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'tidak ada seorang pun dari kalian yang selamat karena amal perbuatannya, ' maka para sahabat bertanya, "termasuk engkau?"dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun menjawab,"termasuk aku, " sampai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun tidak selamat dari neraka karena amal perbuatannya, hanya saja Allah Ta'ala meliputinya dengan rahmat-Nya.

Hal itu menunjukkan bahwa walaupun manusia telah mencapai derajat wali,  ia tetap tidak selamat karena amal perbuatannya, bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Jika saja Allah Ta'ala tidak menganugerahinya dengan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang, maka amal-amal nya tidak bisa menyelamatkannya.

Jika seseorang berkata, ada nash-nash dari al-Qur'an dan hadits yang menunjukkan bahwa amal shalih bisa menyelamatkan seseorang dari neraka dan memasukannya ke surga, seperti firman Allah Ta'ala:

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

"Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan."(QS. Az-Zukhruf:72)

Dan FirmanNya:

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

"(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan".(QS. An-Nahl: 32)

Maka bagaimana menyatukan, ayat ini dengan hadits tersebut?

Ibnu Baththal rahimahullah berkata,  "Jawabannya yaitu:

Pertama: Maksud dalam QS. An-Nahl:32, yaitu masuklah ke tempat tinggal dan istana-istana surga karena apa yang telah kamu kerjakan. Dan maksud kata 'Masuk' di sini bukan kata asalnya.

Kedua: Boleh jadi hadits tersebut sebagai penjelasan ayat ini, yaitu masuklah ke surga karena apa yang telah kamu kerjakan dengan rahmat Alloh dan karunia-Nya atas kalian, karena pembagian tempat tinggal di surga adalah dengan rahmat Allah Ta'ala.
Begitu juga asal masuk surga yaitu dengan rahmat-Nya, dimana Allah memberi ilham kepada manusia atas apa-apa yang mereka dapatkan. "

'Iyadh rahimahullah berkata, "Termasuk dari rahmat Allah Ta'ala yaitu Dia memberi taufiq daam beramal dan hidayah kepada ketaatan.  Dan semua itu tidak didapat oleh manusia karena amalannya, tetapi itu semua karena tahmat Allah dan karunia-Nya. "

Ibnu Jauzi rahimahullah berkata. "Jawabannya ada empat:

Pertama: Bahwa sukses dalam beramal adalah rahmat Allah Ta'ala.  Kalau buka  karena rahmat Allah Ta'ala, maka tidaklah tercapai iman dan ketaatan yang menjadi sebab keselamatan.

Kedua: Bahwa keuntungan seorang hamba itu milik tuannya, maka amalannya juga berhak untuk tuannya. Jadi apapun yang dikaruniakan kepadanya dari balasan dan ganjaran, maka itu karena karunia-Nya.

Ketiga: Terdapat dalil dalam beberapa hadits bahwa seseorang masuk surga karena rahmat Allah Ta'ala, adapun tingkatan mereka sesuai dengan amalan-amalannya.

Keempat: Bahwa amal ketaatan dikerjakan pada waktu sebentar(tidak lama), sedangkan ganjarannya tak ada habisnya. Maka nikmat yang tidak ada habisnya tersebut merupakan balasan dari apa-apa yang habis dengan sebab karunia Allah Ta'ala, bukan balasan dari amalan."
(Fathul Bari XI/295-296, cet. Darul-Fikr)

Kesimpulannya. .

Menyatukan kedua nash tersebut yaitu bahwa yang dinafikan adalah masuknya seseorang ke surga karena amalnya sebagai balasan. Adapun yang ditetapkan yaitu bahwa amal merupakan sebab ,bukan ganti.

Tidak diragukan lagi, bahwa amalan merupakan sebab seseorang masuk surga dan selamat dari neraka, tetapi ia bukan sebagai ganti, dan bukan satu-satunya yang bisa memasukkan seseorang ke dalam surga.
Tetapi karunia dan rahmat Allah-lah yang merupakan sebab seseorang masuk ke dalam surga.
Kedua hal tersebut yang menyampaikan seseorang ke dalam surga dan menyelamatkan dari neraka.
(Syarh Riyadhus Shalihin I/575, Syaikh al-'Utsaimin)

Yang wajib kita imani dan yakini bahwa Allah Ta'ala Maha Adil, Maha Bijaksana, dan Maha Kasih Sayang kepada hamba-hamba-Nya.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda;

"Jika seandainya Allah menyiksa seluruh penghuni langit dan bumi, maka Allah tidak berbuat zalim dengan menyiksa mereka. Jika seandainya Allah merahmati mereka, maka rahmat-Nya itu benar-benar lebih baik bagi mereka daripada amal perbuatannya. ..."
(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad)

Fawa-id


1. Wajib untuk istiqamah dalam melakukan amal-amal ketaatan.
2. Berlaku sederhana dalam melaksanakan ketaatan, tidak berlebihan, dan tidak meremehkan.
3. Amal yang dicintai oleh Allah Ta'ala adalah yang kontinyu terus menerus meskipun sedikit.
4. Wajib beramal dengan ikhlas dan mengikuti contoh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.
5. Janganlah seseorang bangga diri dengan amalannya walaupun dia telah mengerjakan banyak amalan shalih, karena itu semua hanya sesuatu yang kecil dibandingkan hak Allah yang wajib dipenuhi oleh hamba-Nya.
6. Hendaknya manusia selalu memperbanyak dzikir kepada Allah ,meminta kepada-Nya agar Allah meliputinya dengan rahmat-Nya.  Dan bacalah doa seperti yang di contohkan oleh Nabi untuk 'alaihi wa sallam;

 اللهم إني أسألك من فضلك ورحمتك، فإنه لا يملمها إلا أنت.

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu karunia-Mu dan rahmat-Mu, karena tidak ada yang memilikinya kecuali hanya Engkau.(HR. Abu Nu'aim)

7. Hadits ini menunjukan semangat para sahabat Radhiyallahu'anhum dalam memperoleh ilmu.  Karena ketika Rasulullah shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda ,"tidak ada seorang pun dari kalian yang selamat karena amal perbuatannya, " mereka meminta penjelasan,  apakah keumuman ini mencakup beliau shalallahu 'alaihi wa sallam atau tidak? Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa itu mencakup dirinya.

8. Karunia dan Rahmat Allah Ta'ala atas Hamba-Nya lebih luas daripada amal perbuatan mereka.

9. Bimbingan mengenai cara memperoleh kebaikan, yaitu dengan istiqamah pada syariat Allah tanpa berlebih-lebihan, dan tidak pula meremehkannya.

10. Amal perbuatan tidak dapat memasukan mabusia ke surga, melainkan karena rahmat Allah Ta'ala dan karunia-Nya.  Namun, tingkatan mereka di surga didasarkan pada amal perbuatan masing-masing.

Wallahu Ta'ala A'lam. .


Oleh:
Ustadz Yazid bin Abdul-Qadir Jawas hafizahullah
(Sumber: Majalah As-Sunnah Edisi 06/Thn XVII/Dzulqo'dah 1434H/Oktober 2013M. hlm. 13-17)


Disalin oleh:
Radinal Maasy(Ibnu Abdillah)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Istiqomah Dalam Menetapi Kebenaran Dan Ketaatan Kepada Allah Ta'ala

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter