15 Maret 2014

Tawasul Dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Setelah Wafat

Bismillahirrahmanirrahim

Tawasul Dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Setelah Wafat



Teks Hadits

عن أنس رضي لله عنه أن عمر بن الخطاب رضي الله عنه كان إذا قحطوا استسقى بالعباس بت عبدالمطلب فقال اللهم إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا وإنا نتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا. قال فيسقون.

"Dari Anas radhiyallahu'anhu, sesungguhnya 'Umar ibn Al-Khattab radhiyallahu'anhuma jika menjumpai masa kekeringan maka dia meminta hujan melaui al-'Abbas ibn 'Abdul Muttalib radhiyallahu'anhuma. Beliau berdoa:" Ya Allah, dahulu kami bertawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu lantas engkau turunkan hujan kepada kami.  Sungguh sekarang kami bertawasul kepada-Mu dengan paman Nabi-Mu, turunkanlah hujan kepada kami." Anas mengatakan, : Turunlah hujan ketika itu. " (HR. Bukhari: 1010)

Pemahaman Yang Benar

Tawasul dalam bahasa Arab bermakna upaya untuk mendekatkan diri dan terhubung dengan pihak yang ingin dedekati dengan penuh dengan semangat sebagaimana penjelasan Jauhari al-Sihah -atau terkadang bermakna kedudukan dan posisi dekat dengan seorang raja- sebagaimana penjelasan Fairuz Abadi dalam al-Qamus-.

Adapun secara syariat, Tawasul maknanya adalah mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan menaati-Nya, mengikuti Nabi-Nya, dan melakukan semua amal yang dicintai dan diridhai oleh Allah Ta'ala.

Ketika menjelaskan QS. Al-Maidah: 35, Ibnu Kasir al-syafi'i rahimahullah mengatakan, "Menurut Sufyan al-Sauri, Talhah, dan 'Atha,yang dimaksud dengan Wasilah dalam ayat diatas adalah Qurbah 'amal yang mendekatkan kepada Allah'. Penafsiran semacam ini juga dikemukakan oleh Mujahid, Abu Wa'il,al-Hasan al-Bashri, Qatadah, 'Abdul ibn Kasir, al-Suddi, ibn Zaid,  dan selainnya.
Qatadah mengatakan, "Mendekatlah kepada-Nya dengan menaati-Nya dan melakukan amal yang membuat Dia ruda"...penafsiran yang disampaikan oleh para pakar tafsir di atas adalah hal yang tidak diperselisihkan di antara para ulama tafsir. "

Dari urayan di atas, jelaslah bahwa makna Tawasul dalam bahasa Arab dan dalam syariat itu sama.
Berdasarkan telaah terhadap dalil-dalil syariat, bisa kita simpulkan adanya tiga jenis Tawasul dalam do'a kepada Allah Ta'ala yang dituntunkan yaitu;

Pertama: Tawasul dalam do'a kepada Allah Ta'ala dengan nama dan sifatNya sebagaimana yang Allah Ta'ala firmankan dalam QS. Al-A'rof: 180

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَاَ

"Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu "

Kedua: Tawasul dalam do'a kepada Allah Ta'ala dengan amal saleh orang yang berdoa sebagaimana Allah Ta'ala contohkan dalam QS.  Ali Imran: 53 dan 193-194.


رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ

Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)".(QS. Ali Imran:53)

Contoh lainnya adalah apa yang dilakukan oleh Ashab al-Gar yaitu tiga orang yang terperangkap dalam gua.

Ketiga: Tawasul dalam doa kepada Allah Ta'ala dengan meminta doa orang yang saleh sebagaimana dalam QS. An-Nisa: 64

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا

"Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan:

وأما التو سل بالنبي والتوجه به في كلا م الصحا بة فير يدون به التوسل بدعائه وشفا عته

"Tawasul atau tawajuh dengan Nabu Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam perkataan para sahabat maknanya tawasul dengan meminta doa kepadanya."(majmu' Fatawa 1/201)

Sebab itu, makna yang benar untuk perkataan 'Umar radhiyallahu'anhu di atas ialah:
"Dahulu kami bertawassul kepada-Mu ya Allah  dengan cara kami meminta beliau untuk mendoakan kami dan kami mendekatkan diri kepada Allah dengan doa yang  beliau panjatkan, sedangkan sekarang beliau telah meninggal dunia sehingga beliau tidak lagi mungkin bisa mendoakan kami.
Oleh karena itu, kami bertawajuh kepada paman Nabi kami dengan  cara kami memintanya untuk mendoakan kami."

Bukanlah makna perkataan 'Umar radhiyallahu'anhu di atas bahwa mereka, para sahabat Radhiyallahu'anhu, berkata dalam doanya saat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup " Ya Allah, dengan kedudukan Nabi-Mu, turunkanlah hujan kepada kami" kemudian setelah beliau meninggal dunia teks doa para Sahabat berubah menjadi "Ya Allah, dengan kedudukan al-'Abbas radhiallahu'anhu, turunkanlah hujan kepada kami", teks doa semacam ini tidaklah memiliki landasan dari al-Qur'an dan as-sunnah serta tidak pernah dilakukan oleh satu pun ulama salaf saleh.

Pemahaman Yang Salah

Pemahaman yang salah untuk perkataan 'Umar radhiyallahu'anhu di atas adalah dampak dari salah paham banyak orang mengenai makna Tawasul dan perluasan makna yang mereka lakukan sehingga mereka masuk ke dalam pengertian tawasul berbagai hal yang sebenarnya bukanlah bagian darinya, di samping karena faktor tidak mengerti makna Tawasul dalam bahasa Arab.

Hadits di atas digunakan oleh sebagian orang sebagai dalil bolehnya Tawasul dengan diri para Nabi dan orang saleh.
Tidak kalah anehnya, sebagian orang yang dianggap ulama sering berdalil dengan ayat Al-Qur'an yang menyebutkan kata-kata wasilah untuk melegimitasi perbuatan sebagian orang yang bertawassul dengan diri, hak, kehormatan, atau jah alias pangkat para nabi dan orang-orang saleh di sisi Allah Ta'ala.

Perdalilan semacam ini tidaklah tepat. Tidak boleh dalil al-Qur'an dan as-sunnah ditafsirkan dengan tafsiran semacam itu karena tawasul semacam itu bukanlah tawasul yang dibenarkan dalam syariat.  Pemahaman para sahabat Radhiyallahu'anhum mengenai ayat-ayat tentang wasilah adalah perintah Allah Ta'ala kepada kita agar kita mendekatkan dan upaya agar kita mendapatkan ridha-Nya dengan menempuh segala jalan yang dituntunkan.

Mengurai Kesalahan

Untuk mengurai kesalahpahaman mengenai perkataan 'Umar radhiyallahu'anhu di atas, ada dua poin pertanyaan penting yang harus kita ketahui.

Pertama: Apa alasan yang mendasari  'Umar radhiyallahu'anhu untuk tidak lagi bertawasul dengan Nabi shallallahu 'Alaihi wa Sallam setelah beliau wafat,lantas memilih Tawasul dengan selainnya yaitu al-'Abbas radhiallahu'anhu. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wa Ta'ala itu lebih mulia dan lebih terhormat di sisi Allah Ta'ala dibandingkan al-'Abbas radhiallahu'anhu?

Kedua: Apa alasan yang mendasari 'Umar radhiyallahu'anhu menjatuhkan pilihan untuk bertawasul dengan al-'Abbas ibn 'Abdul Muttalib radhiyallahu'anhuma padahal terdapat sahabat yang jauh lebih mulia daripada al-'Abbas radhiallahu'anhu semisal 'Umar, 'Usman, 'Ali Radhiyallahu'anhum. Dll

Sebelum membahas dua poin di atas, kita perlu mengetahui cara tawasul para sahabat Radhiyallahu'anhum dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saat beliau masih hidup dalam doa meminta hujan.

Hadits-Hadits yang ada menunjukkan bahwa cara tawasul para sahabat Radhiyallahu'anhum dengan Nabi shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam doa meminta hujan adalag para sahabat Radhiyallahu'anhum meminta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar beliau berdoa kepada Allah meminta turunnya huja ,lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan permintaan para sahabat Radhiyallahu'anhum, jadi, ada dua langkah dalam tawasul ini, yaitu permintaan doa yang dilanjutkan dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memanjatkan doa yang diminta.

Jawaban untuk pertanyaan pertama di atas adalah sebagaimana baru saja kita ketahui bahwa proses meminta hujan dengan perantaraan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam itu ada dua langkah yaitu:

1. Permintaan doa
2. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memanjatkan doa.

Dengan wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka langkah pertama tidak bisa dilakukan. Dengan sebab wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka 'Umar radhiyallahu'anhu harus memilih person yang masih hidup yang bisa mendoakan kaum muslimin, menggantikan posisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang sudah memiliki dunia.

Sementara itu, jawaban atas pertanyaan kedua yaitu mengapa 'Umar radhiyallahu'anhu menjatuhkan pilihan kepada Al-'Abbas radhiallahu'anhu padahal terdapat banyak sahabat yang lebih unggul daripada al-'Abbas radhiallahu'anhu dalam amal dan kesalehan adalah karena al-'Abbas radhiallahu'anhu adalah sahabat yang nasabnya paling dekat dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Radaksi doa yang dipanjatkan al-'Abbas radhiallahu'anhu menunjukkan benarnya kesimpulan ini.
Al-'Abbas radhiallahu'anhu mengatakan dalam do'anya:

"Ya Allah, tidaklah turun bencana dari langit kecuali karena dosa dan tidaklah bencana hilang kecuali karena tobat. Mereka meminta keladaku untuk berdoa kepada-Mu mengingat keduduka  nasabku denga  Nabi-Mu.  Inilah tangan-tangan yang kami tengadahkan kepada-Mu penuh dengan dosa dan kepala kami yang kami serahkan kepada-Mu dalam kondisi bertaubat.  Oleh karena itu, turunkanlah hujan kelada kami." Akhirnya, huja  turun dengan deras sehingga tanah pun menjadi subur.
(Diriwayatkan oleh al-Zubair ibn Bakkar dalam al-Ansab, subul al-Salam 3/25)

Setelah paparan di atas, terjawab sudah pertanyaan mengenai Apalah yang dimaksud oleh 'Umar radhiyallahu'anhu, dengan kata-kata Tawasul adalah tawasul dengan pribadi orang saleh ataukah meminta doa orang saleh.? Tentu saja yang dimaksudkan adalah meminta doa orang saleh bukan tawasul dengan pribadi orang yang saleh, tentu saja pribadi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam itu lebih agung dan lebih mulia serta lebih dekat kepada Allah Ta'ala di bandingkan pribadi al-'Abbas radhiallahu'anhu.

Jadi, jelaslah bahwa yang dimaksudkan adalah meminta doa orang saleh bukan tawasul dengan pribadi orang saleh..

Wallahu Ta'ala A'lam. .



Oleh:
Al-Ustadz Aris Munandar Hafizahullah
(Sumber: Majalah al-Furqon edisi 7, th.ke-13.hlm.9-11)


Disalin oleh:
Radinal Maasy(Ibnu Abdillah)



Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Tawasul Dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Setelah Wafat

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter