18 Mei 2013

Perayaan Isra' dan Mi'raj dalam pandangan syari'at

بســــــــــــــــم الله الرحمن الرحيـــــــــــــــم


ISRA'MI'RAJ



Isra’ Mi’raj merupakan salah satu tanda dari sekian banyak tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan salah satu mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala ceritakan tentang ini didalam al-Quran

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Q.S Al-Isra’:1]

Diantara hal yang terjadi pada malam Isra’ Mi’raj ini adalah perintah Shalat. Yang awal nya diwajibkan sebanyak 50 kali. Setelah itu, dengan kasih dan sayang nya Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat Islam. Lalu dikurangi hingga menjadi 5 waktu.

Hadits tentang tawar menawar jumlah rakaat shalat, salah satunya ada dalam kitab "Mukhtashar Shahih Bukhari", karya Syaikh Albani, pada halaman 292, Bab Shalat hadits ke 193 dan 194.

Ibnu Syihab berkata, "Ibnu Hazm memberitahukan kepadaku bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah al-Anshari berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, 'Jibril lalu membawaku naik sampai jelas bagiku Mustawa.
Di sana, aku mendengar goresan pena-pena.' Ibnu Hazm dan Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, 'Allah Azza wa Jalla lalu mewajibkan atas umatku lima puluh shalat (dalam sehari semalam). Aku lalu kembali dengan membawa kewajiban itu hingga kulewati Musa, kemudian ia (Musa) berkata kepadaku, 'Apa yang diwajibkan Allah atas umatmu?' Aku menjawab, 'Dia mewajibkan lima puluh kali shalat (dalam sehari semalam).' Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.' Allah lalu memberi dispensasi (keringanan) kepadaku (dalam satu riwayat: Maka aku kembali dan mengajukan usulan kepada Tuhanku), lalu Tuhan membebaskan separonya. 'Aku lalu kembali kepada Musa dan aku katakan, 'Tuhan telah membebaskan separonya.' Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena sesungguhnya umatmu tidak kuat atas yang demikian itu. 'Aku kembali kepada Tuhanku lagi, lalu Dia membebaskan separonya lagi. Aku lalu kembali kepada Musa, kemudian ia berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.' Aku kembali kepada Tuhan, kemudian Dia berfirman, 'Shalat itu lima (waktu) dan lima itu (nilainya) sama dengan lima puluh (kali), tidak ada firman yang diganti di hadapan Ku.' Aku lalu kembali kepada Musa, lalu ia berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu.' Aku jawab, '(Sungguh) aku malu kepada Tuhanku.' Jibril lalu pergi bersamaku sampai ke Sidratul Muntaha dan Sidratul Muntaha itu tertutup oleh warna-warna yang aku tidak mengetahui apakah itu sebenarnya? Aku lalu dimasukkan ke surga. Tiba-tiba di sana ada kail dari mutiara dan debunya adalah kasturi.'" [SHAHIH. Bukhari, bab Shalat no 193-194].

Sebagian besar kaum Muslimin, terutama dinegara kita ini. Menjadikan moment ini sebagai peringatan. Atau yang disebut dengan hari peringatan Isra’ Mi’raj. Mereka berkumpul – kumpul di masjid lalu mendengarkan ceramah tentang Isra’ Mi’raj ini. Bahkan ada yang berlebih – lebihan, berpesta dimasjid, makan dan minum. Apakah hanya sebuah peringatan saja Isra’ Mi’raj itu......! Setelah hari itu berlalu, maka habis tanpa meninggalkan apa – apa. Mereka meyakini bahwa Isra’ Mi’raj itu terjadi pada malam 27 Rajab.

Perbedaan Para Ulama Tentang Isra’ dan Mi’raj



Sebagian besar kaum muslimin, terkhusus di negeri ini meyakini bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj jatuh pada malam 27 Rajab. Biasanya mereka isi malam itu dengan qiyamullail kemudian puasa pada siang harinya. Berbagai perayaan pun diadakan untuk memperingati peristiwa yang menjadi salah satu mu’jizat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut. Benarkah Isra’ dan Mi’raj ini terjadi pada malam 27 Rajab?

Para ulama sejak dahulu sudah membahas dan menerangkan permasalahan ini dalam kitab-kitab mereka. Dan kesimpulan dari keterangan mereka adalah:

Bahwa tidak ada satupun dalil yang shahih dan sharih (jelas) yang menunjukkan kapan waktu terjadinya Isra’ dan Mi’raj. Para sejarawan sendiri berbeda pendapat dalam menentukan kapan waktu terjadinya peristiwa itu.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah menyatakan ada lebih dari sepuluh pendapat yang berbeda-beda dalam menentukan kapan waktu terjadinya Isra’ dan Mi’raj, di antaranya ada yang menyebutkan pada bulan Ramadhan, ada yang menyebutkan pada bulan Syawwal, bulan Rajab, Rabi’ul Awwal, Rab’iul Akhir, dan berbagai pendapat yang lain. Diantaranya:

1. Menurut Imam Az-Zuhri Rahimahullah : “Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi setahun sebelum beliau hijrah ke Madinah.” [Dala’il An-Nubuwwah (II/354), Imam Al-Baihaqi dan Tarikh Al-Islam (I/141), Imam Adz-Dzahabi].

2. Menurut Ibnu Ishak Rahimahullah : “Peristiwa itu terjadi kira – kira sepuluh tahun setelah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam diutus sebagai rasul, yakni sebelum Abu Thalib dan Khadijah meninggalkan dunia.” [Sirah Ibnu Hisyam (I/396) dan Al-Bidayah wa An-Nihayah (III/107), Imam Ibnu Katsir]

3. Menurut Ismail As-Suda Rahimahullah : “Peristiwa Isra’ itu terjadi enam belas bulan sebelum Rasul hijrah.”

4. Menurut Imam Bukhari Rahimahullah : “Peristiwa Isra’ terjadi setelah kematian Abu Thalib.” [Fathul Baari (VII/196), Ibnu Hajar. Lihat pendapat ini didalam Seleksi Sirah Nabawiyah : Studi Kritis Muhaddits terhadap Riwayat Dhaif (hal 184), Syaikh Dr. Akram Dhiya’ Al-Umuri. Pustaka Darul Falah]

5. Menurut Al-Waqidi meriwayatkan dari beberapa gurunya bahwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada malam Sabtu, 17 Ramadhan tahun ke 12 dari kenabian, tepatnya delapan belas bulan sebelum Hijrah.

6. Sedangkan menurut guru-gurunya yang lain, kata Al-Waqidi Rahimahullah : “Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam melakukan Isra’ dan Mi’raj pada malam tanggal 17 Rabi’ul Awwal setahun sebelum Hijrah.

7. Al-Waqidi berkata : “Saya sendiri berpendapat, peristiwa itu terjadi pada tanggal 27 Rajab.” [Lihat perkataan Al-Waqidi ini didalam Al-Wafa (hal 200 – 201), Ibnul Jauzi. Pustaka Al-Kautsar]


Sekarang, mari kita menengok bagaimana penjelasan Al-Hafizh An-Nawawi rahimahullah -seorang ulama besar madzhab Syafi’i dan sering dijadikan rujukan oleh kaum muslimin termasuk di Indonesia- terkait permasalahan ini. Dalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim, beliau berkata:

“Peristiwa Isra’ ini, sebagian kecil berpendapat itu terjadi 15 bulan setelah diutusnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Al-Harbi mengatakan bahwa itu terjadi pada malam 27 bulan Rabi’ul Akhir, satu tahun sebelum hijrah. Az-Zuhri mengatakan bahwa itu terjadi 5 tahun setelah diutusnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nabi mengalami peristiwa Isra’ ketika agama Islam sudah tersebar di kota Makkah dan beberapa qabilah.”

Beliau tidak memastikan bahwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab, beliau hanya sebatas menukilkan pendapat sebagian ulama sebagaimana telah disebutkan.

Sebagian ulama memperkirakan bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini terjadi tiga atau lima tahun sebelum hijrah. Karena setelah mendapatkan wahyu perintah untuk mendirikan shalat lima waktu pada peristiwa tersebut, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam masih sempat menunaikannya beberapa waktu bersama Khadijah radhiyallahu ‘anha, istri beliau. Dan tidak diperselisihkan bahwa Khadijah radhiyallahu ‘anha meninggal tiga atau lima tahun sebelum hijrah. Wallahu a’lam.

Wahai saudara ku, semoga Allah merahmati mu.
Lihatlah, bagaimana para ulama tidak berani memastikan dengan benar. Kapan terjadinya Isra’ Mi’raj. Kalaulah hal ini merupakan hari raya atau peringatan bagi kita, atau ada satu syariat Ibadah pada Isra’ Mi’raj. Pasti Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, para sahabat, dan para ulama lain nya. Telah sepakat tentang tanggal terjadinya Isra’ Mi’raj ini. Mari kita lihat tanggapan para Ulama tentang masalah perbedaan ini.


Berdasarkan keterangan para ulama di atas, maka kita tidak boleh menetapkan, memastikan, ataupun meyakini bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab. Hanya Allah subhanahu wata’alasajalah yang mengetahui kapan peristiwa tersebut terjadi, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hamba-Nya yang menjalaninya. Sementara kita tidak mendapatkan satupun ayat al-Qur’an maupun hadits yang memberitakan kapan peristiwa tersebut terjadi.

Semua Riwayat Tentang Kapan Isra’ dan Mi’raj Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam Terjadi.


Syaikh Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid hafizhullah berkata didalam Fiqih Sirah nya, beliau berkata : “Tidak ada riwayat yang menjelaskan tanggal terjadinya peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang dapat dijadikan sandaran. Oleh karena itu, terjadi perbedaan dalam hal ini dan beragam pendapat. Hal ini menunjukkan, sebagaimana telah kami katakan juga tentang tanggal kelahiran beliau Shallallahu’alaihi wa Sallam bahwa mala Isra’ dan Mi’raj bukanlah malam yang istimewa untuk melakukan ibadah. Tidak disyariatkan pada malam tersebut untuk meningkatkan ibadah, baik berupa shalat, umrah, ataupun sedekah. Seandainya malam tersebut memiliki keistimewaan khusus untuk beribadah, pasti akan ada penjelasnya untuk kita dapat menghilangkan keraguan dan perbedaan.” [Lihat, Fikih Sirah, hal 238]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata : “Tidak ada dalil yang jelas tentang malam Isra’ juga bulan nya juga kepastian nya. Yang ada riwayat munqothi yang beragam. Tidak ada satupun yang kuat. Tidak disyariatkan bagi kaum Muslimin yang meyakini malam tersebut mengistimewakan dengan shalat dan lain nya.” [Zaadul Maad (I/58), Ibnu Qayyim. Lihat, Fikih Sirah, hal 239]

Al-Allamah asy-Syaikh Abu Umamah bin An-Naqqasy berkata : “Adapun malam Isra’ dan Mi’raj, tidak ada satupun riwayat, baik Shahih maupun Dhaif (Lemah) yang menjelaskan keistimewaan beramal pada malam tersebut. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam maupun sahabat tidak menjelaskan hal tersebut dengan sanad yang Shahih. Selain itu, tidak pernah ada saat ini hingga hari Kiamat yang menjelaskan hal tersebut. Siapa saja yang mengatakan tentang hal itu, itu hanyalah pendapat pribadinya saja yang mungkin ada pertimbangan tertentu. Oleh karena itu, banyak sekali pendapat – pendapat dalam hal ini yang bertolak belakang dan tidak ada satu pun yang shahih. Seandainya hal ini memberikan manfaat bagi umat sekalipun setitik, niscaya Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam akan menjelaskan nya.” [Al-Mawahib Ad-Diniyah (3/14), Imam Al-Qasthalani. Lihat Fikih Sirah hal 239]

Sebagian masyarakat meyakini bahwa peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rajab, hal ini telah dibantah oleh Imam Asy-Syinqiti Rahimahullah.

Al-Imam Asy-Syinqithi berkata : “Tidak ada dalil yang Shahih maupun Hasan yang menjelaskan bahwa peristiwa Isra’ terjadi di bulan Rajab, yang sesungguhnya semua itu tidak memiliki dasar.” [Manhaj Tasyri Islami Wa Hikamatuhu, Imam Muhammad As-Syinqithi. Lihat, Fikih Sirah hal 239]

Al-Allamah Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah berkata : “Tentang kepastian terjadinya malam Isra’ dan Mi’raj ini tidak di sebutkan dalam hadits – hadits Shahih (Kuat), tidak ada yang menyebutkan bahwa itu terjadi pada bulan Rajab dan tidak pula pada bulan lain nya. Semua yang memastikan nya tidak benar berasal dari Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam. Demikian menurut para Ahli Ilmu. Allah mempunyai hikmah tertentu dengan menjadikan manusia lupa akan kepastian tanggal kejadian nya. Walaupun demikian, kepastiannya diketahui, kaum Muslimin tidak boleh mengkhususnya dengan suatu ibadah dan tidak boleh merayakan nya, karena Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam dan para sahabatnya Radhiyallahu’anhu tidak pernah merayakan nya dan tidak pernah mengkhususkan nya. Jika perayaan nya di syariatkan, tentu Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam telah menerangkan nya kepada umat ini, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Dan jika itu disyariatkan, tentu sudah diketahui dan dikenal serta dinukilkan dari pada sahabat beliau kepada kita, karena mereka senantiasa menyampaikan segala sesuatu dari Nabi mereka yang dibutuhkan umat ini, dan mereka tidak pernah berlebih – lebihan dalam menjalankan agama ini, bahkan merekalah orang - orang yang lebih dahulu melaksanakan setiap kebaikan. Jika perayaan malam tersebut disyariatkan, tentulah mereka manusia pertama yang melaksanakan nya. Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling loyal terhadap sesame manusia, beliau telah menyampaikan risalah dengan sangat jelas dan telah menunaikan amanat dengan sempurna. Seandainya memuliakan malam tersebut dan merayakan nya termasuk agama Allah, tentulah Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam tidak melengahkan nya tidak menyembunyikan nya.” [At-Tahdzir minal Bida’ hal 16 – 20. Lihat, Fatawa Terkini , jil 2 hal 430 - 435]

Alhamdulillah, dengan demikian jelaslah bagi kita. Bahwa malam Isra’ Mi’raj itu tidak memiliki keistimewaan yang khusus untuk kita beribadah. Sebagaimana yang dilakukan sebagian besar kaum Muslimin pada saat ini. Dan tidak ada satupun ibadah yang khusus pada malam tersebut. Maka dari itu peringatan Isra’ Mi’raj yang kita kenal selama ini. Termasuk kedalam hal – hal yang baru didalam agama ini. Karena tidak ada satupun hadits baik yang Shahih muapun yang Dhaif yang menjelaskan tentang kejadiaan nya ataupun ibadah apa yang harus kita lakukan. Dan sudah kita ketahui, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya sebaik – baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik – baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam, seburuk – buruk perkara adalah hal – hal baru yang diada-adakan (Bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” [Shahih : Diriwayatkan oleh Imam Muslim]

Maka dari itu, termasuk perintah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam adalah meninggalkan peringatan Isra’ Mi’raj. Karena amalan ini tidak ada dasarnya. Walaupun kita menganggap ini adalah suatu kebaikkan akan tetapi kebaikkan itu hanya ada pada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi wa sallam.

Seluruh ibadah yang berhubungan dengan hari tertentu, tanggal tertentu, sudah dijelaskan didalam al-Quran dan as-Sunnah. Contoh, ibadah puasa, maka masuknya ibadah puasa itu dengan masuknya awal bulan Ramadhan dan berakhir dengan masuknya bulan Syawwal, atau Idul Adha yang dijelaskan pada tanggal 10 Dzulhijjah, dan untuk di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan disunnahkan untuk melakukan puasa sunnah setiap bulan pada tanggal 13, 14, dan 15.
Sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :

“Ya Abu Dzar, apabila engkau hendak berpuasa tiga hari dalam satu bulan, maka berpuasalah pada (tanggal) tiga belas, empat belas, dan lima belas.” [Shahih : Diriwayatkan Tirmidzi dan Nasa’i]

Contoh lain lagi adalah Puasa hari Senin dan Kamis. Puasa hari Asyura dan banyak lagi. Semua ibadah yang berhubungan (berkaitan) dengan hari dan tanggal atau bulan tertentu sudah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, baik itu kapan waktu nya maupun jenis ibadah yang harus dilakukan nya. Adapun Isra’ Mi’raj, maka tidak ada kejelasan dari Allah dan Rasul-Nya, karena tidak ada ibadah tertentu yang disyariatkan pada tanggal atau bulan tersebut. Dengan demikian, jelaslah bahwa peringatan Isra’ Mi’raj adalah suatu hal yang baru didalam agama ini, yang harus kita jauhi.
Abdullah bin Umar Radhiyallahu’anhu berkata : “Manusia akan senantiasa di jalan yang benar selama mereka mengikuti sunnah. Semua bid’ah adalah kesesatan, meskipun orang – orang menganggapnya baik.” [Diriwayatkan oleh al-Laalikaa’I]

Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah, dia berkata : “Ikutilah jalan – jalan petunjuk, jangan gentar dengan sedikitnya orang yang menitinya. Jauhilah jalan – jalan kesesatan (bid’ah) dan janganlah tertipu oleh banyaknya orang yang binasa karena mengikutinya.” [Al-I’tisham karya Imam asy-Syatibi]


Hukum Merayakan Isra' dan Mi'raj


Kalau seandainya peringatan Isra’ Mi’raj itu bagian dari risalah dan syari’at Allah subhanahu wata’ala, pasti beliau telah ajarkan kepada umatnya. Kalau seandainya peringatan Isra’ Mi’raj ini amalan yang baik, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para shahabatnya adalah orang-orang pertama yang mengadakan acara tersebut. Demikian pula para ulama generasi berikutnya yang mengikuti dan meneladani mereka, semuanya akan mengadakan perayaan-perayaan khusus untuk memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sehingga acara peringatan Isra’ Mi’raj, dalam bentuk apapun acara tersebut dikemas, merupakan amalan bid’ah, sebuah kemungkaran, dan perbuatan maksiat karena:

1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri tidak pernah merayakannya atau memerintahkan kepada umatnya untuk merayakannya.

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهْوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan termasuk urusan (syari’at) kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)

2. Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, dan seluruh shahabat radhiyallahu ‘anhum tidak pernah pula merayakannya. Demikian pula para tabi’in, seperti Sa’id bin Al-Musayyib, Hasan Al-Bashri, dan yang lainnya rahimahumullah.

3. Para ulama yang datang setelah mereka, baik itu imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad), Al-Bukhari, Muslim, An-Nawawi, Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir, Ibnul Qayyim, Ibnu Hajar Al-’Asqalani, dan yang lainnya rahimahumullah, hingga para ulama zaman sekarang ini. Mereka semua tidak pernah merayakannya, apalagi menganjurkan dan mengajak kaum muslimin untuk mengadakan peringatan itu. Tidak didapati satu kalimat pun dalam kitab-kitab mereka yang menunjukkan disyari’atkannya peringatan Isra’ Mi’raj.

4. Kenyataan yang terjadi jika perayaan ini benar-benar diadakan, yaitu munculnya berbagai kemungkaran, di antaranya:
    a. Terjadinya ikhtilath, yaitu bercampurbaurnya antara laki-laki dan perempuan.
    b. Dilantunkannya shalawat-shalawat yang bid’ah dan bahkan sebagiannya mengandung kesyirikan.
    c. Didendangkannya lagu-lagu dan alat musik yang jelas haram hukumnya.
    d. Mengganggu kaum muslimin. Di antara bentuk gangguan itu adalah:
            -Suara musik dan lagu yang sangat keras pada acara terebut, juga mengganggu tetangga dan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi acara. Orang yang telah lanjut usia, orang sakit, maupun bayi-bayi dan anak-anak kecil yang semestinya membutuhkan ketenangan, mereka terganggu dengan adanya suara musik yang sangat keras tadi.

Padahal Allah dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wa sallam telah mengancam bagi siapa saja yang mengganggu / menyakiti kaum muslimin.

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Tidak akan masuk al-jannah orang yang tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya.” (HR. Muslim)


Kalau masih ada yang beranggapan bahwa perayaan untuk memperingati Isra’ Mi’raj itu adalah baik, maka katakan sebagaimana kata Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah:

مَن ابْتَدَعَ في الإِسلام بدعة يَراها حَسَنة ؛ فَقَدْ زَعَمَ أَن مُحمّدا – صلى الله عليه وعلى آله وسلم- خانَ الرّسالةَ ؛ لأَن اللهَ يقولُ : { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ } فما لَم يَكُنْ يَوْمَئذ دينا فَلا يكُونُ اليَوْمَ دينا

“Barangsiapa yang mengadaka-adakan kebid’ahan dalam agama Islam ini, dan dia memandang itu baik, maka sungguh dia telah menyatakan bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah berkhianat dalam menyampaikan risalah, karena Allah telah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ

(Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian), maka segala sesuatu yang pada hari (ketika ayat ini diturunkan) itu bukan bagian dari agama, maka pada hari ini pun juga bukan bagian dari agama.”



Tamat





Sumber:

http://kaahil.wordpress.com/2011/06/29/asal-usul-sejarah-malam-kejadian-isra-miraj-benarkah-jatuh-pada-tanggal-27-rajab-pendapat-para-ulama-termasuk-imam-abu-hanifah-malik-asy-syafi%E2%80%99i-ahmaddll-tentang-hukum-meray/

http://abuayaz.blogspot.com/2010/07/benarkah-isra-miraj-adalah-bidah.html#ixzz2TixVpOXm

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Perayaan Isra' dan Mi'raj dalam pandangan syari'at

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter