21 Juli 2014

Hukum dan Syarat 'Aqiqah

Bismillah

HUKUM 'AQIQAH ¹


Tentang hukum 'aqiqah menurut pendapat yang terkuat, yang menggabungkan semua dalil dikatakan bahwa:
Hukum 'aqiqah adalah sunnah mu'akkadah(yang ditekankan).

Hal ini adalah mayoritas pendapat ulama sahabat, Tabi'in, dan para fuqaha. Inilah pendapat dari Syafi'iyyah, Malikiyyah dan pendapat yang masyhur serta mu'tamad(pendapat yang dijadikan pegangan) dalam madzhab Hanabilah.... 2

Dalil yang dipakai oleh mayoritas ulama yang menunjukkan bahwa aqiqah adalah sunnah di antaranya:

1. Sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam:

مع الغلام عقيقة فأهر يقوا عنه دمه وأميطوا عنه الأذى

"Beserta lahirnya seorang anak ada 'aqiqah, maka alirkanlah baginya darah(sembelihlah 'aqiqah) dan buanglah yang mengganggunya(cukurlah rambut kepalanya)." 3

2. Sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam

كل غلام رهينة بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويسمى

"Setiap anak tergadaikan dengan 'aqiqahnya, disembelihkan hewan 'aqiqah pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama (pada hari itu)." 4

3. Sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam

عنالغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة

"Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang memadai, dan untuk anak perempuan satu ekor kambing."5

4. Riwayat ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menyembelih 'aqiqah untuk al-Hasan dan al-Husain. 6

Mayoritad ulama berkata:
Hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa 'aqiqah itu disunnahkan dan di anjurkan, dan diperkuat oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dengan ucapan dan perbuatan beliau, karena beliau menyembelih 'aqiqah untuk al-Hasan dan al-Hasain radhiyallahu 'anhuma.

Mayoritas Ulama berkata pula:
''Perintah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha,yakni- bahwa Rasulullahi shalallahu 'alaihi wa sallam memotong 'aqiqah al-Hasan dan al-Husain di hari ketujuh, dan beliau menamai keduanya, dan beliau memerintahkan untuk menghilangkan gangguan dari kepalannya(dengan mencukur rambutnya).7
Maka perintah tersebut beralih dari wajib kepada perintah sunnah.
Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menjadikan 'aqiqah ini hanya sebagai anjuran untuk dikerjakan oleh seorang muslim, akan tetapi dipersilahkan untuk memilih antara mengerjakannya atau tidak.

Maka tidak bisa dikatakan bahwa 'aqiqah itu wajib.
Yang demikian itu terlihat pada sabda beliau shalallahu 'alaihi wa sallam,

من أحب منكم أن ينسك عن ولده فليفعل

"Barangsiapa seseorang dari kalian ingin menyembelih nasiikah untuk anaknya,maka lakukanlah."8

Syarat-Syarat 'Aqiqah

Pertama:
Hewan yang disembelih adalah kambing, domba, unta atau sapi. Maka tidak sah dengan selainnya, seperti kelinci, ayam atau burung.
Ini pendapat mayoritas ahli ilmu dari kalangan fuqaha, ahli hadits dan yang lainnya.9

Hal ini dengan mengkiaskan 'aqiqah kepada udh-hiyah(kurban), sebagai mana yang dijalankan oleh para ulama.
Imam Malik berkata, "Hanya saja ia(yakni 'aqiqah) kedudukannya sama dengan kurban."10
Seperti juga yang diisyaratkan oleh an-Nawawi, ibnu Qudamah dan selainnya.11

Dinukil pula dari sekelompok Salaf mengenai bolehnya 'aqiqah dengan unta dan sapi.
Diriwayatkan dari Qatadah,"Bahwa Anas bin Malik menyembelih unta untuk 'aqiqah anak-anaknya." Diriwayatkan oleh ath-Thabari, dan para perawinya shahih. Ini dikatakan oleh al-Haitsami.12

Adapun pernyataan Ibnu Hazm(bahwa penyebutan domba/kambing) dalam hadits-hadits menunjukkan tidak bolehnya 'aqiqah dengan selain domba/kambing) maka pernyataan ini tertolak, karena hadits-hadits tersebut tidak membatasi hal itu.

Penyebutan domba/kambing dalam hadits-hadits tersebut hanyalah sekedar mencontohkan. Dan juga karena domba/kambing adalah hewan yang mudah didapat oleh kebanyakan orang, berbeda dengan unta dan sapi. Dan kebiasaan orang-orang pun lebih banyak yang menyembelih domba/kambing daripada unta dan sapi.13

Di sisi lain, lafazh الشاة secara bahasa tidak terbatas pada kambing/domba saja. Ibnul Manzhur berkata,"Lafazh الشاة adalah bentuk tunggal dari kambing/domba, baik jantan atau betina. Dan dikatakan pula bahwa lafazh الشاة meliputi domba, kambing, kijang, sapi, unta, dan keledai-keledai liar."14

Kedua:
Selamat dari aib atau cacat. Ini pendapat mayoritas ulama.15
At-Tirmidzi berkata,"Ahli ilmu berkata: 'aqiqah tidak memadai kecuali dengan hewan yang memadai untuk kurban.'"16

Oleh karena itu, maka 'aqiqah tidak boleh dengan hewan yang pincang, yang jelas kepincangannya. Tidak boleh yang picek, yang jelas piceknya. Tidak boleh yang sakit, yang jelas sakitnya. Tidak boleh yang buta, tidak boleh yang pecah tanduknya, dan tidak boleh yang lumpuh.

'Aqiqah adalah satu bentuk pendekatan diri seorang hamba kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, maka hendaklah ia menyembelih yang selamat dari aib dan yang gemuk, karena sesungguhnya Allah itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik.

Ketiga:
Telah sempurna umurnya, sebagaimana yang diisyaratkan pada hewan kurban. Maka tidak boleh 'aqiqah dengan domba kecuali telah genap satu tahun.
Ibnu Qudamah berkata, "Kesimpulannya, bahwa hukum 'aqiqah seperti hukum kurban dalam umurnya."17

An-Nawawi rahimahullah berkata, "Hewan yang memadai untuk 'aqiqah adalah hewan yangmemadai untuk kurban. Maka tidak boleh 'aqiqah dengan domba yang di bawah jadza'18. Dan tidak boleh yang di bawah Tsaniyah untuk kambing, unta dan sapi.19
Inilah yang shahih(benar) dan yang masyhur, dan inilah yang ditetapkan oleh mayoritas ulama.20




Sumber:
Panduan Praktis 'AQIQAH Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Oleh: Abu Muhammad Ibnu Shalih b. Hasbullah. Penerbit: Pustaka Ibnu 'Umar

Disalin Oleh:
Radinal Maasy bin Abdullah

Diselesaikan di :
Di Masjid Darul 'Ilmi, Pondok Kopi -Jakarta Timur, 11:32 pagi


Catatan:

  • 1. Dari Ahkamul 'aqiiqah karya DR. Hisamuddin bin Musa 'Afanah.
  • 2. Mughnil Muhtaaj (IV/293), al-Majmuu' (VIII/429), Bidaayatul Mujtahid(I/275), al-Iqnaa' (II/282), Kifaayatul Akhyaar (hal. 534), al-Mughni (IX/459), Nailul Authaar (V/150), al-Furuu' (III/563), Kasy-Syaaful Qinaa' (III/24), Tuhfatul Mauduud(hal. 32), Ahkaamudz Dzabaa-ih (hal. 170), al-Fiqhul Islaami wa Adillatuh (III/637).
  • 3. Diriwatkan oleh al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, al-Baihaqi, Ahmad dan Ibnu Majah. Lihat Fat-hul Baari (XII/9)
  • 4. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan ini lafazhnya, juga oleh at-Tirmidzi, an-Nasa'i, ibnu Majah, al-Baihaqi, Ahmad, al-Hakim dan ia menshahihkannya dan di sepakati oleh adz-Dzahabi. At-Tirmidzi brrkata,"Hadits hasan Shahih." Syaikh al-Albani berkata,"shahih." Dalam shahih sunan an-Nasa'i (III/885) dan Irwaa-ul Ghaliil (IV/385).
  • 5. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan ini lafazhnya, juga oleh Ahmad dan al-Baihaqi. Dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2834).
  • 6. Diriwayatkan oleh Abu Dawud. Syaikh al-Albani berkata,"Sanadnya Shahih atas Syarat al-Bukhari. Dishahihkan pula oleh 'Abdul Haqq al-Isybili dalam al-Ahkaamul Kubraa." Lihat Irwaa-ul Ghaliil (IV/379)
  • 7. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban. Pentahqiqnya berkata dalam al-Ihsaan (XII/127),"Sanadnya Hasan."
  • 8. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (IV/213).
  • 9. Lihat al-Majmuu' (VIII/448), al-Khurasyi (III/47), Bidayaatul Mujtahid (I/376), Kifaayatul Akhyaar (hal. 535), Fat-hul Baari (VI/10)
  • 10. Al-Majmuu' (VIII/429), al-Mughni (IX/463).
  • 11. Majma'uz Zawaa-id (IV/59). Lihat juga al-Fat-hul Rabbaani (XIII/124), Tuhfatul Mauduud (hal. 65), Syarhus Sunnah (XII/264).
  • 12. Tuhfatul Mauduud hal. 65.
  • 13. Nailul Authar (V/156).
  • 14. Kifaayatul Akhyaar hal. 535, Bidaayatul Mujtahid (I/376).
  • 15. Al-Majmuu' (VIII/429-430), al-Mughni (IX/463), Syarhus Sunnah (XI/267), Hasyiyatul 'Adawi 'alal Khurasyi (III/47), Bidaayatul Mujtahid (I/377), Kifaayatul Akhyaar hal. 535, Tuhfatul Maudud (hal. 63).
  • 16. Sunan at-Tirmidzi (IV/101).
  • 17. Al-Mughni (IX/369).
  • 18. Domba Jadza' adalah domba yang berumur satu tahun atau giginya sudah tunggal
  • 19. Tsaniyyah dari kambing adalah yang telah berumur dua tahun. Tsaniyyah dari unta adalah yang berumur lima tahun masuk ke usia keenam. Tsaniyyah dari sapi adalah sapi yang berumur dua tahun dan masuk ke umur ketiga.
  • 20. Al-Majmuu' (VIII/429)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Hukum dan Syarat 'Aqiqah

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter