11 Februari 2014

Aqidah Imam Asy-Syafi'i


بسم الله الرحمن الرحيم

DASAR-DASAR IMAM ASY-SYAFI'i DALAM MENETAPKAN AQIDAH

 Sebagaimana para ulama salaf lainnya, Imam AsySyafi’i membuat beberapa landasan (Kaidah) dalam menetapkan Kaidah di antaranya adalah sebagai berikut:

Kaidah pertama: 
Iltizam (komitmen) terhadap Al-Qur’an dan Sunnah dan mendahulukan keduanya dari akal.


Mengambil lahiriyah Al-Qur’an dan sunnah dan menjadikan keduanya sebagai landasan dan sumber dalam menetapkan aqidah islamiyah.

Apa yang ditetapkan oleh keduanya maka wajib diterima dan apa yang dinafikan oleh keduanya wajib untuk ditolak, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

"Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetappkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata", (QS. Al-ahzab:36).

Imam Asy-Syafi'i berkata,

"Aku beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai yang diinginkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan aku beriman kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam dan apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam sesuai dengan apa yang dimaksudkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam ".( Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, IV/2, VI/354)

Kedudukan As-Sunnah menurut Imam Syafi'i dan bantahan beliau terhadap orang yang mengingkar sunnah sebagai hujjah.   

Imam Asy-Syafi'i berkata,

"Semua yang datang dari sunnah merupakan penjelasan dari al-Qur'an. Maka setiap orang yang menerima Al-Qur'an, maka wajib menerima sunnah Rasulullah, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala mewajibkan hamba-Nya untuk mentaati Rasul-Nya dan mematuhi hukum-hukumnya. Orang yang menerima apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam berarti ia telah menerima apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena Dia telah mewajibkan kita untuk mentaatinya". ( Al-Risalah, hal. 32-33)

Beliau berdalil dengan sejumlah ayat di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

 "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya"(QS. An-Nisa:59)

Bantahan Imam Syafi'i kepada orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah.  

1. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan kita untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam dan menyuruh kita mematuhi perintah dan menjauhi larangannya.

2. Tidak ada cara lain bagi kita untuk mentaati perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala tersebut kecuali dengan mengamalkan apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam dengan lapang dada dan bersih hati dari keinginan untuk menolaknya, serta pasrah pada perintah dan hukumhukumnya.

3. Seorang muslim membutuhkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam untuk menjelaskan globalitas isi Al-Qur'an.

Pandangan Imam Asy-Syafi'i tentang hadits Ahad 

Hadits Ahad adalah hadits yang tidak memenuhi semua atau sebagian syarat –syarat hadits mutawatir.( Syarah Nukhbatul Fikar, Ibnu Hajar AL-Asqalani hal. 4-8 )

Hadits mutawatir yaitu diriwayatkan oleh orang banyak yang menurut adat dan logika mereka tidak mungkin berdusta, dan diriwayatkan dari orang banyak dan menyandarkan hadit kepada sesuatu yang bisa dirasakan oleh indera.

Adapun kriteria hadits yang diterima oleh Imam Asy-Syafi'i adalah:  

1. Sanadnya bersambung (tidak terputus).
2. Para perawinya adil.
3. Perawinya dhabit (tepat dan sempurna hafalannya).
4. Selamat dari syudzuz (riwayatnya tidak bertentangan dengan riwayat orang lain yang lebih tsiqah).
5. Selamat illat (cacat) yang membuatnya tercela.
( Syarat-syarat ini sesuai dengan yang ditetapkan oleh ulama hadits, lihat Ikhtishar 'Ulumul Hadits, hal. 10, Tadrib Al-Raawi, hal. 22 dan Iamahaat fi Ushul Al-Hadits, hal. 11)

Dengan demikian selama hadits itu shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam, maka Imam AsySyafi'i akan menerimanya.

Ketika ditanya tentang, sebagaimana jawaban beliau ketika ditanya oleh Sa'id bin Asad tentang hadits ru'yah (salah satu hadits ahad),

beliau berkata,

"Hai Ibnu Asad, hukumlah aku, baik aku hidup atau mati, jika aku tidak mengikuti hadits shahih yang datang dari Rasulullah, sekalipun aku tidak mendengarnya langsung".( Manaaqib Asy-Syafi’i, I/421)

Dengan demikian maka Imam Asy-Syafi'i mewajibkan menggunakan hadits Ahad dalam seluruh perkara agama, dengan tidak ada pembedaan baik dalam masalah aqidah atau lainnya.
Orang yang menolak hadits ahad tanpa alasan yang dibenarkan, merupakan satu kesalahan yang tidak bisa di maafkan (Al-Risaalah, hal. 459-460)

Kaidah kedua: 
Menghormati pemahaman sahabat dan mengikutinya. 

Imam Asy-Syafi'i berkata,

" Selama orang mendapati Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka tidak ada jalan lain baginya selain mengikutinya. Jika keduanya tidak ada, kita harus mengambil ucapan para sahabat atau salah satu dari mereka atau ucapan para imam seperti Abu Bakar, Umar dan Utsman. Ucapannya lebih patut diambil dari yang lainnya.

Ilmu itu bertingkat-tingkat, di antaranya:

1. Al-Kitab dan As-Sunnah yang shahih.
2. Ijma' (konsensus/ kesepakatan) para ulama terhadap masalah yang tidak ada ayat atau haditsnya.

3. Ucapan sebagian sahabat yang tidak ditentang oleh seorangpun dari mereka.

4. Ikhtilaf para sahabat dalam masalah tersebut.

5. Qiyas terhadap sebagian tingkatan, tidak boleh mengambil selain Al-Kitab dan As-Sunnah selama keduanya ada, karena ilmu itu hanya diambil dari yang lebih tinggi.( Kitab Al-Umm, 5/265)

Kenapa harus mengikuti sahabat?

Imam Syafi'i seperti yang dikutip oleh Imam AlBaihaqi dalam Al-Risalah Al-Qadimah dari Al-Hasan bin Muhammad Az-Za'farani, Imam syafi'i berkata,

" Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuji para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dalam Al-Qur'an, Injil dan Taurat. Kelebihan mereka disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam tidak dimiliki oleh seorangpun selain mereka. mereka telah menyampaikan kepada kita sunnah Rasulullah. Telah mendampingi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam dikala wahyu diturunkan, sehingga mereka mengetahui apa yang diinginkan oleh Rasulullah, baik yang umum maupun yang khusus, baik perintah, larangan, maupun bimbingan. Mereka telah mengetahui sunnah Rasulullah, sehingga mereka lebih unggul baik dalam ilmu, ijtihad, kewara'an, maupun pikiran. Pendapat mereka lebih baik kita ambil dibandingkan dengan pendapat kita".

Kaidah ketiga: 
Hajr (meninggalkan) pelaku bid’ah menurut Imam Asy-Syafi'i  

Para Salaf menasihatkan agar tidak banyak bergaul dengan para pelaku bid’ah.

Imam Ad-Darimi meriwayatkan dalam sunannya dari Abu Qilabah, beliau berkata,

"Janganlah kamu berteman dengan pengikut hawa nafsu dan janganlah kamu berdebat dengan mereka. susungguhnya aku khawatir kalau kamu akan masuk terperangkap ke dalam pemikiran sesatnya atau menjadi ragu tentang apa yang telah kamu yakini".(Sunan Ad-Darimi 1/108)


Imam Hasan Al-Bashri dan Muhammad bin Sirin juga berpesan,

"Janganlah kamu berteman dengan pengikut hawa nafsu, dan jangan kamu berdebat dan mendengarkan mereka. Jangan berteman dengan pembuat bidah, karena akan membuat penyakit di kalbumu".( Al-Bida' wa An-nahyu 'anha, Ibnu Wadhdhah, hal. 47)

Inilah juga mazhab Imam Syafi'i, bahkan beliau meninggalkan Bagdad dan pindah ke Mesir kerena munculnya aliran mu'tazilah yang telah berhasil mempengaruhi negara.

Beliau berkata,"Saya tidak akan berdebat dengan seorangpun yang saya yakini bahwa ia tetap dalam kebid’ahannya".( Manaqib Asy-Syafi'i, Imam AL-Baihaqi, I/175)

 Imam Asy-Syafi'i bahkan mengkafirkan sebagian pelaku bid’ah yang jelas-jelas sesat seperti orang yang mengatakan al-Qur’an adalah makhluk. Sebagaimana perkataan beliau kepada Hafs Al-Fard yang mengatakan  bahwa al-Qur'an adalah makhluk.

Imam Syafi'i berkata,

"Engkau telah kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala".( Manaqib Asy-Syafi'i, Imam AL-Baihaqi 1/407)

Imam Asy-Syafi'i juga berkata,

" Jika engkau melihat pengikut hawa nafsu terbang, aku tidak akan percaya kepadanya. sungguh benar perkataan seorang penyair:

"Bila engkau melihat orang bisa terbang, dan berjalan di atas lautan, tetapi ia melanggar batas syariah. Maka, ia adalah orang yang diistidraj dan ia adalah pelaku bid’ah ". ( Manaqib Asy-Syafi'i, Imam AL-Baihaqi,1/407)


Sumber:
Maktabah Abu Salma al-Atsari
(Diringkas dari Aqidah dan Manhaj Imam Asy-Syafi'i, oleh:  Al-Ustadz Nurul Mukhlishin. M.Ag) 

Di salin oleh:
Radinal Maasy


Aqidah Imam Asy-Syafi'i 02
Aqidah Imam Asy-Syafi'i 03
Aqidah Imam Asy-Syafi'i 04




Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Aqidah Imam Asy-Syafi'i

0 komentar:

Posting Komentar

“Tidak ada kebaikan dalam hidup ini kecuali salah satu dari dua orang:
1. Orang yang diam namun berpikir atau
2. Orang yang berbicara dengan ilmu.”
[Abu ad-Darda’ Radhiallohu 'anhu]

Flag Counter